Jumat, Juli 31, 2009

Perjalanan Ke Dunia Hitam

"Jal, lo mau nonton konser temen gue gak?", kata Aan, temen seperjuangan gue di tempat magang yang sama, pada siang hari bolong dengan diwarnai AC yang hanya bisa menyemburkan angin kosong. Itu AC apa kipas angin?

"Bawain lagu apa?", lanjut gue menimpali tawaran menarik itu.

"Mr. Big"

Wew. Sangat menggoda iman dan syahwat. Sebuah band cover version dari Mr. Big. Mengingat keabnormalan Mr. Big dalam membawakan dan menciptakan lagu-lagu yang ada, tentu harus seorang yang abnormal juga yang berani membawakan lagu mereka. Dan gue suka sesuatu yang abnormal. Makanya gue suka tidur dengan posisi lilin.

Jam 6 sore, setelah selesai jam kantor, kita berangkat ke venue acara. Tempatnya di Mario's Place Cikini. Tentu saja setelah mengisi perut terlebih dahulu, karena harga makanan di sana setara dengan jajan gue sebulan. Gue gak kuat. Sampai disana, udah banyak orang-orang memakai baju hitam, gede-gede, dan gondrong. Tampaknya gue salah kostum, gue memakai kemeja putih dengan celana bahan. Cocok jadi sales panci pemotong buah (Emang ada?).

Acara itu sendiri bernama Battle Of Giants. Diisi oleh para band yang meng-cover lagu dari Nirvana, Mr. Big, Dream Theatre, Metallica, dan Guns N' Roses. Mantaps, gue semakin bersemangat untuk nonton konser ini. Jam setengah 8 malem, mulai lah acara itu.

Penampilan pertama adalah Nirvana, yang diwakilkan oleh sebuah band dengan vokalis gondrong, kriting, bernama Besok Bubar. Vokalis itu sering sekali memakan rambutnya, efek dari terlalu panjangnya rambut sehingga sering masuk ke mulut. Atau mungkin dia emang suka ngemil kutu? Klimaksnya saat dimainkan Smeels Like Teen Spirits, banyak orang setengah sadar maju ke depan panggung, ber- headbanging ria.

Penampilan kedua Mr. Big yang diwakili AskobarRocks, band temennya Aan bernama Iwan, seorang bassis, yang pada akhirnya jadi temen gue juga karena dikenalin. Iwan adalah seorang yang perawakannya santun dan pendiam saat tidak di panggung. Kesan pertama gue, apa bener orang pendiam macam ini cocok maen musik metal?

Pertanyaan itu seketika terjawab saat dia naik panggung bareng abangnya yang bernama Irvan, yang berposisi sebagai gitaris. Lagu pertama yang dibawain adalah Daddy, Brother, Lover, Little Boy. Gue mangap sampe mentok. Permainan Iwan dengan abangnya adalah permainan paling abnormal yang pernah gue liat sampe saat ini. Teknik shredding gitar Irvan yang amat sangat cepet bisa diimbangi oleh Iwan yang memegang bass, padahal senar bass jauh lebih tebel daripada gitar dan fret bass jauh lebih lebar. Itu membuat teknik "genjreng-genjreng" asal-asalan bermain gitar ala Mirzal terlihat bodoh.

Lagu-lagu selanjutnya makin membuat gue semakin terpana. Gue jadi bertanya-tanya, apakah mereka berdua manusia? Bass Iwan yang dinamakan Zulfikar, pedang syaidinah Ali, dicabik-cabik dan dibantai sedemikian rupa sehingga menghasilkan bebunyian yang indah. Ngeliat jari dia menari di leher bass membuat jari gue berasa patah. Apalagi ngeliat abangnya bermain gitar, membuat jari gue berasa kriting dan kelibet gara-gara maen gitar secepet itu. Collorado Bulldog menutup penampilan mereka yang fantastik, diiringi dengan standing ovation dari seantero venue.

Saat Iwan turun panggung gue langsung ngasih selamet ke dia, "Gila!! Keren banget!!".

"Iya ya? Gue tadi takut banget. Soalnya gue baru dijemput tadi sore, dibawain bass sama baju. Trus gue baru dengerin musiknya tadi di mobil", kata dia.

Anjrit. Ternyata itu gak sempurna. Tapi udah bisa bikin gue ternganga. Penampilan dia yang gak pake latihan sama sekali sama dengan penampilan gue pake latihan seumur idup. Kembali ke acara, panggung udah diisi oleh Dream Theatre yang diwakili oleh Miracle. Well, at first gue amazed, banget. Tapi yang namanya Dream Theatre, terlalu bermain instrumentalia tanpa vokalis. Jadi kesannya seperti ajang pamer skill terus menerus. Tentu aja gue bosen. Atau mungkin karena gue gak ngerti Dream Theatre kali ya. Karena gue liat yang lain enjoy-enjoy aja tuh. Hehee.

Selesai Dream Theatre, tampillah Metallica yang dipersembahkan oleh Oracle. Oracle adalah sebuah band yang digawangi oleh empat pria bertubuh besar dan gondrong, tapi berwajah ganteng. Sialan. Dengan vokalis kharismatik bersuara keras dan gahar dan ditonton-tonton groupies-groupies cantik di bawah panggung. Membuat gue pengen berada di atas panggung. Ternyata penampilan mereka bukan hanya groupies cantik dan wajah ganteng. Penampilan mereka amat sangat bertenaga dan menggugah semangat. Itu ditandai dengan banyaknya orang yang moshing di depan panggung, saling menabrakkan badan menikmati lagu. Penampilan mereka seperti suara mesin tempur yang menderu-deru kencang, siap melibas siapa saja dan sangat memicu adrenalin.

Penampilan terakhir, Guns N' Roses, diwakilkan oleh band Locomotive. Band ini tidak seperti 4 band sebelumnya yang didominasi warna hitam pada kostum panggungnya, mereka lebih fleksibel dalam berpakaian. Terutama vokalisnya, mungkin kalau gue ketemu di jalan gue gak bakal mengira dia adalah vokalis band yang biasa menyanyikan Guns N' Roses. Gue bakal mengira dia adalah seorang sekuriti atau satpam mall. Badannya tinggi dan gede, perutnya buncit, dan mukanya serem. Suaranya? Gila, Axl Rose banget. Mirip abis.

"Lo tau gak kenapa suara gue bisa mirip Axl Rose?", kata dia di atas panggung.

"Ini pake efek, jadi sebelom nyanyi ada yang pencetin efek dulu di belakang. Kalo efek Axl Rose mah murah, yang mahal sekarang efek suara mirip Ariel Peterpan, banyak yang make tuh sekarang", lanjut sang vokalis sekuriti.

Kemudian dia langsung nyanyi Knockin' On Heaven's Door, lagu balada apik dari Guns N' Roses. Vokalis itu juga merupakan seseorang yang kharismatik, terbukti dari terbungkamnya satu venue saat dia berbicara di jeda antar lagu. Semua fokus dengerin apa yang dia omongin. Walaupun apa yang dia omongin kebanyakat curhat-nya aja.

"Kita sebenernya udah ada lagu, tapi blom laku-laku. Sekalinya naik, eh, Mbah Surip naik. Kalah deh", begitu salah satu contoh curhat-nya.

Kesian juga, beginilah nasib jadi musisi metal. Lagunya susah masuk ke pasaran. Masyarakat Indonesia masih lebih suka liukan suara sengau ala Hijau Daun ketimbang lengkingan metal. Lebih suka suara ngeden Ian Kasella dibandingkan suara tinggi ala Eric Martin. Gue ngeliat konser ini sambil miris, ternyata banyak musisi handal Indonesia yang belum ter-ekspos. Tertutup dengan musisi yang "berlagak" handal. Tertutup dengan demand yang itu-itu aja.

Setelah Locomotive selesai, gue pulang, dan langsung terbang ke Pantai Kapuk.

Keesokan harinya, gue ngeliat Inbox, The Potters, liat sebentar.

PETTT!!

Tipi langsung gue matiin.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Senin, Juli 27, 2009

Dua Hari Gokil

Hari Senin, disambut matahari terik yang ngebakar kulit gue yang udah terlanjur item ini, diwarnai dengan mata yang susah membuka karena dua hari penuh jalan-jalan tanpa istirahat. Keliling Jakarta sampe deket bandara. Melelahkan, memang. Tapi sangat menyenangkan... dan agak sedikit mengerikan.

Dimulai dari hari Sabtu, 25 Juli 2009, gue ke Waterbom Pantai Indah Kapuk (PIK) bersama temen-temen gue. Saat ini merupakan saat pertama gue menginjakkan kaki di Waterbom PIK. Kesan pertama gue melihat tempat ini adalah, modern. Tertata dengan rapih dan dari luar terlihat slide-slide raksasa yang seakan menggoda gue dan berkata, "Ayo nyerosot di badankuu.. dan akan kau rasakan kenikmatan.." (Oke, terdengar seperti PSK menggoda calon pelanggannya). Dan setelah masuk kesana, gue takjub ngeliat ember gede berisi aer yang bisa tumpah terus menerus.

Setelah selesai ganti baju dan memakai bikini One Piece yang menyebabkan terpampangnya badan-tiga-tingkat-lemak yang gue punya dengan jelas, gue langsung keliling untuk mencari slide mana yang pantas gue luncurin untuk pertama kalinya. Pilihan jatuh ke slide gede dengan kapal berbentuk bulet sebagai media gue untuk nyeluncur. Pertanyaan pertama yang muncul, "Bisa gak kalo gak pake kapal bulet?". Jawaban atas pertanyaan itu adalah,"Boleh, asal mau geger otak". Jawaban itu membuat gue menjadi anak yang penurut.

Di Waterbom PIK, gue bisa menjalani dua olahraga sekaligus. Yang pertama berenang, jelas, karena namanya Waterbom. Yang kedua naek tangga. Untuk sampai ke perosotan raksasa, kita harus ke puncaknya. Bagaimana cara ke puncaknya? Disana tidak tersedia lift dan elevator. Kenapa? Takutnya banyak yang kesetrum, lagian basah-basah naek lift sama elevator. Aneh-aneh aja nanyanya. *Kenapa gue jadi marah-marah sendiri ya? Hahaha*

Implikasinya, sesampenya di puncak perosotan dengkul gue selalu gemeteran dan napas selalu tersengal-sengal. Belum lagi kalo perosotannya mengharuskan kita make pelampung untuk meluncur, gue harus membawa pelampung yang gedenya sama kayak badan gue. Naik 4 lantai. Mau mencret, tapi tengsin. Banyak orang. Ditambah lagi ngos-ngosan sambil glendotan di pager pembatas membuat jantung gue berdegup lebih cepet. Takut jatoh. Gue takut ketinggian. Apalagi kalau gue terjun bebas dari ketinggian itu.

Gue dan kawan-kawan bermain air di PIK sampe jam 6 sore, dimana hari udah terlalu dingin untuk direnangi. Ditambah kita udah terlalu kenyang keminuman aer kolam yang asin itu. Gue heran, air yang ditaro itu aer tawar apa aer laut yak? Kok asin? Apa emang itu rasanya aer rendeman bule? Asin, kecut. Dan sialnya kita mau gak mau harus mencicipinya karena setiap keluar dari perosotan, air selalu menyerbu sekujur badan dan muka. Kemudian menyusup ke mulut, dirasain lidah, dan dari lidah masuk ke kerongkongan. Kerongkongan masuk ke perut. Aer rendeman bule masuk ke perut gue. Keracunan.

***

Esok harinya, Minggu 26 Juli 2009, badan gue pegel-pegel. Rencananya gue mau tidur terus dirumah sampe sore. Abis itu gue nemenin temen gue yang bernama Putri, seorang entertainer paling kondang se-Surabaya (ahahahaaa...), untuk keliling Jakarta Raya ini. Niat tidur itu pupus. Gue digeret nyokap untuk nemenin dia ngejenguk satu sepupu dan satu Om gue yang lagi terkapar sakit. Mau protes, percuma. Karena nyokap selalu menyiapkan kata bijak yang membuat gue bersalah kalau gak ikut dia. Contoh dari kata itu adalah, "Masak silaturahmi sama temen aja, sama saudara gak mau". Sungguh suatu kalimat yang membuat gue otomatis mengucap, "Iya Bu" tanpa banyak berpikir.

Jam 3 sore baru bisa sampe dirumah. Udah gak sempet bernapas, karena gue harus langsung mandi dan menjadi Guide Kota Jakarta. Jam 5 sore, gue brangkat dari rumah menuju Sarinah Thamrin. Setelah ketemu dengan sang entertainer kondang tersebut, yang ternyata bareng sepupunya bernama Vivi, gue langsung cabut dari Sarinah. Tujuan pertama adalah objek yang menjadi lambang kota Jakarta, MONAS!

Sejujurnya, gue belom pernah ke Monas waktu malem hari. Jadi pada hari itu gue merangkap dua profesi, turis dan guide, dalam waktu yang bersamaan. Ada perbedaan besar antara Monas malam dengan Monas pagi. Perbedaan itu terletak pada warna monas yang selalu berubah-ubah pada malam hari. Kalau pagi-siang-sore khan cuma putih aja tanpa berubah. Kemudian banyak orang yang menjadikan Monas sebagai tempat pacaran gratis. Bukan hanya bergandengan tangan atau merangkul badan, tapi sampai tidur-tiduran. Entah apa yang ada di pikiran mereka, berbuat mesum di tempat umum.

Tadinya gue mau bilang, "Mas, boleh ikutan gak?"

Tapi takut, karena kumisnya gondrong. Takutnya gue dibekep pake kumisnya itu.

Sekelarnya dari Monas, menuju objek wisata khas Jakarta lainnya, ANCOL!

Degan membayar uang sebesar 48 ribu, gue memasuki kawasan Ancol di waktu malam. Sempat sedikit nyasar juga sih. Tapi itu lah gunanya puteran balik, bisa membetulkan apa yang salah. Gue parkir di sekitar pantai dekat restoran Le Bridge, ternyata masih banyak orang yang memanfaatkan tempat ini sebagai arena pacaran. Kalau di tempat ini, gue gak heran. Karena merupakan spot pacaran yang sangat sempurna. Angin laut sepoi-sepoi, udara pantai yag tidak terlalu panas, dan langsung beratapkan langit. Kalau berantem lagi pacaran, gampang. Tinggal dorong, ceburin ke laut. Selesai masalah.

Disana juga ada live music di dalam restoran terbuka. Yang namanya terbuka tentunya semua orang boleh nonton, termasuk gue. Tapi tentu aja gak ditanggepin. Kecuali kalau gue makan di restoran itu, pasti ditanya "Mau rikues lagu apa?". Seperti sekumpulan orang arab yang sedang menggandeng wanita-wanita Indonesia. Mereka semua dilayani dengan baik dan boleh bernyanyi, tentu saja dibarengi dengan tip yang besar. Mereka terlihat bahagia, karena hal itu tercantum dalam klausul kontrak. Point satu, Harus Bahagia Setiap Saat. Melanggar, kena penalti.

Seselesainya dari Ancol, gue menuju Tanah Abang. Bertanggung jawab mengantar dua anak perantauan pulang ke tempat tinggal sementaranya. Tapi sebagai tour guide yang baik, gue gak mau hanya memperlihatkan Jakarta dari sisi terang-nya saja. Gue juga mau memperlihatkan sisi gelap Jakarta. Untuk itu sebelum menuju ke Tanah Abang, gue agak memutar jalan menuju daerah Setiabudi. Daerah itu terkenal sebagai kawasan Wanita yang dulunya Pria (Waria).

Mobil gue meluncur masuk ke jalan waria itu (Sepertinya lebih enak disebut bencong). Di sana sudah ada mobil Avanza hitam yang menepi ke kiri, entah sedang apa. Yang jelas mereka sedang berbincang dengan beberapa bencong yang ada. Gue gak mau ikut mereka menepi ke kiri, gue ngeri disamperin bencong. Gue pun menyalip mobil Avanza itu dari kanan. Tiba-tiba ada bencong menghadang mobil gue.

Bencong itu memakai night dress tembus pandang berwarna biru tua. Di dalamnya, hanya memakai BH dan kolor warna item. Dia menghadang mobil gue yang jelas-jelas di kanan, tanda gak mau godain dia. Ketakutan atas hadangan dia, gue pinggirin mobil ke kiri. Ternyata hal itu malah membuat dia makin senang dan makin ngikutin mobil gue. Gue dikira menepi untuk nontonin dia. Gue pun gak bisa bergerak ke mana-mana lagi. Mobil gue resmi berhenti dengan bencong di depannya.

Dia mulai menari-nari. Menurut dia emang erotis, menurut gue najistis. Pengen rasanya gue menekan pedal gas dalem-dalem untuk ngelindes dia. Tapi males, nanti mobil kotor, susah nyucinya. Gue panik. Dia udah mulai merogoh-rogoh celana dalemnya dan memainkan kelamin prostetiknya di depan mata gue. Gue dan Putri yang lagi duduk di bangku depan kaget dan ketakutan. Di bangku belakang? Hanya terdengar dengkuran Vivi.

Asli, gue takut. Gue termasuk Bencongphobic, ketakutan atas bencong. Gue takutnya bukan cuma dari depan aja bencongnya, tapi di belakang juga, di samping juga, dan di atas atep juga ada. Seperti zombie-zombie pada film Dawn Of The Dead. Tapi kalo ini judulnya Dawn Of Bencong. Soalnya kalo itu beneran terjadi, gue kejebak total dan diperkosa bencong! Tolong! Gue masih mau bunyi kentutnya!! Kentut dengan harmonisasi nada!!

Gue pun ngebunyiin klakson gue. Berharap dia sama sifatnya kayak kucing yang kagetan kalo diklakson pas lagi nyebrang jalan. Ternyata gak ngaruh, malah mungkin klakson gue dianggap sebagai musik pengiring. Gue pun nengok ke belakang, ternyata kosong. Tanpa pikir panjang gue langsung mundurin mobil menjauhi bencong itu. Kemudian langsung nge-gas ke arah kanan dan kabur dari tempat laknat itu. Sang bencong kaget dan marah. Dia tereak-terak sambil ngacungin tinjunya ke arah mobil gue. Bodo amat. Yang penting gue berhasil kabur.

Setelah sampai ke jalan raya, gue masih syok. Sampe-sampe beberapa kali gue salah jalan. Perjalanan yang seharusnya menjadi perjalanan bergenre komedi ngeliat bencong-bencong berdandan aneh, tiba-tiba berubah genre jadi Thriller / Horror. Membuat gue kapok untuk bermain-main ke daerah itu lagi. Ampun. Tapi, dua hari ini adalah dua hari yang kalau gue ingat-ingat pada suatu hari nanti, bisa membuat gue berucap, "ANJRIT!! GOKIL!!".


Ciaoo...
mari kita lanjut...

Selasa, Juli 21, 2009

Pekanbaru Kota Melayu, Ku Disana

Pernikahan, sebuah pertalian suci antara dua manusia yang berlainan jenis. Pernikahan bisa saja dilakukan oleh sesama jenis, tapi bukan diikat oleh pertalian suci, melainkan pertalian kolor. Menjijikkan. Hari Sabtu, 18 Juli 2009, gue berangkat ke Pekanbaru. Tujuan gue berangkat ke Pekanbaru bukan karena diusir dari Jakarta atau untuk melarikan diri karena terjerat utang. Tujuan gue ke Pekanbaru adalah karena pernikahan.

Bukan, bukan nikahan gue. Sampai saat ini gue belum terkurung dalam akuarium yang sama. Nikahan itu punya sepupu gue yang bernama Citra Annisa (Congrats yaa..!!). Sejak jam 3 pagi gue udah di keprok sama bokap gue, ngebangunin gue untuk brangkat ke bandara. Gue ke Pekanbaru naek angkot, angkot bersayap. Angkot gue sendiri brangkat jam 6.55 pagi, tapi berhubung dengan gak jelasnya situasi bandara pada kemarin harinya yang macet total sampe berhenti, bokap gue memutuskan untuk berangkat dari jam 4 pagi.

Dengan memakai jurus mandi tanpa melihat gue bersiap-siap untuk pergi ke bandara. Cepet-cepet jalan biar gak macet, ternyata perjalanan ke bandara sangat sangat lancar. Membuat kita sampe ke bandara dalam waktu yang singkat. Jam setengah 5 pagi kita udah sampe di ruang tunggu keberangkatan. Gue bengong disana, gak bisa ngapa-ngapain. Gak ada kerjaan. Akhirnya gue sebisa mungkin nyari posisi rileks yang enak dan tidur dengan santainya.

Jam 7.00

Seharusnya gue udah nempatin pantat gue di bangku empuk angkot bersayap yang udah gue booking dari jauh-jauh hari. Kenyataannya, pantat gue masih ada di bangku besi ruang tunggu bandara Soekarno-Hatta. Posisinya udah variatif, kadang geser ke kanan, kadang geser ke kiri, dan kadang ngeluarin gas tak sedap. Sayup-sayup dari kotak hitam berjaring, yang belakangan disebut speaker oleh para pemberi nama, terdengar pengumuman kalo pesawat gue ditunda keberangkatannya sampe jam 9.00. Katanya banyak asep di Bandara Pekanbaru, sehingga ditutup. Sayang pilot gak bisa nerbangin pesawat berdasarkan insting. karena Pesawat bukan Bajaj.

Jam 9.00

Dari kotak item itu juga lah ada pengumuman lagi. Pesawat gue ditunda lagi sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Edun. Bandara masih ketutupan asep. Iseng banget orang-orang yang bakar-bakarin hutan di sana. Gak punya otak. Mengganggu semua orang dan membuat bumi semakin sakit. Terpaksa gue nunggu di bandara lagi. Ngeliat orang yang itu-itu aja, ngeliat objek yang itu-itu aja, dan di tempat yang itu-itu aja. Emang, menunggu adalah hal yang sangat membosankan. Sekitar jam 11.00 gue baru brangkat dari Jakarta, memanjat awan menuju langit. Gila. Gue 6,5 jam di bandara cuma karena asep. Ya gak pa pa lah. Mendingan nunggu 6,5 jam di bandara ketimbang gue gak bisa meneruskan kisah idup gue di dunia persilatan jagat raya. Hehee.

Perjalanan dengan angkot bersayap selalu membuat gue terkagum-kagum. Gue mengagumi pencipta pesawat yang bisa membuat besi seberat ribuan ton untuk terbang ke udara. Selain itu, perjalanan ke langit selalu mengingatkan gue atas kejadian aneh yang sewaktu kecil gue alamin. Waktu itu gue lupa umur berapa, pokoknya gue udah bisa pipis sambil satu kaki di angkat. Gue lagi di daerah Pulomas, naek mobil di bangku belakang sama bokap dan abang gue.

Mata gue menerawang ke jendela. Gak jelas. Biasa anak-anak. Pikiran gue kosong, cuma mandangin mobil-mobil di samping gue. Iseng-iseng gue nengok ke atas, matahari sore bersinar amat sangat terik. Mata gue kesilauan. Beberapa saat, saat mata gue terbiasa, gue ngeliat hal yang menurut gue gak mungkin. Sampai sekarang gue masih gak percaya apa yang gue liat, tapi pada kenyataannya gue bener-bener gue liat hal itu dan teringat sampe sekarang.

Gue ngeliat istana di balik awan. Mungkin ini terdengar konyol dan menganggap gue dikasih heroin untuki obat demam sama nyokap gue. Tapi gue bener-bener ngeliat hal itu dan memori itu masih tergambar jelas di otak gue. Di atas awan, dengan latar belakang sinar matahari sore berwarna kuning, gue ngeliat dengan jelas sebuah istana. Bentuknya seperti istana pada umumnya, seperti penggambaran pada buku-buku dongeng Pangeran & Putri yang berbahagia selamanya, Happily Ever After.

Ngeliat pemandangan seperti itu, mata gue gak berkedip. Dan istana itu gak ilang sama sekali, apakah ini hanya khayalan seorang bocah ingusan saja atau memang gue ngeliat sesuatu disana? Well, halusinasi atau enggak, pengalaman itu membuat gue selalu penasaran saat naik angkot bersayap. Penasaran pengen membuktikan apakah bener ada istana di atas awan. Tapi selama ini yang gue liat sih cuma hamparan putih gak berujung...

Dan asep...

Pekanbaru banyak asepnya. Sesaat sebelum mendarat, awan putih di substitusi oleh asep hitam kelam yang sama sekali gak indah. Mendarat disana, gue disambut dengan udara gersang dan gerah. Sesampenya di bandara, jam udah menunjukkan angka 1.00, acara nikahan sepupu gue udah kelar. Gue gak ngeliat ijab kabul karena asep, gpp lah, siapa tau malem pertama-nya open house, hehee. Maksud gue masih ada resepsinya. Dan sesampenya di tempat sepupu gue, acara untungnya belom kelar. Masih ada tamu berdatangan dan sepupu gue masih dipajang di pelaminan.

Di depan gue liat ada panggung gede dengan organ tunggal. Badan gue udah gatel mau bergerak ke atas panggung dan menyumbangkan sepatah atau dua patah lagu. Tapi malu, takutnya gue gak pake celana. Gue pun duduk-duduk sambil berharap dipanggill, bukan mengajukan diri secara suka rela. Bener aja, gak beberapa lama gue ditodong ke panggung. Bukan disuruh tari perut, tapi disuruh nyanyi.

Melihat audience gue yang rata-rata orang Melayu, lagu yang gue pilih bukan lagu seperti Radiohead atau Slipknot. Gue memilih lagu melayu yang mendayu-dayu, pilihan gue jatuh kepada D'Massive - Cinta Ini Membunuhku. Setelah nyetting-nyetting sama pemain keyboardnya, intro lagu pun dimulai. Intro lagu yang menyerupai My Chemical Romance - I don't Love You. Gue memegang mike dengan ekpresi muka syahdu, mengikuti lagunya yang mellow. Mata dibuat sayu, ini bukan karena lagu, tapi laper blom makan sejak turun dari angkot. Saat intro lagu selesai gue pun membuka mulut dengan maksud menyanyikan liriknya.

Tiba-tiba...

PETTTTT!!!!

Lampu mati, panggung gelap, dan musik berhenti. Tinggal gue di atas panggung menatap nanar ke penonton. Tengsin. Gue langsung turun panggung dan gak berniat lagi untuk nyanyi. Sial. Mungkin gue gak dibiarin merusak pendengaran orang-orang yang ada di sana dengan suara Falset gue yang seperti orang lagi kebelet. Pekanbaru menyimpan kenangan buruk dalam karir menyanyi gue yang bahkan belum dimulai.

Mati lampu bukan hal yang luar biasa untuk orang Pekanbaru. Mereka mengalami hal itu 3x sehari, persis kayak minum obat. Mereka terbiasa idup dalam kegelapan. Kegelapan + udara gerah = Frustrasi Tingkat Tinggi.

Untungnya karena rumah sepupu gue penuh, gue nginep di sebuah hotel deket situ. Hotel bintang 3 bernama BINTANG MAS. Hotel itu diserbu puluhan orang keluarga gue. Hotel itu diduduki dan dikuasai. Bukti konkrit dari dikuasainya hotel itu adalah :

RESTORAN DIPAKE MAEN DOMINO

Restoran hotel, yang notabene adalah tempat umum, dengan brutalnya dipake sama om-om gue untuk maen domino sambil tereak-tereakkan. Membuat restoran berhenti beroperasi karena gak pernah ada yang mau beli makanan dan minuman. Mereka semua pada bawa makanan dan minuman entah dari mana. Permainan itu gak cuma berlangsung selama 1-2 jam, tapi 3 hari penuh. Gelo sia euy.

Pagi harinya saat breakfast, setiap orang bebas masuk kesana. Padahal biasanya ada petugas hotel yang berjaga di depan restoran untuk bertanya, "Kamar nomer berapaa mas...?". Kalau ternyata jatah kamar itu udah abis, ekstra-nya bakal di-charge lagi untuk biaya makan. Tepi untuk kali ini, BEDA. Petugas hotel itu resmi di-delete, menyebabkan tiap orang bebas keluar masuk ke dalam restoran.

Kamar tidur gue udah kayak kapal pecah. Spring bed dibagi dua dan karena kekurangan bantal, kita ngembat bantal bangku hotel. Bangku hotel itu resmi gak berbantal lagi, cuma jadi bangku yang terbuat dari marmer. Bikin sakit pinggang. Tapi bebas, karena hotel ini diduduki oleh kita. Kalau kata SORE, Somos Libres. Koran hotel yang dijepit di kayu pun dengan sadisnya kita bawa ke kamar... Mandi. Untuk menemani proses buang hajat kita yang sangat intim itu. Setelah selesai dipake, tentu saja dikembalikan lagi ke depan resepsionis. Hehee.

Senen siang, kita semua check-out, dan kemungkinan para petugas hotel berteriak kegirangan karena telah terlepas dari belenggu penjajahan yang telah mengekangnya selama 3 hari. Sore-nya gue kembali lagi mencari istana di atas awan naek angkot bersayap. Kembali ke rutinitas gue yang menunggu di ibukota sana.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Jumat, Juli 17, 2009

The Idiot Bomber

Satu lagi peristiwa pemboman terjadi di Indonesia Raya tercinta ini. Tepatnya di Jakarta pada hari Jum'at tanggal 17 Juli 2009 (Entah kenapa tanggalan posting gue telat, padahal gue bukan Mama Koreng yang bisa ngeramal). Bom meledak di dua titik, titik pertama di hotel JW Mariott, hotel ini sebelumnya juga pernah terkena ledakan besar. Titik kedua berada di hotel Ritz Carlton, tempat dimana seharusnya pemain Manchester United menginap selama kedatangannya di Indonesia. Tapi sebodo amat sama MU, ledakan ini mempunyai dampak lebih besar dibandingkan dengan seonggok tim bola dari Inggris yang gak jadi maen di Indonesia.

Masyarakat Indonesia akan dilingkupi rasa takut. Kejadian pemboman seperti biasanya gak hanya berlangsung sekali, akan ada rentetan bom susulan yang tentu aja gak bisa diketahui secara eksplisit tentang kapan dan dimana kejadian selanjutnya. Gue berharap semoga teori gue ini salah, karena kejadian bom ini gak membawa untung apa-apa, cuma menimbulkan kerugian moriil dan materiil demi terpenuhinya agenda yang dimiliki oleh segelintir orang-orang tertentu yang mempunyai kepentingan tertentu.

Orang-orang yang dimaksud menurut gue adalah orang-orang idiot. Orang-orang yang suka menciptakan kekacauan agar mereka dapat peluang untuk bergerak memenuhi objektif-objektif yang telah mereka susun sebelumnya. Untuk kepentingan dia dan kelompoknya saja. Korban-korban yang ada mungkin hanya dianggap sebagai colaterral damage saja, alias pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai hal itu. Pengorbanan dianggap sesuaatu yang wajar.

Padahal, akhir-akhir ini Indonesia sudah cukup dilingkupi banyak kejadian menakutkan seperti penembak misterius di PT Freeport yang telah menimbulkan banyak korban jiwa. Dengan tambahan kejadian pemboman ini, rasa takut akan semakin meluas.

Belum lagi citra Indonesia di mata dunia internasional. Indonesia sampai saat ini masih dikenal sebagai negara yang tidak aman, konflik dimana-mana, kekerasan, dan ancaman bom yang tidak pernah hilang. Kejadian ini akan menjadi semacam pembenaran atas citra Indonesia tersebut. Indonesia Raya kita tercinta ini akan dikenal sebagai sebuah negara yang hanya mengenal kekerasan sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan suatu masalah. 

Kampanye VISIT INDONESIA 2009 rusak.

Gue cuma bisa berucap, "Ya Allah, tolong lindungi Indonesia...".



Turut berduka cita untuk para korban bom.


Untuk para pelaku pemboman, pembalasan untuk lo ada 2 : Dunia dan Akhirat. Semoga dibales yang setimpal. Anda semua orang yang amat sangat IDIOT.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Rabu, Juli 15, 2009

Paranoid Android

par·a·noid 
adj. 
1. Relating to, characteristic of, or affected with paranoia.
2. Exhibiting or characterized by extreme and irrational fear or distrust of others:

Itulah makna kata Paranoid menurut kamus bule. Kalo menurut kamus dasar laut, paranoid adalah kedaan dimana ada perasaan ketakutan yang sangat luar biasa menghinggapi diri kita. Membuat kita berkencing-kencing bukan karena kebelet dan mewek bukan karena sedih. Paranoid biasanya terjadi  saat kita mengalami suatu kejadian mistik. Atau merasa akan mengalami kejadian itu. Dan itu namanya bukan GR, tapi insting.

Setiap orang pernah mempunyai pengalaman mistik. Pengalaman seperti merasakan kehadiran makhluk gaib, melihat, dan bahkan menyentuh Tukul Arwana. Gue sendiri jarang banget menggalami kejadian kayak begitu, entah karena gue terlalu cuek kalo lagi digodain atau muka gue jauh lebih menakutkan dibanding makhluk tersebut, sehingga kalo emang ketemu dan saling ngeliat mungkin bakalan sama-sama tereak. 

Gue tereak, "Ada SETAN..!!!!" 

Dia tereak, "IKAN JULUNG-JULUNG.....!!!!" 

Sekali-kalinya gue punya peengalaman menyeramkan, terjadi selama seharian penuh. Setting ceritanya waktu perpisahan kelas 3 SMA IPS 1, gue berangkat kesana rame-rame. Mungkin ada sekitar 20 orang dari 40 orang murid yang ada. Dari 20 orang tersebut, ada 2 orang yang amat sangat bertanggung jawab akan kejadian yang bakal dialamin sama orang lain di sekitarnya. Bernama Ipunk dan Kancut (Lagi-lagi bukan nama sebenarnya, karena ini sangat memalukan).

Jam 8 pagi kita kumpul di sekolah untuk berangkat ke villa punya temen gue di daerah Puncak sana. Ada 3 mobil yang berkumpul di pelataran parkir sekolah gue pada waktu itu. Satu Honda civic, satu panther, trus satu mobil jeep yang gw gak tau merk-nya apaan. Di kokpit ada Gilang, temen gue, dan bokapnya yang gondrongnya minta ampun kayak Sujiwo Tejo. Mulai dari kumis, jenggot, dan rambut kepala, semuanya gondrong! Kalau diliat-liat mirip dengan Chewbacca dari Star Wars.  

Berhubung mobil Panther dan Civic udah penuh, terpaksa gue naek jeep tempur bekas perang padang pasir itu. Enggak apa-apa lah, seenggaknya gue ngerasain gimana jadi Indiana Jones.  Jeep itu berjenis jeep safari yang biasa dipake para pemburu di pedalaman Afrika sana. Seperti jeep pada umumnya, bagian belakangnya disetting terbuka sehingga pintu belakangnya menyerupai pintu koboy yang berkunci. Tapi karena keunikan jeep ini, pintu belakang itu cuma ditahan oleh sebatang besi biar gak kebuka. Seiring dengan berjalannya waktu, batangan besi itu ilang, dan gue diwajibkan menahan pintu itu biar gak kebuka. Kalau aja pintu itu kebuka, niscaya gue bakal kejengkang dan kelempar di jalan tol atau terguling di tanjakan Puncak. 

Bokapnya temen gue ternyata seunik mobilnya, dia nyetir pake topi koboy!! Persis kayak Tantowi Yahya kalo nyasar ke pulau terpencil dan gak punya alat cukur, kayak Tom Hanks di Cast Away. Dengan iringan musik Rock Classic macam Guns N' Roses, kita berangkat menuju Puncak. Karena jeep ini tidak mengenal kaca, sudah tentu banyak angin mernerpa masuk ke dalam mobil. Terutama di jalan tol. Efek dari masuknya angin ke mobil itu adalah terbangnya Topi Koboy itu ke belakang, ngenain Jarot yang ada di belakangnya.  

“Eh setan!!” dia kaget gitu sambil ngambil topinya yang lagi cipokan sama Jarot.  Gue ber-3 di bangku belakang udah mau ketawa ngakak tapi ditahan.  Yang keluar malah kentut.

Om Koboy bilang “Sialan nih topi, masih bandel aja”,  sambil cengar cengir sendiri.

Sebelum keluar tol, kita mampir dulu di pom bensin untuk isi bensin dan pipis. Saat lagi nungguin pada kelar pipis, Om Koboy ngeliatin ada mobil di sebelahnya. Gue takut aja kalo-kalo dia tiba-tiba mau nyolong mobil itu dan menggantinya dengan Jeep pemburu ini. Ternyata enggak. Om Koboy ternyata ngajak curhat. 

“Yaelah mobil pake dikonci segala, jendela tutup rapet lagi.. mobil gue kagak pernah gue konci, segala macem, gue taro aja di pinggir jalan gak pernah knapa-napa tuh!”, kata dia sambil mendengus ke arah mobil yang emang dikunci dengan rapat. Seperti ribuan mobil lain pada umumnya.

"Takut ilang kali Om", kata gue nyletuk. 

"Jaelah segitunya amat.. di mobil gue juga ada barang mahal, nih lo liat tabung gas .. kalo dijual harganya dua juta .. aman-aman aja” , kata dia sambil nepok-nepok tabung gas yang ada di mobilnya itu. Bukan tabung gas untuk NOS, tapi tabung gas untuk abang-abang penjual balon. Gue ngeliat dengan takjub, ada tabung gas di dalem mobil, baru kali ini gue ngeliat dengan mata kepala sendiri. Mungkin biasanya mobil ini dipake untuk jualan balon.  

Setelah menjalani perjalanan unik itu, sampelah gue di villa sekitar jam 11. Villa-nya  terlihat nyaman, ada lapangan rumput di depannya dan bangunannya pun luas. Udara di daerah itu juga sejuk, nyaman, dan segar. Apalagi ada gajebo di depan villa itu untuk tempat nongkrong-nongkrong. Mantapz. Satu-satunya kekurangan adalah GAK ADA ALAT HIBURAN sama sekali. Gak ada kolam renang, ayunan, meja bilyard, Televisi,dll. Awal-awalnya kita bingung mau ngapain, kerjaan cuma bengong sama ngepak-pak barang, sebelum pada akhirnya memutuskan untuk maen bola. Kelar maen bola mulai lagi gak ada kerjaan, semua orang mendadak jadi gila. Ada yang tereak2 sendiri, ada yang buka celana mamerin kolor (mending bersih, butek!) , ada yang bengong, kalo gue? Ada di pojokkan sambil tilawah Qur'an. Hehe. Fiktif. Gue maen SmackDown, berharap kalo gue adalah The Rock.  

Di saat-saat kritis inilah dua temen gw namanya Ari dan Fairuz mengeluarkan hal-hal aneh. Ari ngeluarin hape-nya yang di dalemnya berisi video bokep. Sedangkan si Fairuz ngebawa kover-kover CD & DVD bokep yang pose-posenya pada syur semua, iseng banget khan? Kepingan-nya malah ditinggal di rumah. Katanya biar gak ketauan di rumah. Idiot. Emang sih, kepingannya tersimpan amat sangat aman di dalam lembaran-lembaran buku Fisika karangan Marthen Kaningan. Siapa juga yang mau baca buku itu?  

Mungkin kalo hanya dibawa dan dianggurin gitu aja, gak akan terjadi masalah apa-apa di villa itu. Permasalahan terjadi saat temen gue yang bernama Ipunk tiba-tiba nyamperin si Ari dan bilang,  “Ri, pinjem hapenya donk..”. Setelah transaksi selesai, Ipunk tiba-tiba menghilang.  Beberapa menit kemudian…  Ipunk keluar dari kamar mandi sambil nenteng-nenteng hape Ari dengan muka puas bersahaja.Ternyata hape Ari dipakai sebagai alat pemuas fantasi birahi oleh Ipunk yang dalam saat yang bersamaan juga bermain-main dengan "Kloaka"-nya. Dia menodai villa yang suci ini. 

Ternyata kejadian ini gak sekali, gak beberapa lama dari WC yang satunya lagi keluar temen gue  bernama Kancut dengan raut muka persis seperti Ipunk. Dapat diambil kesimpulan kalau dia juga abis bermain-main dengan "Kloaka"-nya. Dia bawa kover bokep banyak banget sambil berucap, ”Hehehe..gw abis olahraga nihh”. Dua orang itu kalau dikerok jidatnya pake koin cepek-an bakal muncul tulisan gede IDIOT. Di daerah orang, tempat asing, dan jauh dari rumah berani berbuat nista kayak begitu.  

Dua kejadian itu memicu kejadian-kejadian aneh yang amat sangat janggal dan menyeramkan ke depannya.  

**** 

Malem hari. Gue kebangun malem-malem. Laper. Ternyata bukan cuma gue yang merasa bgitu. Ada 4 orang yang berpikiran sama kayak gue. Kita ber-5 ke dapur bikin Indomie dan Teh Manis anget. Selesai bikin makanan dan minuman itu kita langsung menuju ruang makan dan duduk disana. Saat mau duduk nempatin pantat di bangku, tiba-tiba dari atas (atep) ada suara raungan panjang. Suara itu berjalan dari belakang rumah ke depan rumah dan kemudian menghilang.  Kita semua diem ketakutan dan lanjut makan. Posisi gue lagi duduk di pojok meja makan, sebelah kiri gue ada ruang tamu yang ada cerobong asepnya. Lagi enak-enak makan pop mie. Tiba-tiba dari samping kiri gue ada bayangan item lari cepet banget ke cerobong asep. Gue semakin paranoid.  

Selesai makan kita semua pada tidur. Kira-kira jam 1 atau jam 2 kita berangkat ke tempat peristirahatan masing-masing. Gue tidur di sofa, menjauhi cerobong asep, mengingat kejadian aneh yang gue alami sebelumnya itu.  Temen gue, Jarot dan Fairuz, tepat ada di bawah gue. Di atas kasur yang ditaro di atas lantai . Gue pun memejamkan mata dengan harapan akan tidur secepatnya. Saat masih setengah tidur gue masih denger dua temen gue yang di samping masih ngobrol-ngobrol, tapi lama-lama menghilang.Cuma ada suara jari memencet tuts hape, ternyata temen gue Jarot lagi maen hape sedangkan Fairuz udah tidur dengan lelapnya.  

Dan tiba-tiba bunyi pencet-pencet hape itu ilang sama sekali. Sunyi sepi.Gue udah gak berani ngebuka mata, takut ngeliat macem-macem, padahal gue sama sekali enggak ngantuk. Ngantuk gue mendadak ilang, diganti sama rasa takut yang gede dan dada yang berasa ditimpa sesuatu. Jantung gue berdegup kencang. Entah sampai berapa lama sampai akhirnya gue bisa tidur dan kebangun di pagi harinya.  

Bener aja, ternyata berhentinya Jarot maen hape itu bukan karena dia ketiduran. Tetapi karena ketakutan. Saat lagi maen hape dia ngeliat bayangan item di jendela. Saat itu dia lagi  ngadep ke jendela. Disana ada sekitar 4 jendela. Model jendelanya itu ada jendela gede berbentuk persegi panjang di bawah yang bisa dibuka agar udara bisa masuk. Di atas jendela gede itu ada jendela kecil berbentuk setengah lingkaran. Jendela besar memakai gorden (atau bahasa Bekasi-nya adalah hordeng) putih, sedangkan jendela kecilnya gak ditutup apapun.  

Di jendela kecil itu bisa terlihat jelas sinar lampu kuning yang dipasang di teras. Jendela pertama, kedua, dan ke empat masih terlihat ada cahaya lampu itu. Jendela empat, cuma terlihat bayangan hitam kelam, lengkap dengan mata. Ternyata dia lagi ditongkrongin dedemit. Sungguh menyeramkan. Jarot cuma bisa menggigil sambil meluk-melukin temen di sebelahnya kayak homo. Ketakutan. Untung gak hamil. 

Berbagi pengalaman lah semua pada pagi harinya. Ternyata teror tidak brenti sampe situ. Ipunk (mampus lo dikerjain) pas sikat gigi sama cuci muka. Dia ngerasa banget ada orang di belakangnya tapi pas nengok gak ada orang. Berbekal pengalaman aneh di kamar mandi itu, walhasil gue yang mau mandi jadi parno sendiri. Untuk mandi gue ngajak temen gue nemenin di luar kamar mandi. Jadi pas mandi gue selalu tereak-tereak,  “Oooiiii…masii ada gak loo…??”. Gimana enggak, jendela ditutupin pake koran dan di koran ada gambar cewek dengan mata membelalak. Serasa diliatin mulu. Paranoid.  

Malem-malemnya gue jalan keluar mau nyari makanan, saat nyampe di pintu gerbang villa gue iseng2 ngeliat ke atep villa. Di atep itu ada jendela, kemungkinan ada ruangan kecil di baliknya. Dari balik kaca itu lah muncul sosok badan yang ngeliatin gue dan pas gue liat ke dia dia langsung ilang dari situ. Bulu roma gue langsung merinding. Roma Irama. Begadang. Oke. Gak. Nyambung. 

Masih malem itu juga. Kita lagi duduk keliling sambil sharing-sharing cerita tentang gimana aja selama di IPS 1,keluh kesah, dll. Anything lah. Entah kenapa, temen gw nangis, tapi bukan nangis terharu pada umumnya. Dia nangis ketakutan sambil ngeremes temennya yang di samping. Kenceng banget. Semuanya pada kaget,  “Kenapa loo..??”  kita semua bertannya ke dia, tapi dia gak mau jawab.Setelah beberapa lama dia nenangin diri dulu, dia baru cerita. Dia ngeliat ada bayangan lewat di jendela. Persis di tempat  dimana Jarot ngeliat bayangan juga. Tapi bedanya dia ngeliat di jendela gedenya ada bayangan badan warna item begerak dari ujung ke ujung.  

Gila. Villa yang biasanya gak berdarah (menurut yang punya) kayak gitu bisa ngamuk gara-gara ternodai sama gendenggendeng yang kegedean nafsu. Semua langsung pada ngomelin Ipunk dan Kancut, “Eh, setan lo berduaa!! Gara-gara lo berdua kita semua dikerjainn!!!” . Brengseknya Kancut gak dikerjain sama sekali sama sang penunggu rumah, mungkin takut sama dia. Badan dia gede, warna item, dan banyak bulunya kayak jin negro. 

Pesan Moral : Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)  -Djenar Maesa Ayu-

 Ciaoo...   

mari kita lanjut...

Senin, Juli 06, 2009

Journey To The Center Of Bekasi

Bekasi, sebuah kota yang berada di ujung Jakarta. Kota ini sungguh melegenda dengan kemacetan, kekeringan, dan kesumpekannya. Hingga sampai-sampai ada legenda mengatakan kalo orang-orang Bekasi nggak menggunakan air untuk mandi, tapi dengan debu, mengingat intensitas turunnya hujan lebih kecil dibandingkan intensitas turunnya debu. Cara ini sering disebut mandi tayammum.

Sekarang masalah interaksi sosial antar individu disana. Individu yang tinggal disana rata-rata berperawakan keras dan suka berkata-kata kasar. Ini membuat gue bingung, ada apakah yang terjadi disana? Semua itu akhirnya bisa gue buktikan sendiri setelah kemaren, Sabtu 5 Juli 2009, gue terjun langsung ke Bekasi untuk menghadiri nikahan temen kantor gue.

Petualangan dimulai saat gue keluar dari pintu tol Bekasi Barat. Kalau diliat dari peta yang ada di undangan, jalan menuju tempat dimana resepsi berlangsung sangat simple. Keluar pintu tol, belok kiri, lurus, belok kanan, ada pabrik Aqua, dan belok kanan. Simple, mudah, dan jelas. Kenyataan di lapangan amat sangat terbalik, ada puluhan belokan dan tidak ada satu pun bangunan yang bernama Pabrik Aqua. Gue semobil ada 5 orang, dan kita ber-5 sukses nyasar. Lost In Bekasi.

Kita pun mencari jaalan pelan-pelan, meraba-raba, sembari bertanya. Mengandalkan cara yang disebut KOMCOT (Kompas-Bacot). Saat masih di daerah bekasi kota-nya, suasana masih seperti biasanya. Jalan luas, angkot yang brengsek, dan udara masih segar walaupun hawa-nya amat sangat panas. Hal buruk terjadi saat kita udah menemukan jalan yang benar, jauh masuk ke dalam. JAUH KE DALAM. Nama daerah yang kita cari adalah Ujung Harapan, Gg. Makam, benar-benar suatu nama daerah yang menggambarkan jauhnya tempat itu.

Gue udah sampe di suatu jalan sempit yang normalnya hanya untuk 2 mobil-2 arah. Tapi di Bekasi jalan itu bisa berubah menjadi 4 mobil-2 arah. Macet total tanpa pergerakan sekecil apapun. Di luar, debu-debu mengepul berterbangan dan matahari menyengat sangat terik, kalo keluar dijamin badan lengket kayak dilumurin lem aibon. Cocok sebagai prototype neraka.

Dalam keadaan macet itu temen-temen gue di mobil udah pada ngomel, "Anjrit macet banget!".

Gue mencoba menasihati mereka, "Lo semua masih beruntung, masih di mobil pake AC, liat orang-orang di luar yang naek motor pada kepanasan dan banyak debu" sambil ngebuka kaca untuk mereka bisa merasakan hal yang sama. Ternyata kelakuan gue yang sok bijak itu membawa bencana hebat. Muncul bau-bau tak sedap bersamaan dengan dibukanya kaca mobil gue itu, dilanjutkan dengan kepulan debu yang juga ikut-ikutan masuk ke dalem mobil dan membuat mobil terasa apek dan napas jadi berasa sesek. Oksigen terbuang entah kemana.

"HOEKKKK!!!!", satu mobil serempak pada tereak itu.

"TUTUP JENDELANYA!! POLUSIII!! BEGO LO KAN!!!", semua orang berpose seperti mau muntah.

Bayfresh, parfum, dan tissue basah gak bisa menghilangkan bau yang seperti mayat busuk yang di pendem di padang debu itu. Apek campur busuk. Luar biasa. Bau itu mungkin berasal dari kompilasi antar pabrik ban di sekitar situ, debu yang pekat, dan asap kendaraan motor. Gue kagum sama orang-orang yang tinggal di daerah ini. Bau-nya kayak begini, apa idung gue yang terlalu sensitif atau idung mereka yang terlalu tebal? Tapi enggak ah, ada 4 orang lainnya yang pengen muntah nyium bau itu. Berarti idung mereka terlalu tebal.

Sejak saat itu lah, kita males buka pintu untuk bertanya jalan sama orang. Takut kebauan. Komcot gak bisa dipake lagi, kita memakai insting. Seenggaknya itu gak bikin kita kebauan dan mau muntah.

Setelah melewati siksaan macet, gue akhirnya menemukan Ujung Harapan dan menemukan siksaan kedua : Siksaan Jalan. Jalanannya ancur banget, berombak kayak lagi di laut. Bedanya laut ini terbuat dari aspal dan awannya diganti debu tebel. Lobang di jalanan amat sangat dalem. Gue rasa orang-orang sini kalo ke Dufan naek Roller Coaster bakal biasa aja. Gimana enggak, di jalanan rumah mereka tinggal naek motor, ngebut, dan menghajar lobang. Nyungsep-nyungsepnya pasti sama kayak naek Roller Coaster.

Siksaan ketiga adalah siksaan jalan tanpa ujung. Di daerah yang gue gak kenal sama sekali, satu-satunya harapan untuk sampai ke tempat nikahan adalah janur kuning dengan nama di bawahnya. Masalahnya adalah, ada banyak banget janur kuning. Lebih mengherankan lagi, namanya adalah Ruli-Sukriyanto. Dua nama yang sangat sesuai untuk kaum lelaki. Gue bingung. Apakah gue di Bekasi atau di Belanda? Gue semakin yakin kalo gue di Belanda setelah gue ngeliat janur dengan nama Asih-Puput . Tapi setelah ngeliat jalanan bolong tanpa aspal, kerikil dimana-mana, dan debu yang mengepul begitu tebalnya, gue akhirnya menyadari, INI BEKASI BUNG!!.

Ternyata pernikahan sesama jenis udah berlaku di Indonesia, tepatnya di Bekasi, Daerah Sangat Istimewa Bekasi.

Semakin lama gue semakin ke dalam labirin yang gak jelas ujungnya dimana. Sepanjang jalan banyak janur kuning tapi gak satu pun yang mencantumkan nama temen gue. Rumah-rumah di sekitar rumah gue tertutup debu semua. Persis seperti daerah yang tetangganya baru kena bom nuklir. Gue berasa di Normandy saat perang dunia ke-2. Mungkin rumah-rumah itu penuh debu bukan karena yang punya rumah males ngerawat rumahnya, tetapi karena intensitas debu yang beredar terlalu banyak, membuat rumah yang baru dicat langsung ketutupan debu keesokan harinya. Daripada capek-capek ngecat, mendingan didiemin, toh sama aja. Butek butek juga.

Nama gang di jalan itu awalnya bagus-bagus seperti kebahagiaan, ikhlas, dan damai. Semakin ke belakang namanya makin serem kayak pasung, kubur, dan makam. Mungkin kalo gue mau lebih teliti lagi ada gang sakit, mencret, dan sakarratul maut. Nama gang makam gue rasa cocok, karena letaknya di ujung jalan Ujung Harapan. Dimana saat di makam lah harapan seorang manusia udah sampai di ujung, mentok.

Semakin lama gue nyetir dengan muka plongo, tatapan mata kosong ke depan, muka udah nempel di setir, dan gue gak tau mengarah ke mana. Jalanan udah kayak di Texas. Gue udah kehilangan harapan untuk ke nikahan. Gue sempet bilang, "Ini kalo gak ketemu juga, kita dateng kek' ke nikahan siapa, kita pilih salah satu.... Seenggaknya kita tetep kondangan". Di saat semua harapan udah menghilang itu lah, gue akhirnya menemukan tempat nikahan temen gue itu. Keadaannya seperti seorang yang nyasar di padang pasir dan menemukan Oase. Lega. Pantes aja nama tempatnya Ujung Harapan Gg. Makam. Untuk menemukan tempat itu, gue musti berhenti berharap.

Perjalanan gue kesana makan waktu 3 jam, menghadiri undangannya cuma 20 menit. Gue jadi berpikir, gue baru sekali-kali aja kesini, gimana orang-orang yang tinggal disini? Gue akhirnya bisa menyimpulkan kenapa orang Bekasi pada pemarah dan suka berkata-kata mutiara *mutiara kasar tapi*, kehidupan disana keras, iklim di sana tidak bersahabat, dan pemerintah seperti enggak peduli lagi sama daerah itu. Sehari gue disana, bawaan gue pengen ngomong kasar melulu, memaki-maki segala yang ada. Apalagi orang-orang yang setiap hari ada disana?

Gue pun menyadari, Jakarta masih sangat nyaman untuk ditempati.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Sabtu, Juli 04, 2009

Makhluk Halus

Kantor gue kedatangan makhluk halus. Kalimat itu bukan berarti kantor gue berubah dari konsultan pajak jadi pengobatan alternatif, jasa santet, dan penyedia layanan copet dengan Tuyul. Makhluk halus disini berarti seorang wanita. Lebih spesifik lagi wanita muda. Spesifik lagi, wanita muda berwajah menyenangkan. Detil lagi, masih single dan dia bernama Rosi (bukan nama sebenarnya). Mengingat di kantor gue gak ada wanita dengan spesifikasi itu, kedatangan dia sangat menghebohkan dunia perkantoran.

Gue magang udah sebulan, bertiga sama Mo dan Aan. Selama sebulan itu, gue dikasih banyak kerjaan oleh para senior yang ada disana.

"Ada kerjaan gak lo?"

"Gak ada mas", sambil gelagapan menutup browser gue yang bertuliskan FACEBOOK di sudut kiri atas.

"Nih, ada kerjaan. Cara ngerjainnya gini, gini, gini..."

Prosedur pemberian tugas gue itu amat sangat cepat dan lugas. Saking lugasnya sampe-sampe gue gak ngerti. Dia klik-klik Microsoft Excel dengan cepat dan fasih, sedangkan gue ngeliatin sambil berpikir kapan gue bisa terbang ke bulan naek Bajaj.

"Iya mas..."

"Nah, kalo itu udah selesai, lanjutannya gini..gini..gini..."

".......", mungkin keadaan ini yang disebut blackout , semua terasa gelap.

"Ngerti khan? Kerjain.", kata dia sambil ngeloyor ke ruangannya, meninggalkan gue yang kebingungan.

Gue dengan pelan-pelan menafsirkan bahasa-bahasa absurd yang terlontar dari bibir dia tadi. Mungkin butuh seorang Champollion untuk bisa mengerrti bahasa itu. Pada akhirnya, karena gue gak terlalu ngerti cara-cara yang dia kasih tadi, gue mencoba menciptakan cara gue sendiri untuk nyelesain tugas yang dia kasih itu. Dan sering kali berujung pada.... KESALAHAN.

"Kok begini? khan gue gak nyuruhnya begini?", kata dia begitu meriksa kerjaan gue.

"Ya khan sama aja...", kata gue membela diri seperti Amuba. Bodoh. Itu membelah.

"Pokoknya gue gak mau tau caranya gimana, harus jadi dengan format yang gue minta"

Gue dengan terpaksa merubah kerjaan gue dengan diiringi kata-kata, "Tuh, jadi kerja dua kali khan?".

Giliran Rosi yang dikasih kerjaan, senior kantor gue sangat manis. Tutur kata berucap sangat lemah lembut dan tidak mengenal "Gue-Elo", melainkan "Aku-Kamu". Oh, indahnya dunia. Gue merhatiin sambil ketawa kocak dan satir. Kalo sama gue, dia ngasih kerjaannya sambil berdiri. Kalo dengan Rosi, dia menarik bangku untuk duduk di dekatnya dan menjelaskan pekerjaan itu dengan detil, spesifik, dan perlahan. Kalau Rosi melakukan kesalahan, dengan gaya Don Juan Aroyo Indak Basuo dia bilang, "Bukan begitu caranya, cara yang benar adalah begini... Ya namanya juga masih belajar.. Tidak apa-apa.."

Selama sebulan itu, gue selalu berada di ruangan yang sama dan gak pernah disuguhi apapun. Rosi masuk, hanya dalam waktu dua hari ada seorang senior gue yang lain masuk dengan muka riang gembira dan jalan setengah berloncat seperti gadis gembala di Susu Cap Nona membawa bungkusan item gede.

"Ini es campur untuk Rosi tersayang...", kata dia dengan wajah penuh kasih sayang, memberikan es campur itu ke Rosi.

"Ayo dimakan.. ntar cair gak enak lhoo..."

"Aaaaaa.... ita sebulan disini gak pernah dikasih beginiann!! Rosi baru dateng langsung dikasih!! CURANGG!!", kata gue bertiga protes sama dia.

"Brisik! Buat lo juga ada di sono! Ambil aja ndiri!", dengan muka asem ke arah kita.

"Hahahhaaa... sialannn... muke nya asem ngasihnya", kata gue sambil lari ambil mangkok di bawah.

Diskriminasi gender ternyata terulang kembali. RA Kartini telah berhasil mengangkat derajat wanita di Indonesia, tapi kali ini gue butuh RA Kartono untuk menyamakan derajat gue dengan wanita.

Pernah juga suatu hari gue duduk di sebuah bangku selama sehari penuh. Keistimewaan bangku ini adalah keunikannya yang beda dengan bangku yang lain. Bangku lain punya punya roda dibawahnya, bantalan busa, sandaran busa, dan bisa ditinggiin atau dipendekin. Bangku ini tidak punya roda, kecil, dan sandaran yang terbuat dari besi. Duduk di bangku itu sangat menyiksa, nggak nyaman, dan gue duduk di bangku itu selama sehari penuh. Tidak ada yang peduli.

Keesokan harinya, karena gue dateng lebih pagi dari Rosi, gue bisa merebut bangku yang lebih enak dan nyaman. Culasnya, Mo sama Aan juga dapet yang nyaman dan tentram. Kita tidak mau mengalah. So, tinggal bangku sialan aja yang kesisa untuk Rosi dan mau gak mau dia harus duduk disana. Pada siang hari yang terik, sang senior-pemberi-es -campur dateng ke ruangan gue dan ngeliat Rosi lagi duduk di bangku penderitaan itu.

"Rosi, gak nyari bangku yang lain?"

"Emang kenapa?"

"Khan gak enak duduk disana, gak nyaman, di luar khan banyak bangku yang enak... Ambil aja gih...", mukanya manis kayak gulali merah dan ber-air muka kasihan.

Semua kejadian manis itu dirusak dengan kata :

"Pak, Aan mau ditawarin bangku juga tuh...", kata Mo.

"Brisik lo ah!! Bawel!!", kata si bapak sambil cabut.

Bangku sama, beda orang beda perlakuan. Kalo gue yang duduk disana, mau tulang bengkok gara-gara duduk disana, bodo amat. Tapi Rosi tidak boleh dibiarkan, dia harus merasakan kenyamanan yang maksimal dan semua orang tiba-tiba berubah menjadi baik dan perhatian antar sesama. Tinggal kita bertiga aja yang merhatiin perubahan yang terjadi dan tertawa atas tingkah polah para senior kita. Inilah kekuatan dari seorang wanita. Bisa merubah segalanya.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Macet

Kampanye presiden, suatu keadaan dimana sepasang manusia yang berniat menduduki kursi no 1 & 2 di Indonesia menggembar-gemborkan janji-janji manisnya dan menjatuhkan pasangan lainnya dengan cara apapun. Kalimat bagusnya, "Jual Kecap". Selama ini, gue gak pernah perhatiin kapan, dimana, dan bagaimana kampanye massal berlangsung. Gak peduli. Toh, mereka juga gak bakal peduli sama gue. Kecuali kalo gue disiksa di luar negeri, itu pun gue mesti cakep. Ini enggak. Ngapain juga peduli?

Gue baru notice ada kampanye besar-besaran hari ini, Sabtu 4 Juli 2009. Kampanye di Stadion Gelora Bung Karno. Pasangan yang punya acara adalah pasangan yang punya motto "LANJUT GAN!". Rame banget. Hari ini gue rencananya ke kampus. Berangkat dari rumah gue di Kramat Lontar, rumah lama gue, jam 11 siang naek motor bareng temen gue. Di jalanan udah ada serombongan orang memakai motor, bapak-bapak, ibu-ibu, anak-anak, remaja, bahkan sampe nenek-nenek tua renta sepakat make baju putih bergambar muka pasangan idola-nya.

Gue heran, seneng banget mereka kayaknya. Bangga. Serasa Jakarta milik mereka. Gimana enggak, mereka parkirnya makan dua jalur jalanan dari empat jalur yang ada. So pasti bikin macet belaka. Terkadang massa pendukung membuat jelek orang yang didukung.

Bergerak ke Kalibata, disana lebih parah. Dua jalur dijadiin satu jalur. Entah apa yang ada di pikiran mereka, niatnya mau mencari dukungan apa cacian. Selip kanan, selip kiri, dan hampir nabrak orang yang lagi berdiri di pinggir. Orang itu dengan enaknya jalan, gak peduli kalo dia udah nyusahin orang lain. Bajunya putih juga.

Panasnya udara menambah ruwetnya keadaan jalanan. Kondisi jalan macet membuat emosi meningkat 100%. Wahai bapak-bapak dan ibu-ibu di atas sana, sudikah anda turun ke Jalan tanpa pengawal dan pembuka jalan?

Ciaoo...
mari kita lanjut...