Minggu, Juni 28, 2009

KING, Antara Badminton dan Nasionalisme

Badminton, sebuah olahraga yang sejak dulu telah membantu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Mulai dari era Liem Swie King, Harianto Arbi, Susi Susanti, sampai Taufik Hidayat. Mereka adalah pahlawan-pahlawan olahraga Indonesia yang berhasil mengukir prestasi di tingkat dunia.

Sejak dulu, gue menunggu tema olahraga diangkat dalam kancah perfilman Indonesia. Apalagi ini merupakan olahraga terpopuler di Indonesia, dan telah menjadi identitas Indonesia. Gue bosen dan muak dengan tema percintaan remaja dengan bumbu seks yang kuat, percintaan dengan membawa agama di dalamnya, atau bahkan tema yang sangat klasik dari jaman dahulu kala, Horor, yang semakin lama semakin gak jelas seperti Pocong yang bisa make susuk (Secantik apapun itu tetep Pocong!).

Film ini menjawab keinginan gue itu. Sebuah film dengan tema badminton. Bukan cuma itu, film ini juga menumbuhkan rasa nasionalisme kita. Membuat kita menghormati Indonesia. Mengingatkan kita kalau Indonesia mempunyai pahlawan-pahlawan olahraga yang telah berjuang keras dan menyumbangkan prestasi membanggakan untuk negeri-nya. Mengingatkan kita bahwa Indonesia merupakan salah satu kekuatan besar dan kiblatnya badminton dunia, disaat orang terlalu menggantungkan harapan kepada sepakbola.

Kisahnya bersetting pada suatu desa kecil di daerah Banyumas sana. Terfokus pada satu anak bernama Guntur. Guntur adalah seorang anak yang jago maen bulu tangkis, ditambah dengan bapaknya, Tejo, yang berobsesi menjadikan Guntur sebagai juara bulu tangkis tingkat dunia seperti Liem Swie King. Menyebabkan ia dilatih dengan sangat keras oleh bapaknya, dikenalkan juga prinsip menolak untuk kalah oleh bapaknya.

Konflik demi konflik muncul seiring dengan kemauan keras Guntur untuk menjadi seorang atlet besar. Dibantu oleh teman baiknya bernama Raden, Guntur akhirnya bisa masuk dalam sebuah klub Badminton di daerahnya. Atas bakat Guntur yang luar biasa, dia dipilih oleh pelatih dari klub tersebut untuk mengikuti seleksi beasiswa Badminton di daerah Kudus. Apakah Guntur bisa mendapatkan beasiswa itu? Apakah dia berhasil jadi juara? Apakah bapaknya Guntur kawin lagi? Temukan jawabannya setelah menonton film ini. *Mungkin hanya pertanyaan terakhir yang gak bisa kejawab*

Yang gue suka dari film ini selain temanya yang sangat populer dan termasuk baru di Indonesia adalah pengambilan gambar yang sangat baik dan indah dipandang. Hamparan rumput hijau dengan rusa berlarian, gunung-gunung hijau dengan kabut putih mengelilinginya, pepohonan asri, dan suasana desa yang riuh, teduh, dan damai. Semua pemandangan itu dikemas apik dalam film ini. Gak seperti film Indosiar yang selalu menampilkan rumah besar dengan peralatan mewah di dalamnya, film ini menawarkan sesuatu yang real dan sederhana. Namun dengan arti yang sangat dalam.

KEBANGGAAN MENJADI INDONESIA

Two Thumbs up for Ari Sihasale.

Kalo ada yang tanya ke gue, "Apa sih yang lo banggain dari Indonesia?"

Gue dengan mantap akan menjawab, "BADMINTON!"

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Senin, Juni 22, 2009

Sebuah Cerita Tentang Kebab

Kebab, makanan favorit gue, merupakan seonggok kulit yang ditempelt-tempelin ke panas api sampe bendul-bendul kayak jerawat. Kemudian, kulit yang dicurigai terbuat dari tepung itu diisi berbagai macam benda organik kayak bawang bombay dan selada. Selain itu juga ada daging. Daging yang banyak. Jenis dagingnya bisa bermacam-macam, ada daging kambing, sapi, ayam, domba, dan badak(kebab ala suku Blikitik Wak Wak di pedalaman Tanzania Selatan). Kebab biasanya gampang ditemui di mal-mal terkemuka di Indonesia. Diwakili oleh sebuah restoran cepat saji yang bernama Doner Kebab.  

Selain di mal-mal, banyak juga kebab yang bertebaran di pinggiran jalan dengan nama-nama berbeda, dengan rasa yang berbeda, dan juga kelakuan penjual yang berbeda. Di depan pesantren Darunnajaah, tepatnya di pelataran parkir toko retail bernama Smesco, ada seonggok gerobak kebab lengkap dengan abang-abangnya. Yang dimaksud dengan gerobak kebab bukan berarti kebab raksasa yang mempunyai roda dan bisa didorong-dorong. Tapi gerobak yang di dalamnya ada panci penggorengan, kompor, dan pemutar daging kebab. Ngapain gue jelasin ya?  Tapi gapapa lah, udah terlanjur diketik.

Ngeliat abang kebab dari kejauhan udah membuat gue ngiler. Kalimat ambigu lagi. Maksud gue, ngeliat gerobak penjual kebab dan kebab yang dibikin abangnya bikin gue ngiler. Bernafsu pengen beli. Tanpa pikir panjang dan tanpa melihat kondisi keuangan gue, gue langsung meluncur menuju gerobak yang dimaksud. 

"Pesen 1 bang, yang gede... SUPER GEDE..."

"Pedes apa enggak bos?"

Dengan mantap gue menjawab, "PEDES!!!"

Abang Tukang Kebab dengan telaten ngerjain pesenan gue. Dia ngerjain dua kebab, tapi gue liat samping kiri-kanan gue gak ada orang sama sekali. Oh, gue pikir mungkin ada yang mesen di tempat lain. Setelah kebabnya jadi langsung delivery kesana, persis 14045. Dalam proses yang gue tonton itu, ada pemandangan yang kurang mengasyikkan. Abang kebabnya mencet botol cabe keras banget. Menyebabkan saos sambel yang keluar amat sangat banyak. Mungkin abangnya mencoba membuat tanda tangan di dalem kebab. Biar unik mungkin. Seperti choke slam-nya Kane di Smackdown.

Gue memandang itu ngeri.

Lebih ngeri lagi, dua kebab yang dia bikin itu dikasih ke gue. Padahal gue pesen cuma 1. Mungkin karena jadi gue gendut, satu telunjuk gue dianggep dua sama abangnya. Daripada mubazir, gue terima aja 2 kebab itu. Dengan asumsi skill makan-memakan gue tinggi, dua buah kebab cuma buat nyolok-nyolok gigi doank, gak berasa sampe ke perut. Kebab pertama langsung gue makan dengan hati tentram, dan damai. 

Gigitan pertama, kebab terasa nikmat, campuran sambel, daging, dan sayurannya begitu menyatu. Gigitan kedua rasa sambel mulai dominan, namun nikmat masih berasa. Gigitan ketiga lidah udah mulai panas, kebab di tangan gue terlihat seperti sepotong dinamit yang menyala, siap meledak di mulut gue. Gigitan keempat perut mulai panas dan gue lari ke Smesco, beli Mizone dan Teh Botol yang Botol Plastik (harusnya Teh Botol Plastik ya namanya? Bodo amat. Gue pedes.). Gila. Gue gak tau kalo kebab ini aslinya bernama KEBAB METEOR. Kebab pertama gue paksa abisin. Sayang, udah gue gigit, daripada gue buang mending gue abisin. 

Kebab kedua? 

Kalau gue paksa makan itu kebab itu, gue resmi menjadi seorang masokis, penyuka rasa sakit. 

Akhirnya kebab itu gue kasih ke pengemis di pinggir jalan. Entah itu dosa apa pahala.

***

Di sebelah kantor tempat gue magang, ada sebuah Alfa Mart. Lagi-lagi, di pelataran parkir Alfa Mart tersebut ada gerobak kebab. Seselesainya waktu gue magang, gue langsung berangkat kesana. Sampe disana, gue hanya menemukan sebuah gerobak kosong, puteran kebab, dan pengorengan plus kompornya. Semua benda yang gue sebutkan itu gak akan bisa berfungsi dengan baik tanpa satu hal, ABANG-ABANGNYA. Selidik punya selidik, abang-abangnya lagi ngerumpi di warung seberang. Tepat di seberang gerobak tempat kita menunggu. Teman si abang kebab itu dengan senang hati memanggilkan empunya gerobak kebab itu.

Dari kejauhan gue ngeliat sorang pria berbaju ijo terang, persis kayak anaknya lumut sama kunang-kunang, pake celana pendek jeans dengan aksen belel. Rambutnya di spike tajam, membuat dia ditakuti oleh tukang balon di sekitarnya, dan terancam dijual sama tukang duren. Tapi, dia tidak seperti pemuda pada umumnya yang berjalan tegap dan gagah. Langkah dia gemulai, lenggok kanan, lenggok kiri. Dia bukan pemuda pada umumnya. Dia seorang BANCI. 

"Aiihhhh... MAU BELI KEBAB YAAA!!??"

"Eee.. ii.. iyaa..", jawab gue antara takut, geli, dan kocak.

"AHH!! TAPI GAK ADA LETTUCE-NYAA!! GIMANA NIH!!??", dia panik sendiri. Khas banci.

"Engg.. ya gapapa.."

"Gapapa yee..!!?? Yaudeh, entar dagingnya aku banyakin".

"Sip.."

Dia lanjut membuat kebab untuk gue. 

"Abang kuliah bang?", kata dia membuyarkan lamunan gue. Anjrit, gue dipanggil abang.

"Iye"

"Dimane bang?"

"Sudirman", gue gak tau dah kampus apa yang ada di Sudirman.

"Oh.."

Kemudian dia diem, sibuk manasin kulit kebab. Kocaknya dia ngangkat kulit kebab kayak orang lagi ngangkat bangke kucing mati. Posisi jijik gitu. Telunjuk sama jempol dipake untuk ngangkat kulit kebab. Plus, kelingkingnya ngetril. Baru sekali gue ngeliat ada orang bikin kebab pake koreografi dan lemah gemulai. Saat itu gue lagi berdua sama Aan, gue pun iseng ngobrol. Suara agak digedein, biar bancinya denger.

"An, ajak gue ke kampus lo donk sekali-kali", kata gue ke Aan yang tetep jujur ngaku dari UI.

"Mau ketemu siapa si lo? Surti?"

"Bukan, JOKO"

"Ya ampun jall... Lo mendingan banyak-banyak shalawat biar dimohon ampun oleh Allah SWT dan dibukakan pintu rejekinya lebar-lebar"

"Pintu rugi ditutup tuh?"

"Iya"

Abang kebab yang dari tadi cuma bengong ngedengerin percakapan tadi tiba-tiba ikutan ngomong.

"Ihh... abang mah kayaknya tau banget deh soal agama, aku mau dong diajarin agama sama abang"

"....", Aan diem mati gaya. Gue iseng.

"Wah iya mas, bener banget! Dia emang jago bener soal agama, gue aja diajarin mulu sama dia.."

"Iya dong mass... Ajarin aku soal agama, aku pengen tahu banget soal Islam... Aku ini mualaf lhoo.."

"Oh gitu? Pas bener! Dia jago abis!", kata gue membuat suasana makin  runyam.

"Gini...", Aan angkat bicara trus diem sebentar. Terlihat dia udah pucet. Karena Abang kebab itu makin lama makin mendekat ke dia.

"Gue sebenernya gak jago, ada guru gue yang lebih jago, nanti besok gue kesini lagi bawa dia.. Soalnya kalo gue yang ngajarin takutnya gue salah-salah nyebut..."

"Gitu yee? Eh, tapi bener ya ajarin aku.. aku pengennn banget belajar sama abang..", pandangan matanya innocent seperti seorang anak kecil yang memohon meminta mainan kepada orangtuanya. Tapi sayangnya ini bukan anak kecil, ini banci.

Si abang kebab langsung diem, nyulut rokok Dji Sam Soe dengan gaya yang populer di pinggiran Taman Suropati sana. Selesai makan, kita langsung cabut. Ngeri juga. Takutnya kita diikutin dia.Kekeuh minta diajarin ngaji, ngikutin gue ke rumah.  Takutnya gue senasib dengan korban Ryan. Karena mereka punya prinsip PANTANG PULANG SEBELUM TEMBUS. 

"Bang, bener ya saya diajarin agama", si abang langsung angkat bicara begitu kita mau cabut.

"Iye iye..."

Kita berdua pun langsung cabut, menembus kegelapan malam. Begitu jauh dari abang-abang kebabnya kita berdua langsung tereak, "ANJINGGGGGG....!!!!!" sambil ketawa kebahak-bahak. Baru sekali ini ada kebab unik, namanya KEBABANCI. Sebuah sensasi mencoba kebab transgender.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Rabu, Juni 10, 2009

Pajak & Masokisme

Weww... Postingan pertama yang dilakukan dari komputer kantor. Tampaknya bakal banyak postingan di komputer ini selama dua bulan ke depan, mungkin gue akan dipecat atas alasan penyalahgunaan inventaris kantor untuk menyebarkan pemikiran gila. Fisik dan mental gue masih beradaptasi dengan keadaan baru ini.

Kalau biasanya gue masuk jam 8 pagi, ke kelas, dan menatap nanar ke muka dosen yang selalu berucap "bla... bla... bla...". Setelah kelasnya selesai, gue berangkat ke ruangan lain. Bisa di satu gedung yang sama, atau musti menyebrang ke gedung yang berbeda. Sedangkan di kantor, gue harus ada di satu ruangan yang sama dari pagi sampe sore. Hal ini cukup membosankan, mengingat gue orangnya gak bisa diem. Kerjaannya mau jalan-jalan melihat suasana baru. Pantat gue gak bisa diam dalam waktu lama. Ini berhubungan dengan bisul gue yang segede jengkol. Pernah sekali gue iseng duduk di ruangan boss, malah disuruh bersihin meja, disangkain OB baru. Khan males. Kalau di kampus, misalnya kantuk sudah sangat melanda, tidur tidak jadi masalah. Asal dilakukan di ujung belakang kelas dengan beralaskan tas yang (memang) tidak terlalu empuk. Mau tidur di depan kelas? Boleh aja kalo mau disambit In Focus sama dosen.

Kali ini gue gak bisa tidur seperti biasanya. Gue musti
stay awake selalu dan siap diberikan pekerjaan apapun. Rekap data? Input data? Olah data? Gue siap mengerjakan itu semua. Gue disediakan satu buah laptop untuk mengerjakan hal-hal tersebut bila diperintah. Di kampus biasanya gue berisik di dalem kelas, ngobrol-ngobrol sambil terkadang teriak kencang hingga diusir keluar. Berteriak di kantor akan membuat risiko kematian karena penyakit jantung meningkat tajam karena kaget mendengar lengkingan suara gue.

Untungnya orang-orang di tempat gue magang ini sangat
welcome dan cenderung gokil. Saling kata-mengatai antar satu dengan yang lainnya tidak jadi soal. Ngepet - Bego - Ngehe merupakan kata-kata umum yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari di kantor. Ini membuat gue trenyuh dan lega. Temen-temen gue yang magang lebih dulu dari gue di tempat lain selalu ngelapor kalo magang di konsultan pajak selalu dalam keadaan tegang. Orang-orangnya selalu serius dan enggak bisa becanda. Mungkin ini terkait dengan pekerjaannya yang selalu menghitung dan bermain dengan angka.

Bahkan ada yang kantornya yang gak pake AC. Bayangkan saudara-saudara, sebuah kantor konsultan pajak terkemuka tidak menggunakan AC di dalamnya. Hanya ada kipas angin bertenaga seadanya. Cukup untuk membuat kita masuk angin akut. Ditambah dengan boss-nya yang selalu marah-marah tanpa sebab. Mungkin dia seorang hemaprodit yang sedang mengalami mens. Kembali ke soal AC. Kantor itu berisi banyak orang. Saat udara panas dan matahari sedemikian teriknya, pada saat itulah mereka rajin ibadah dan takut akan neraka. Gak kebayang gimana panasnya. Pada saat itulah gue berpikir, apakah semua kantor konsultan pajak berisi orang-orang yang masokis?

definisi masokisme :
Pleasure derived from physical or psychological pain inflicted on oneself either by oneself or by others

-> Artinya : Jagalah Kebersihan dan Buanglah sampah pada Tempatnya

Gue jadi ngeri kalo-kalo gue masuk ke kantor yang saat kerja gue diawasi sambil dipecut. Supervisornya memakai pakaian kulit ketat. Selain bawa pecut dia juga bawa papan penggilesan. Sebelum masuk kantor gue musti melakukan ritual guling-gulingan di situ kayak cucian baju.

Dan setelah gue terjun langsung ke dalam dunia konsultan pajak gue bisa membuktikan bahwa :

Untungnya, teori itu salah.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Sabtu, Juni 06, 2009

Berkenalan Lewat Korek

Alhamdulillah, akhirnya ada juga konsultan pajak yang mau menerima gue magang di tempat dia. Konsultan itu bernama Soeripto, Hary & Co. atau biasa disingkat SHC. Gue berdoa semoga kantor itu gak cepat menyadari bahwa mereka mempekerjakan seekor ikan setengah gila yang selalu basah, ngotorin lantai. Disana gue tidak sendiri, tapi gue bertiga. Dua makhluk penempat kantor lainnya bernama Aan dan Mo. Kita bertiga sepakat membentuk sebuah geng yang bernama Tiga Perawan Pemburu Janda (kata perawan lebih enak dipakai dibandingkan perjaka).

Di hari pertama magang, gue belum dikasih kerjaan yang berat-berat seperti ngangkut beras dengan Ade Namnung di atasnya, gue cuma disuruh rekap data gaji dan tunjangan. Sekitar jam setengah 6 sore, kita udah boleh bubar menuju rumah masing-masing. Berhubung hari pertama magang gue hari Jum'at dan besoknya libur, sungguh kesempatan baik untuk jalan-jalan.

Gue sama Aan sepakat menuju Mall Kelapa Gading, Mo gak doyan sama kayak begituan, dia langsung balik. Di daerah itu udah menunggu dua temen gila gue bernama Apis dan Eki. Apis adalah teman sejurusan gue yang dituduh mahful (apa artinya? cari sendiri..) oleh teman-temannya yang lain. Julukan dia adalah MaMo (Manusia H**O), sedangkan Eki adalah barudak Unpad yang sedang bermain ke Jakarta. Sangat ahli dalam membuat wanita menangis, cukup dengan bilang "Aku suka kamu.." ke cewek, dia langsung menangis. Entah karena terharu udah ditembak atau merasakan tekanan hebat karena ditembak dedemit. Hehee.

Pokoknya kita ber-empat seperti pasangan Homo sedang double date keliling mall. Kerjaan kita cuma keliling-keliling, dan akhirnya nongkrong di Food Court. Disana kita bisa kreatif berkomentar tentang orang di sekitar. Ketawa-ketiwi melepas lelah. Di depan kita bahkan ada mas-mas dengan baju ketat berwarna pink, jeans gombrang dengan aksen belel, dan yang paling gak tahan adalah kacamata hitam gede yang dipakai dia. "Liat tuh, terminator homo", kata gue sambil nunjuk si mas-mas diikuti ketawa ngakak kita bersama. Misi dia ke masa lalu untuk memperkosa John Connor biar trauma dan gak jadi pemimpin perang di masa depan. Senjata dia bukan machine gun, tapi dildo yang berputar asimetris.

Kelar makan, tiga orang perokok (Aan, Eki, dan Apis) udah mulai resah, gak nyentuh rokok abis makan kata mereka ngebuat mulut asem. Kalo gue sih abis makan bikin pantat gue asem, kebelet pengen boker. Kita bergerak lagi dari food court di Gading 3 menuju La Piazza. Jalan menuju kesana seperti petualan Tom Sam Chong mencari kitab suci. Jauh banget. Untungnya gak ada monster laba-laba. Sampe di La Piazza ternyata lagi ada live performance band gitu. Entah band apa namanya. Cocok banget. Kita jadi punya tontonan. Kita langsung duduk-duduk ti tangga sambil ngeliatin band itu membawakan satu demi satu lagu yang ada.

Saat lagi duduk-duduk itu, tiba-tiba ada dua orang cewek lewat depan kita dan duduk gak jauh dari kita. Dari dua cewek yang liwat, terlihat satu cewek yang cakep. Yang satu lagi? Ehm... Hanya Tuhan yang tahu. Gue, Eki, dan Aan langsung nantang Apis untuk kenalan dengan cewek itu. Alasannya sebagai pembuktian kenormalan dia di depan kita. "Oke" kata Apis meng-iyakan tantangan dari kita. Pertama-tama kita mencari alasan untuk ngobrol sama cewek itu, dari hasil rembukan ada tiga alternatif terbaik :
  • Belagak pinjem korek
  • Pura-pura jatoh di depan dia sambil guling-gulingan
  • Buka baju dan celana sambil lari keliling La Piazza
Berhubung alternatif kedua dan ketiga bakal membuat kita berurusan sama pihak berwajib atau Rumah sakit setempat, cara pertama dipilih sebagai metode pendekatan. Kita juga udah ngeliat cewek itu lagi nyulut rokok buat diisep dimulut (gak mungkin kan diisep di idung?). Dengan gagah rupawan dan elegan Apis langsung berjalan mendekati wanita itu. "Mbak, boleh pinjem korek gak?", cewek itu tentu saja mengiyakan. Anehnya, Apis gak berbicara apa-apa lagi dan langsung balik ke kita setelah rokoknya nyala.

"Ah, muke dempulan.." lapor Apis begitu balik ke kita. Ternyata dia males kenalan lebih lanjut begitu melihat lebih dekat. Yang dimaksud muka dempulan adalah wanita-wanita yang suka memakai make up terlalu tebal, sehingga jika ada nyamuk yang hinggap di muka itu akan terjebak gak bisa terbang lagi. Make up itu seperti pasir hisap saking tebalnya, mungkin sekitar 5 cm.

"LO NGAPAIN PINJEM KOREK!!?? GUE ADA KOREK!! AHH LO MAU KENALAN DOANK YA!" tereak gue, Eki, dan Aan begitu Apis menyampaikan laporan itu ke kita. Udah gitu Eki ngelempar 3 biji korek ke lantai deket cewek dempul itu. Teknik pelemparan itu secara pelan-pelan, satu per satu, untuk menimbulkan efek dramatis. "Nih!! Ada tiga biji!! Lo juga udah punya satu!! Ngapain minjem!? Mau kenalan aja pake gaya pinjem korek!!". Tentu aja si cewek dempul itu ngeliatin Apis, ditambah dengan palanya dia geleng-geleng kayak orang India. Berasa cakep karena diajak kenalan. Apis tentu aja tengsin berat. Muka-nya memerah kayak pantat babi kebanyakan ditampar. Pembuktian kejantanan dia dijadikan objek keisengan kita bertiga.

"Anjing lo semua.." kata Apis sambil sok cool ngerokok. Gak beberapa lama dia langsung bilang "Cabut yok!" karena udah gak tahan dikata-katain kita bertiga. Gak juga sih. Emang waktu udah terlalu malam. Takutnya kalo sampe rumah, rumahnya udah pindah. Kita pun pulang menuju rumah masing-masing. Dan untungnya, rumah gue masih ada di alamat yang sama. Hehee. Sapa juga yang kuat mindahin rumah?

Ciaoo...
mari kita lanjut...