Jumat, September 25, 2009

Perjalanan ke Kota Horas

Lebaran hari ke-2. Mungkin lebaran adalah satu-satunya perayaan yang mempunyai banyak hari. Ada Lebaran hari ke-2, ke-3, ke- 4, dst., yang secara otomatis akan membuat liburan-nya mertambah panjang. Kenapa beberapa hari? Karena Lebaran mempunyai tradisi sakral yaitu mudik ke kampung halaman masing-masing. Membuat beberapa daerah tujuan mudik menjadi padat dan sumpek, dan jalanan menjadi macet.

Banyak dari mereka yang rela bersusah payah dalam perjalanan hanya untuk sekedar bertatap muka dengan keluarganya, di tanah asalnya. Seperti menempuh kemacetan sejauh 10 Km dengan kondisi jalan menanjak. Bagai naek Roller Coaster yang mati mendadak. Ada juga yang desek-desekan di kereta, bahkan sampe duduk di kakus WC selama 10 jam lebih. Kemungkinan sambil nyambi kerja jadi penuntun buang hajat. Anak kecil juga suka dilempar-lempar kalo dalam keadaan hectic rebutan bangku kereta. Biasanya anaknya dimasukkin dulu lewat jendela buat nyelip-nyelip cari duduk. Sungguh orangtua yang baik dan kreatif.

Tahun ini, gue ikut merasakan kegiatan mudik tersebut. Berangkat pada Lebaran ke-2, tepatnya hari Senin 21 September 2009, jam setengah 12 siang gue berada di bangku pesawat ber-merk Lion untuk berangkat menuju Medan. Di dalam pesawat tanpa kerjaan apapun membuat gue bernostalgia mengingat pengalaman mudik gue dulu, saat gue masih bocah tengik penyuka musik SKA. Suka pake kemeja Hawaii dan dompet berantai.

Gue ke Medan naik bus Big Bird gede berwarna biru. Dalem bis itu ada sekitar 20 orang, termasuk gue. Perjalanan itu gak bakal gue lupain. Bersama keluarga gue selama 3 hari perjalanan, dengan segala macam tingkah polah yang ada. Belum lagi kondisi jalan yang seringkali rusak, membuat gue lonjak-lonjak di bangku belakang bus. Pusing tak tertahan.

Kalo misalnya kita kebelet dan mau pipis atau BAB, kita biasanya minggir dan menepi di mesjid-mesjid atau rumah makan. WC yang disediakan adalah sebuah mimpi buruk untuk orang-orang higienis. Kadang WC-nya cuma berupa lubang tanpa kejelasan apapun. Ada juga yang make kakus, tapi ada "oleh-oleh" dari pengguna sebelumnya. Yang unik, ada jamban yang ada lele di dalemnya. Jadi sambil kita duduk jongkok, kedengeran suara kecipak-kecipuk. Seperti lagi buang hajat di pinggir sungai. Yah... Daripada di pinggir hutan? Bisa-bisa diseruduk babi hutan.

Sepanjang jalan lintas Sumatra banyak terdapat rumah makan atau restoran, yang didominasi oleh masakan dari daerah Padang. Harga makanan di tempat ini biasanya melonjak lebih tinggi dari biasanya. Tugas om gue yang marah-marah kalo misalnya ditemukan ayam goreng seharga 20 rebu di daerah terpencil, tempat jin bikin anak. Udah gitu gue juga gak yakin makanan yang disajikan itu bener dimasak atau cuma dijemur di matahari. Rasanya apek, asem, dan kecut. Well, daripada gue sekarat kelaperan? Hajar bleh.

***

Sakit kepala hebat membangunkan gue dari lamunan. Pelipis gue serasa ditusuk-tusuk jarum. Beribu-ribu jarum. Ini lah yang disebut efek pilek, berupa ingus yang membuat pusing. Gue liat keluar, terlihat gedung-gedung mini, pertanda gue udah sampe di kota Medan. Gak beberapa lama, pesawat yang gue naikin mendarat dengan selamat, walaupun sempet dag-dig-dug karena pesawatnya oleng kanan-kiri ditiup angin.

Keunikan dari bandara Polonia Medan adalah tidak adanya fasilitas troli yang bisa gue pake untuk naro barang-barang. Semuanya udah dikuasain sama kuli panggul yang berjumlah puluhan. Untungnya, barang gue gak banyak. Gue bisa langsung jalan ke depan terminal, naik mobil, dan jalan-jalan di kota Medan. Berwisata makanan, karena Medan terkenal dengan makanan-makanannya yang enak-enak dan unik-unik. Perut gue juga makin buncit-buncit.

Lalu lintas di Medan membuat ketel emosi gue mendidih. Keberanian para supir di Medan membuat gue kagum dan kesel. Mereka tidak mengenal adanya rem sebagai pengurang kecepatan. Mungkin masih ingat dengan teori Merah = Berani di post gue sebelumnya, ternyatagak ada lampu merah pun mereka tetep berani. Contohnya saat lagi muter dan moncong mobil udah masuk di jalan. Mereka gak bakalan ngasih jalan, malah justru menginjak pedal gas dalem-dalem. Seakan-akan jalanan adalah wahana Bomb-bomb Car di Dufan.

Setelah melalui jalanan yang lalu lintasnya semrawut itu, gue sampai di rumah nenek gue dan berkumpul sama sodara-sodara gue. Saat gue kumpul itu lah gue menemukan fakta bahwa anak kecil sekarang udah terkontaminasi. Sepupu gue yang masih kecil ajah udah sibuk minta hape ke gue, mau update facebook dan online YM. Setelah dapet hape, dia jadi autis. Sesaat kemudian, hapenya direbut. Ternyata dia lagi wall-wall an sama cewek dan cewek itu curhat tentang pasangan mana kah yang harus dia pilih. Anak SD kelas 5 udah berbicara pasangan? Waow. Hal itu diperparah dengan ucapan keponakan gue yang umurnya 4 tahun. Dia bilang, "Ih, abang pacaran. Kalo pacaran itu khan cium-ciuman". Kata-kata itu membuat nyokapnya panik.

Hari kedua di Medan, gue menuju satu daerah yang selalu di analogi kan sebagai Cimanggis-nya Medan. Yang berarti tempat yang sangat jauh dari peradaban hidup manusia. Tempat dimana alien dan monster Yetti tinggal. Tempat itu bernama Tembung. Ada beberapa wanita yang memiliki julukan unik di daerah ini. Julukan itu adalah "Peragawati Tembung". Makhluk apakah yang disematkan julukan ini? Peragawati Tembung adalah wanita yang suka memakai baju ketat. Sangat ketat. Bajunya biasanya berwarna cerah dengan tulisan provokatif seperti "Touch Me" atau "Nasty Girl". Kemudian bedak tebal menempel di kulit wajah, seekor nyamuk bisa kepeleset kalo nempel disana. Tak lupa gincu merah menyala untuk menambah cantik wajah tesebut. Rambut peragawati Tembung gak ada yang kriting. Rambut kriting kayak gue gak laku disana. Rambut mereka lurus, walaupun hasil catokan pake setrika, lagi-lagi tak lupa dengan warna yang heboh sebagai penambah estetika. Sebagai penyempurna, tambahkah eye-shadow berwarna gelap. Niscaya, itu lah "Peragawati Tembung".

Hari ketiga, gue masih berkeliling kota Medan dan mencari secercah oleh-oleh. Gak taunya, semua tempat oleh-oleh masih tutup dan pada akhirnya gue karaoke sama sodara-sodara gue. Berlomba-lomba membesarkan suara untuk nyanyi sambil bergoyang, berdendang bersama. Sampai-sampai dua buah microphone wireless-nya mati. Kemungkinan karena tersumbat air ludah kita yang kental, efek suka ngemil tepung kanji.

Besoknya,gue kembali lagi ke bandara Polonia. Naik pesawat menuju kota raksasa bernama Jakarta. Sesampainya di udara, melihat perbedaan besar antara daratan Sumatra dengan daratan Jawa. Perbedaan itu terletak pada masih banyaknya gunung dan pepohonan rindang di daratan Sumatra. Gue juga sempet ngeliat danau Toba dari atas pesawat, sungguh indah. Sedangkan di Jawa, pemandangan didominasi bangunan-bangunan dan sawah-sawah lebar. Dari atas udah terbayang padat dan sumpeknya pulau itu. Pulau tempat gue menapak nanti saat mendarat. Tepatnya di kota Jakarta.




Sebelum belok ke Depok.



Ciaoo...
mari kita lanjut...

Minggu, September 20, 2009

Rayakan Kemenangan

Lebaran, sebuah hari kemenangan. Kemenangan atas hawa nafsu yang terus menggoda kita di bulan Ramadhan kemarin. Nafsu marah, syahwat, makan, dan minum. Semua adalah musuh-musuh kita selama bulan Ramadhan. Untuk itu, atas kemenangan besar yang udah kita dapat dan perang yang udah kita jalani, lebaran menjadi suatu momen untuk kita berbadan tegap dan menjadi manusia yang baru.

Pada malam sebelum lebaran, gue keluar untuk nyari Aqua gelas dan napkin. Malam itu adalah malam yang dinamakan malam takbiran. Dimana setiap orang merayakan kemenangannya itu dengan caranya masing-masing. Ada yang bersahabat dengan mikrofon di mesjid, melantunkan alunan takbir yang lantang. Anak-anak kecil memukul bedug, menyalakan kembang api dan petasan, dan berlari-larian sampai hampir dilindas mobil yang lewat. Yang remaja naik ke atas mikrolet atau metro mini dan bernyanyi lagu kebangsaan salah satu tim sepakbola besar di Jakarta yang mempunyai warna khas oranye. Gak nyambung.

Untuk mereka, malam takbiran mungkin diartikan sebagai ajang melepas nafsu yang tertahan. Berhura-hura karena tidak harus puasa. Tidak harus menahan lapar dan dahaga. Membuat kekacauan dengan nyerempet sana, nyerempet sini. Bahkan saat gue lagi minggirin mobil ke pinggir jalan yang paling pinggir, ada suara teriakan seorang makhluk yang memakai jaket hoodie abu-abu dengan motif berlebihan. Dia bilang, "NGE*******T !!!". Entah apa maksudnya. Apa itu ekspresi senang dia merayakan kemenangan? Gue rasa bukan.

***

Esokan harinya, gue terbangun oleh suara takbir yang saling berebut untuk didengar. Hari ini hari lebaran. Gue cek hape, SMS gue failed semua. Penyebabnya jelas, operator yang pamrih. Karena cuma mau nganterin SMS dengan imbalan rupiah. Sehingga kalau rupiahnya gak ada, dia menjadi sombong. Oke, gue ngaku. Gue yang pelit. Gak mau beli pulsa. Maafkan saya bapak IM3. Hehe.

Seperti rutinitas standar pada saat lebaran, pagi-pagi gue sholat ied, pulang langsung makan dan maaf-maafan, dan saat siang keliling dari satu rumah kerumah lainnya. Pada rumah pertama, gue masih bisa merasakan nikmatnya makanan yang dihidangkan oleh tuan rumah. Makanan berupa gulai tunjang dan bebek cabe ijo sukses gue lahap dengan penuh suka cita plus cucuran keringat seperlunya. Perut kenyang, duduk pun ngangkang. Kenyang.

Problem muncul saat rumah keempat, dimana perut gue udah mencapai kapasitas penyimpanan maksimum. Makanan terlihat seperti musuh yang harus dihadapi, walaupun kita gak suka ngeliatnya. Apalagi rumah ini terkenal dengan legenda "Makanan Terbang". Legenda ini gak kalah dari "Legenda Uler Putih" atau "Legenda Sinetron 3D Maksa". Berkisah tentang seorang nenek yang mewajibkan para tamunya, terutama yang masih muda, untuk makan yang banyak. Gak peduli walaupun perutnya udah kayak busung lapar, buncit. Mungkin dalam kasus ini, namanya busung kenyang.

Gue yang lagi duduk, nonton TV, dan gak berniat makan tiba-tiba ditarik ke arah ruang makan. Ditungguin dan dipaksa ngambil makanan yang ada. Berhubung gue anak yang baik seperti Unyil, gue mengambil makanan dengan maksud menghormati tuan rumah. Gue ambil nasi sedikit dengan satu potong paha ayam panggang. Saat gue mau ke sofa untuk makan, secara ajaib tiba-tiba muncul satu potong daging rendang di piring gue. Gak beberapa lama ada sambel goreng ati. Selang waktu sepersekian milyar detik muncul lagi ayam goreng dan ikan tongkol. Apakah gue salah masuk ke acara The Master?

Saat gue dongakin kepala untuk ngeliat keadaan sekitar, gue ngeliat pesulap yang berhasil memunculkan banyak makanan di piring gue itu. Itu bukan Joe Sandy atau Deddy Corbuzier, itu adalah nenek gue sendiri. Beliau ngelemparin semua makanan itu ke gue, "Anak muda kok makannya dikit!? Ini ambil yang banyak!!". Gue gak bisa berbuat apa-apa lagi. Cuma ngeliat piring gue yang penuh trus nyengir-nyengir kayak tupai ke nenek.

"Heee... iyaa...", kata gue.

Abis itu gue langsung cabut ke sofa, karena gue liat beliau udah siap-siap mau ngambil sayur. Disana gue duduk dan makan setumpuk makanan yang ada itu. Dibuang gak mungkin, gue benci membuang-buang makanan.

***

Terus terang, gue gak suka ngerayain abisnya bulan Ramadhan secara berlebihan. Simple, karena gue masih gak bener di bulan Ramadhan. Itu akan membuat perayaan tersebut jadi absurd. Gak jelas apa yang gue rayain. Siang hari mata gue masih suka belanja kalo ada makhluk halus yang berpakaian seksi lewat di depan gue. Atau ada di seberang gue, dan gue nyamperin. Kemudian masih suka ber-ghibah ria sama temen-temen dan berwisata komentar kalau ada yang berkelakuan aneh. Seperti kalau ada yang pake celana beset-beset. Mending kalo besetnya cuma kecil, tipis, dan ada di salah satu bagian aja. Ini di seluruh celana, membuat dia terlihat sebagai gembel. Lebih parahnya lagi, dia harus bayar untuk terlihat seperti gembel.

Jadi, mengenai celana gembel itu... *STOP*

Ya, seperti itulah. Walaupun gue gak makan dan gak minum, gue merasa ibadah gue di bulan Ramadhan masih cupu banget dan sama sekali gak pantes untuk dirayain. Sholat lima waktu aja masih suka bolong-bolong, apalagi sholat taraweh. Bolongnya udah kayak tambang Freeport di Tembagapura.

Gue gak se-percaya diri mereka-mereka yang berkeliling kota di atas metromini sambil tereak-tereak.

Gak se-percaya diri mereka yang naik motor beriringan dengan pasangan yang memeluk dari belakang.

Gak se-percaya diri mereka yang main petasan sampai menyebabkan kebakaran.

Gue malu. Gue belum menang.

***

Poin yang gue suka dari lebaran adalah kumpul-kumpul dengan keluarga. Bercanda tawa dengan sepupu-sepupu gue yang gokil-gokil. Om dan tante gue yang suka ngatain anaknya sendiri dan anak orang lain. Kemudian silaturahmi ke rumah nenek-kakek gue. Terlihat kebahagiaan pada raut muka beliau karena didatengin anak-cucu nya. Terlihat dari cara beliau memastikan cucu-nya mendapat asupan gizi yang cukup.

Kemudian lebaran adalah sebuah ajang untuk kita saling memaafkan antar sesama manusia. Siapapun itu. Baik kawan maupun lawan. Untuk itu, gue juga mau mengucapkan kata maaf sedalam-dalamnya dari lubuk hati gue yang paling dalam. Gue sangat mengerti kalau selama ini banyak perkataan dan perbuatan gue yang menyakiti ataupun menyinggung perasaan orang. Pada lebaran ini, gue memohon maaf sedalam-dalamnya dan berusaha memperbaiki diri agar menjadi manusia yang lebih baik.

Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
"Jangan terlalu banyak makan, nanti sakit perut"

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Selasa, September 15, 2009

Award & BLOGAN 2009

Waow. Blog gue bisa bertahan, masuk ke Top 5 Blogan of The Week 3. Terima kasih banyak ya yang udah mau susah-susah masuk ke account email masing-masing, ngetik subject dan isi email, dan nge-klik tombol send untuk mengirim vote buat blog gue. Sekali lagi gue mau bilang terima kasih, dan mengharapkan lanjutan dari vote itu. Hehe. Dikasih hati minta sate usus. Vote terus ya blog gue, caranya tetep gampang banget kok :

kirim aja email ke : info@pramborsfm.com
Subject email-nya : VOTE BLOGAN 2009
Isi email : www.ikankriting.blogspot.com

Simple banget khan, ayo kirim sebanyak-banyaknya. Mumpung bulan Ramadhan. Soalnya kalo udah gak bulan Ramadhan, gak ada lagi BLOGAN 2009. Hehe. Selain mau kampanye blog, gue juga mau pamer award nih. Sebuah award berharga dari DhiKANDANG, dengan ketentuan yang gue gak ngerti sama sekali. So, gue cuma bisa majang aja tanpa langkah yang seharusnya gue lakukan. Maafkan saya. Saya bingung.

Seperti artis-artis yang suka ada kata-kata sambutan kalo nerima award. Gue mau persembahin award ini buat karolina, gitar kuning gue yang selalu menemani gue di saat sepi. Kemudian setiap abang angkot yang selalu loyal melewati jalan yang ada tanpa berubah sama sekali. Mungkin ada baiknya anda sekali-sekali kreatif dengan melewati jalan lain. Tapi perlu diingat, jangan saat saya sedang naik disana. Lalu sepatu converse putih-pink yang pada awalnya terlihat memalukan karena membuat gue tampak seperti pria kemayu penyuka warna pink dan sesama jenis. Terakhir, untuk para tukang sayur yang telah membantu saya memperoleh asupan gizi yang cukup. Zat besi, vitamin A, B, C, D, E, F, G, sampai Z sekalipun. Dan juga tukang ojeg yang selalu minta bayaran lebih karena gue pulang terlalu malam. Mungkin jalanannya berubah berkelok-kelok kalau malam yah Pak?

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Senin, September 14, 2009

Panasnya Ramadhan

Hari ini gue kuliah siang, baru masuk jam 14.00. Untuk bisa sampai ke kampus jam segitu, gue harus berangkat dari rumah jam 13.00. Saat dimana matahari dengan gagahnya mengeluarkan panasnya tepat di atas kepala gue. Terik, menyengat, dan bikin gue males kuliah. Ditambah keadaan gue yang lagi puasa, yang berarti tidak ada minuman penyegar untuk ngurangin panas yang bertamu ke kulit gue.

Setan ternyata terkurung selama bulan Ramadhan. Walaupun keadaan di luar kayak di dalem microwave, gue tetep maju tanpa menyerah menuju kampus. Berniat menuntut ilmu demi kemajuan bangsa, negara, dan otak gue. Gue pun berangkat menuju kampus naek angkot-angkot yang dengan setia menemani gue dengan imbalan yang telah ditentukan.

Sesampenya di jalan raya Bogor, tepatnya di daerah PAL, terjadi kemacetan hebat. Udara panas ditambah terjebak di dalam angkot yang pada saat itu isinya padat membuat emosi gue membumbung tinggi. Apalagi abang angkot sempet-sempetnya ngetem di tengah jalan, membuat kuping gue diserang suara klakson yang cempreng. Harmonisasi klakson memang menjadi lagu wajib disaat macet.

Sopir angkot pun terkadang terbawa emosi dengan keadaan panas ini. Seringkali gue merasa seperti lagi disupirin sama Sebastian Loeb karena kemampuan si supir angkot untuk ngepot mendahului angkot lain yang ada di depannya. Sampai-sampai hampir nabrak ibu-ibu berjilbab yang sedang menenteng pisang. Ibu-ibu itu berkata, "Sialan! Nyetir kira-kira donk!".

Hey! Ibu-ibu itu ikutan panas juga!

Kalau di luar angkot ada Ibu-ibu yang protes, di dalem angkot juga gak mau kalah. Ibu-ibu, yang terbukti lebih ekspresif dibanding bapak-bapak, juga ikutan protes. "Bang! Jangan ngebut-ngebut! Ada anak kecil nih!", kata si Ibu. Nada bicaranya seakan-akan supir angkot sedang beradegan ciuman di depan anak dia dan takut kalo-kalo ditiru sama anaknya.

Ngebut salah, lambat gak jauh beda. Banyak juga angkot yang jalannya kayak siput kena garem inggris. Nenek-nenek naek sepeda satu kaki jauh lebih cepet jalannya dibandingin dia. Biasanya sang sopir peduli setan sama keadaan dunia sekitarnya, dan seenaknya berhenti kalo orang ada dia anggap sebagai "Calon Penumpang". Tiap orang yang lagi bengong di pinggir jalan dianggep calon penumpang. Kadang orang yang lagi jalan di dalem gang ditungguin juga. Padahal jarak dari tempat dia jalan menuju angkot masih jauh dan orang itu jalannya lambat. Parahnya lagi, dia gak pengen naek angkot. Mungkin dia mau ngaspal jalan. Kalau kayak begini, gue cuma bisa menghela nafas dalem-dalem dengan bunyi "HEHHHH......." yang keras. Berharap si supir sadar kalo gue buru-buru. Sayangnya, dia tuli.

Bawa mobil sendiri apalagi, membuat gue serasa maen Grand Theft Auto. Nafsu gue untuk nabrak-nabrakin kendaraan yang ngeselin meningkat 1000x lipat. Angkot dan motor adalah dua tersangka utama penyulut emosi gue. Mereka berdua suka selap-selip seenaknya tanpa aturan. Sayangnya, ini dunia asli, bukan game. Kalo di Grand Theft Auto, mobil rusak langsung ditinggalin di pinggir jalan, lanjut nyolong mobil baru. Dalam dunia nyata, mobil rusak bisa menyebabkan luka cakar di muka gue. Apalagi kalo nabraknya motor. Dalam game, orangnya fiktif dan gak punya keluarga. Dunia asli? Ketok magic hanya berlaku untuk body mobil, bukan kepala orang. Solusinya, gue setel MP3 Player sambil nyanyi Setengah Lima dengan keras.

"MATI SURIIII DI TAMANNNNNNN.....!!!!"

Sampe di kampus, terlindung oleh atap, panas matahari gak bisa menyombong lagi. Keadaan udah mulai adem. Gue bergerak menuju selasar gedung E untuk duduk sambil rehat. Well, di sini kulit emang gak terasa panas lagi. Sekarang giliran mata yang panas. Maksud panas disini bukan gue menjelma menjadi Cyclops yang bisa ngeluarin laser dari mata. Panas yang satu ini adalah panas karena ngeliat "Makhluk Halus" yang sliweran memakai baju fitness yang terbuat dari katun dan jeans. Atas baju katun, bawah celana jins. Ketat abis. Menghambat pertumbuhan. Sedikit eksibisionis, memang. Kalo aja keadaan ini terjadi bukan di bulan puasa, gue akan sangat berterima kasih sekali karena mau berbagi rejeki-nya masing-masing. Tapi berhubung ini bulan puasa, hal ini sangat memanaskan mata.

Itulah bulan Ramadhan, bulan pendinginan. Kayak di senam SKJ waktu SD dulu, selalu ada pendinginan untuk badan yang capek abis senam. Pada bulan ini organ-organ di dalem perut gendut gue yang selama 11 bulan non-stop dihajar sama berbagai macam makanan dan minuman, diistirahatkan selama +/- 12 jam per hari selama 29/30 hari. Sebuah mesin yang terbuat dari besi aja butuh istirahat, apalagi badan yang terbuat dari darah dan daging.

Tentu aja, segala sesuatu gak bakal terasa nikmatnya tanpa pengorbanan. Seperti kuliah yang butuh UTS dan UAS untuk menguji kebisaan seseorang, puasa selalu digoda oleh cuaca panas, kepala panas, dan mata panas. Apakah gue lulus ? Semoga saja.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Kamis, September 10, 2009

Reportase dari Perpus Kampus

Disinilah gue sekarang, di perpustakaan FISIP UI yang bernama MBRC (Miriam Budiarjo Research Center). Saat ini jam menunjuk angka 12.33 siang, perpustakaan sangat ramai, hampir-hampir seperti pasar. Ada yang duduk di lantai kayak gembel, ada yang mukanya serius ngeliatin leptop, dan ada juga yang lagi ngoceh gak jelas. Ngomongin Anang-Krisdayanti, mungkin mereka sodara-an sampe sebegitu concern-nya dengan hubungan Anang-Krisdayanti yang retak karena masalah harta dan perselingkuhan. Loh? kok saya juga tahu? Tentu saja, televisi membuat kita mengetahui hal-hal yang seharusnya tak penting untuk diketahui.

Perpustakaan FISIP berbeda dengan perpustakaan pada umumnya yang mengedepankan ketenangan dan ketentraman dalam membaca. Di sini adalah sebuah perpustakaan yang membolehkan seorang resepsionis penitipan tas untuk memutar lagu "Cari Jodoh" dengan speaker aktif, lengkap dengan volume yang besar.

Kemudian ada lounge, tempat para mahasiswa bersantai dan membaca koran. Dalam perpustakaan ini terdapat dua lounge, lounge lantai 1 dan lantai 2. Lounge lantai 1 gue kasih julukkan "Scarlett". Julukan itu didapat karena lounge yang mempunyai alas lantai berupa karpet berbulu ini mempunyai TV 30 inch bermerk LG dengan seri Scarlett yang siap dipakai untuk nonton acara-acara TV yang ada. Selain itu ada juga sofa empuk lengkap dengan dua bantal panjang yang sangat nyaman untuk dipakai dikala lelah menghampiri. Tinggal nyender, tutup mata, dan tidur. Ini perpus apa hotel ya?

Pada awalnya, Scarlett adalah daerah terlarang untuk bersantai-santai. Dahulu kala pada saat awal kemunculannya, Scarlett dijaga oleh seorang bapak-bapak berpotongan rambut belah tengah yang kacamatanya selalu turun setengah hidung. Kalau ngeliatin orang selalu nunduk, kemudian ngintip dari balik kacamatanya. Cara memandang yang sangat gue benci, pandangan mata tidak bersahabat.

"Mau ngapain? Gak boleh kesini kalo gak baca!", kata dia dengan tatapan mata sinis ke gue.

"Engg... mau.. baca...", bales gue ke dia.

Gue terpaksa berbohong demi menghindari terik matahari yang sangat panas pada saat itu. Demi duduknya gue di sofa empuk itu. Implikasi dari kebohongan gue itu, gue harus bergerak ke rak buku dan mengambil salah satu buku yang ada. Pilihan gue jatuh pada buku DOKUMEN RAHASIA CIA, entah buku apa itu. Isinya penuh dengan tulisan dengan font yang kecil, bikin gue pusing bacanya. Yang penting pada akhirnya gue bisa duduk dengan nyaman dan mendapat ide untuk ngerjain temen gue. Caranya adalah :

  1. Manggil temen gue buat duduk di sofa,
  2. Temen gue nurut, langsung bergerak menuju sofa,
  3. Bapak berambut belah tengah menghadang,
  4. Temen gue gelagapan,
  5. Temen gue diusir,
  6. Gue tertawa puas.
Lounge yang ke-2 ada di lantai dua. Beda dengan Scarlett yang TV-nya jarang-jarang idup, TV di tempat ini selalu hidup setiap saat, memanjakan ibu-ibu penjaga perpus dengan asupan gosip dari acara infotainment yang gak ada abisnya ngebahas kegiatan selebriti. Selebriti bangun tidur aja masuk TV, naek kuda masuk TV, dan bahkan lagi belanja di pasar masuk TV. Gak heran kalau kita mengenal mereka seperti keluarga sendiri.

Dua lantai udah dibahas, sekarang tinggal lantai terakhir, lantai 3. Tempat gue berada saat ini, di pojok ruangan bersama laptop HP gue yang bernama Samira. Lagi kencan bersama, bahu membahu membuat proposal skripsi. Ralat, bukan membuat, tapi menyusun... dari berbagai macam sumber yang ada. Terima kasih untuk Prof. Google M.Sc. .

Di samping kiri gue ada sebuah pilar berwarna oranye, dengan steker yang menempel di badannya. Dari tiga steker yang ada, ada satu steker yang mempunyai kisah dengan gue pada hari kemarin. Steker itu memiliki dua lubang, seperti steker pada umumnya. Bedanya, salah satu dari lubang itu hangus berkat jasa-jasa yang gue berikan. Membuat gue menjadi penjahat tanpa tanda jasa.

Bagaimana caranya gue bisa membumi hanguskan steker itu? Proses-nya cukup panjang, memakan waktu sekitar 4 jam. Semua dimulai dari siang hari, gue membawa kabel roll yang bisa untuk dicolokin banyak kabel. Gue membawa ini karena gue males rebutan steker, karena biasanya siang hari itu perpustakaan lagi penuh-penuhnya dan gak ada tempat untuk nyolokin kabel leptop gue. Daripada gue berdiri nungguin, atau sampe hati nyolokin kabel diidung orang karena emosi, mendingan gue bawa steker sendiri.

Awal mula gue colokkin roll kabel itu ke steker perpus, udah ada indikasi kalo roll kabel itu ngaco. Berkali-kali ngejepret, timbul pecikan api. Tapi walaupun ada percikan api, listrik tetep nyambung ke leptop gue. Gue tetep cuek.

*4 Jam Kemudian*

Laptop gue tiba-tiba mati. Padahal bukan lagi mati lampu. Semua terlihat fine-fine ajah, kecuali laptop gue yang mati total. Gue liat ke arah steker, ternyata ada yang nyabut roll kabel gue. Sontak emosi gue terbakar, gue lagi enak-enak ngerjain proposal tiba-tiba ada yang seenak jempol kakinya nyabut roll kabel gue.

Gue langsung bilang, "Siapa yang nyabut nih!?"

"Ini mas... meleleh...", kata orang yang nyabut roll kabel gue sambil nenteng kepala kabel yang batang besinya cuma tinggal satu. Bau karet kebakar langsung menyeruak, sama kayak di Bekasi minus debu-debu yang berterbangan. Gue langsung ngambil roll kabel gue itu, besi di kepala kabel cuma tinggal satu. Satunya lagi ngumpet dan ketinggalan di steker naas yang udah angus itu. Kabelnya sendiri lonyot kayak mie yang udah lodo,lembek-lembek gitu.

Gak beberapa lama, petugas perpus dateng ngeliat steker itu. Orang yang nyabut roll kabel gue manggil dia untuk ngebenerin steker yang udah mateng, siap dimakan itu. Dengan sigap, gesit, dan cekatan gue taro roll kabel itu di bawah dan memasang "muka malaikat". Seakan-akan berkata, "Bukan saya pak!".

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Senin, September 07, 2009

BLOGAN 2009

Wah, senangnya. Setelah tadi disuruh ngelawak di depan anak-anak baru, pas nyampe rumah dan browsing, ternyata gue masuk Top 5 Blogan Of The Week 2. Untuk itu mau minta bantuan nih buat voting blog gue biar menang. Siapa tau hadiahnya jalan-jalan ke Amerika. Lebih tepatnya silaturahmi ke rumah Megan Fox.

Cara vote-nya gampang,
kirim aja email ke : info@pramborsfm.com
Subject email-nya : VOTE BLOGAN 2009
Isi email : www.ikankriting.blogspot.com

Eniwei. Hari ini gue disuruh jadi pembicara dadakan buat acara buka puasa bersama jurusan gue, ADM Fiskal. Setelah sebelumnya jadi tumbal disuruh nyanyi tanpa persiapan. Gue ditanyain sama moderator, "Bagaimana caranya bisa survive di kampus FISIP?". Menurut gue pertanyaan ini cukup aneh. Kampus disamakan dengan hutan belantara, dimana orang harus survive kalo mau hidup disana. Seperti tentara yang harus makan cacing, serangga, atau ular. Karena ini konteksnya di kampus, bukan di hutan, mungkin gue harusnya menjawab "Gue bisa bertahan hidup dengan cara nyedot isi spidol dan makan halaman diktat kuliah secara teratur".

Kalau dipikir-pikir, gue sangat survive . Mengingat sampai saat ini gue masih di kampus. Oh, hebat. Di dunia yang pada saat ini terasa asing buat gue. Gue bisa membuktikan : Gue masih hidup. Gue masih ada di kampus. Survive.

Oiya, buat yang nge-vote, makasih banyak yaa. Untuk yang enggak, jangan lupa bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi.

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Minggu, September 06, 2009

Buka Puasa dengan Cerita

Sabtu, suatu hari yang panas di bulan Ramadhan. Gue berangkat dari rumah jam 11 pagi menjelang siang menuju kampus untuk ikut kenalan angkatan 2009, sebuah acara kenalan antara angkatan gue (2005) dengan mahasiswa yang baru masuk kampus. Acara dimulai jam 12 siang, anak 2009 disuruh nge-desain suatu produk. Pada awalnya gue mengira dia menawarkan kondom yang ujungnya runcing. Ternyata salah. Itu bulpen yang bisa nyemprot cairan anti-ngantuk. Cocok buat mahasiswa yang doyan dugem. Ada lagi yang nge-desain Jatas, Jaket-Tas, sebuah jaket yang menyatu dengan tas punggung. Jaket ini bagus sekali, terutama untuk orang yang mau terlihat kayak kura-kura atau Quasimodo dari Hunchback Of Notredame.

Setelah acara disain-disain produk itu. Mulailah acara sebenarnya, ketemu angkatan 2005-2009. Pada awalnya, kita mau memakai konsep senior yang galak dan berwibawa. Tapi apa mau dikata, konsep itu gak cocok sama kegilaan yang ada di otak angkatan gue. Konsep yang dipake jadinya konsep Opera Van Java. Ada 1 dalang bernama Dadan dengan dua orang tukang ngocol bernama Mirzal dan Aan. Kerjaannya ngatain anak-anak baru. Salah mereka sendiri, ada yang fotonya jadi Ken Arok lengkap dengan pakaian adat Jawa yang mamerin pentil tete-nya. Dengan senang hati gue ambil spidol permanen warna silver dari kantong depan tas gue. Gue warnain pentilnya dengan warna silver dan menyematkan julukan "Pentil Chrome" ke dia.

Selesai temu angkatan, gue diajakin Wilman buka puasa bareng di Senayan City. Wilman adalah temen seangkatan gue yang dikenal dengan julukan "Don Juan dari Selatan". Selain dia, ada juga Albert dan Ido. Albert juga temen seangkatan gue, julukan dia "Don-O dari Perut Neraka" karena kemiripan dia dengan komedian terkenal Indonesia : Dono Warkop. Sedangkan Ido adalah seorang putra daerah Lampung yang mempunyai teman seorang personil Kangen Band. Suka make anting di kuping. Untungnya bukan di kuping kanan.

Perjalanan menuju Senayan City merupakan neraka untuk para pengendara mobil. Macet total, gerak irit, dan melodi klakson. Untungnya bukan gue yang nyetir, bisa-bisa pahala puasa gue yang tinggal dikit karena ngata-ngatain anak baru jadi makin dikit karena banyak memaki. Setelah 1 jam 45 menit di mobil, dengan melalui pemeriksaan oleh security Senayan City, kita sampe juga ke tempat tujuan.

Senayan City, sebuah mall untuk kaum socialite, berisi barang-barang mewah yang tak terjangkau oleh kantong kempes gue. Kolor aja harganya 500 ribu per biji. Mungkin dilengkapi kipas angin biar gak kepanasan. Pada saat itu, gue gak peduli sama barang-barang itu. Tujuan utama gue kesini untuk buka puasa, makan & minum. Untuk itu gue langsung menuju food court yang terletak di lantai atas, menuju warung Pak Kolonel Sanders.

Sesampenya di food court, gue melihat lautan manusia lagi duduk menunggu beduk. Jam udah nunjuk angka setengah 6 lewat. Gak ada lagi bangku kosong yang sudi didudukin sama pantat gue dan temen-temen, yang pada saat itu bertambah dua orang lagi. Ukky dan ceweknya bernama Echa. 3 kali gue tawaf di areal food court, tiga kali juga gue gak nemu bangku kosong. Sial. Sampe beduk buka pun gue tetep gak nemu tempat duduk, sampe akhirnya gue mutusin untuk beli Milo di Wendy's buat ngebatalin puasa gue.

15 menit setelah buka puasa, gue baru dapet tempat duduk. Itupun di meja yang nempel sama pilar, untuk ngobrol ke seberang gue musti nengok ke kanan dulu kayak adegan film India kalo lagi pacaran maen umpet-umpetan di pohon. Setelah nandain tempat duduk gue, gue langsung bergerak ke warung Pak Kolonel Sanders untuk mesen Combo Super Deal dengan tambahan 1 ayam. Total pengeluaran gue 38 rebu. Mahal. Tapi kalo dibandingin sama makanan Ukky yang beli di Tamani Kafe, gue merasa beruntung. Makanan dia cuma cocok untuk ngotor-ngotorin gigi, gak sempet sampe ke perut.

Kelar makan gede, kita ke bawah untuk nyari tempat tongkrongan yang cocok untuk duduk-duduk sambil ngobrol-ngobrol. Pilihan jatuh ke Secret Recipe yang tempatnya ada di outdoor dengan pemandangan kolam yang disinari lampu putih dari bawah. Sebuah tempat yang cukup cozy. Gue mesen orange squash, minuman termurah yang ada di daftar menu. Gak beberapa lama setelah order datanglah minuman gue berikut minuman pesenan yang lain.

Satu-satunya yang belum dateng cuma hot organic tea-nya Ido. Dari namanya, minuman itu terlihat berkelas. Saat meminta penjelasan ke mbak-mbak pelayannya minuman apakah itu, dia memberi deskripsi yang menarik.

"Itu teh yang ada sedikit rasa pedesnya", kata mbak-mbak pelayan itu. Penasaran bukan? Teh yang mempunyai rasa pedes. Ibarat pensil yang bisa dipake jadi mikrofon.

Setelah lama kita ngobrol-ngobrol, teh itu belum juga dateng. Mungkin emang di-setting begitu, mengingat betapa spesial-nya teh tersebut. Bintang tamu emang selalu muncul belakangan. Lama kelamaan, teh itu menjadi bintang tamu yang ngeselin. Udah setengah jam gak dateng-dateng juga. Kita langsung protes ke mbak-nya dan minta dianterin secepatnya. Yang mesen udah seret kebanyakan ngomong.

Dikasih peringatan, muncullah mbak-mbak nya dari balik pintu kaca. Membawa nampan dengan cangkir putih di atasnya. Pasti itu teh yang ditunggu-tunggu. Mbak-mbak pelayan dengan anggun menempatkan nampan itu ke atas meja. Nampan yang berisi cangkir dengan air putih panas, sebuah sendok, dan 1 sachet teh celup. Hot Organic Tea yang bernama elegan itu, berharga 15 ribu, ternyata gak lebih dari sebuah teh biasa yang ada di Warteg dengan harga 2 ribu. Bedanya : kalo di Warteg, kita gak usah ngaduk dan ngeracik gula. Teh-nya langsung diminum. Sedangkan ini, harus ngaduk dan meracik teh itu sendiri. Rasanya? Waow. Seperti teh Indonesia pada umumnya. Kita semua langsung ketawa ngakak ngeliat nasib sial Ido yang berani mesen teh berjudul aneh. Mungkin inilah yang disebut konsep sabar dan ikhlas di bulan Ramadhan.

"Kampret, kalo gini mah mendingan teh manis takor!", kata Ido merutuki nasibnya. Sambil minum teh yang, pada saat itu, rasanya asem dan sepet.

NB : Takor = Kantin kampus

Ciaoo...
mari kita lanjut...

Selasa, September 01, 2009

Perjalanan di Bulan Ramadhan

Menunggu. Menunggu adalah kegiatan yang sangat menyebalkan. Menunggu dengan perkiraan waktu mungkin sedikit kurang menyebalkan. Menunggu tanpa kejelasan sampai kapan harus menunggu adalah suatu hal yang sangat menyebalkan. Hari ini, gue terpaksa melakukan hal kedua. Menunggu tanpa kejelasan. Seharusnya gue menunggu kabar untuk ketemu dengan orang jam 1 atau jam 2 siang. Tapi apa mau dikata, jam setengah 4 baru ada kabar. Bulan Ramadhan memang membuat orang malas beranjak dari tempat tidur atau rumah masing-masing. Gue pun gak bisa marah. Kalau gak terpaksa, gue gak bakal mau turun dari tempat tidur. Bulan Ramadhan, bulan penuh eksepsi.

Jam setengah 5 sore, gue baru berangkat dari daerah Senen. Tujuan gue selanjutnya adalah kota yang telah menjadi bagian hidup gue selama 4 tahun, Depok. Misi gue ke sana adalah nganter cetakan 30 proposal yang baru jadi, masih anget. Terutama di bagian pundak. Tas punggung gue 2x lipet lebih berat.

Gue berangkat dari stasiun Juanda, beli karcis Depok Express jam 17.19. Kereta yang gue naikkin harga karcisnya lebih mahal ketimbang kereta ekonomi yang biasa gue naikkin. Menurut analisis gue, gue bakal merasakan kenikmatan maksimal kalo naik kereta express ketimbang naek kereta ekonomi. Gue bakal merasakan kesengsaraan maksimal. Teori gue itu terbukti benar. Beberapa saat sebelum kereta gue dateng, ada kereta butek berwarna silver yang disebut kereta ekonomi dateng menghampiri peron gue.

Jangankan di dalem, di atep kereta aja udah penuh dengan orang. Orang-orang yang rela mempertaruhkan nyawa untuk pulang ke rumah. Dalem kereta adalah mimpi buruk yang nyata. Manusia yang begitu banyaknya ditumpuk dalam lorong-lorong gerbong. Lebih parahnya lagi, orang-orang yang dari tadi nunggu di peron stasiun Juanda juga ikutan masuk secara brutal. Entah ada ruang untuk bernapas apa nggak disana. Oksigen bercampur dengan wewangian alami masing-masing individu. Menguraikan O2 menjadi B4U.

Pengalaman memang guru yang sangat berharga. Gue pernah merasakan keadaan sumpek itu, dimana napas cuma bisa setengah dan berdiri gak bisa sempurna. Badan miring sana miring sini ngikutin orang-orang yang bergerak. Apalagi kalau gue tidak cukup beruntung untuk mendapatkan pegangan tangan. Badan gue jadi seakan jadi sansak untuk didorong. Bukan cuma pake bahu dan pergelangan tangan, tapi juga pake sikut. Pengen rasanya gue lapor wasit untuk ngeluarin kartu merah bwat sang penyikut. Tapi gue lupa : Di Dalam Kereta, Hukum Rimba yang Berlaku.

Oh, pengalaman buruk. Gue gak mau ngalamin itu lagi. Mendingan gue beli karcis seharga 9.000 daripada bayar 2.000 tapi dipaksa jadi pepes ikan kering. Lagian kereta ekonomi jalannya kayak siput jalan jongkok. Gak lama setelah kereta ekonomi butek itu, kereta gue dateng. Dengan sedikit berlari, gue menuju pintu otomatis kereta dan langsung masuk kesana.

Banyak manusia di lantai. Maksud gue mereka bukan lagi break dance atau pingsan, mereka lagi duduk beralaskan koran. Akhirnya gue mengerti kenapa koran dijual sangat murah di sore hari, untuk menambah wawasan lewat pantat. Gue langsung cari spot berdiri yang enak. Berdiri. Karena mau duduk udah gak ada tempat. Mau dudukin orang takut dituduh pelecehan seksual. Udara di kereta pengap. AC cuma berasa dikit dan banyak mulut-idung meng-eksploitasi. Gue berdoa jangan sampe ada yang kentut. Setelah naro tas di rak atas, gue menikmati perjalanan dengan kereta express ini.

Jam 17.47 gue sampe di stasiun Pondok Cina. Gak ada pilihan lain, gue harus turun satu stasiun lebih jauh. Padahal seharusnya gue turun di stasiun UI. Berhubung sekarang "Uang Rem" udah gak berlaku lagi, gue gak bisa memilih. "Uang Rem" adalah sejumlah uang sakti yang bisa melambatkan atau menghentikan kereta seberat ratusan ton dengan tujuan agar sang pemberi uang bisa turun di stasiun yang diinginkan, dimana seharusnya kereta itu gak dijadwalin untuk melambat atau berhenti di stasiun. Nilai nominal "Uang Rem"? Cukup murah, hanya 3.000 saja anda bisa merasakan nikmatnya menjadi penguasa. Bisa membuat apa yang tidak bisa menjadi bisa.

Setelah turun dari kereta, gue langsung ke tukang Ojeg. Mengeluarkan biaya tambahan untuk sampai ke FISIP. 5.000 rupiah. Sama kayak ongkos Jakarta-Bogor bolak balik. Abang ojeg langsung memacu motornya, salip kanan-kiri. Sampenya di FISIP gue langsung ke musholla untuk menunaikan ibadah sholat Ashar di saat-saat terakhirnya. Injury Time.

***

Selesai ngerjain urusan gue di kampus, gue langsung pulang. Naek angkot bernama D11, setelah itu namanya 41. Angkot 41 yang gue naikin sangat modern. Punya TV kecil di atas dashboard, dua speaker gede di belakang, subwoofer, dan amplifier. TV kecil itu menampilkan Charly ST12 lagi jalan-jalan di pantai, katanya sih dia lagi SKJ. Lampu dalem angkot itu juga keren, warnanya biru dan bentuk lampunya bulat, gak persegi panjang seperti lampu dalem mobil pada umumnya.

Abang angkot berupa anak muda yang memakai topi dan memakai pakaian adat Inbox, Derings, atau Dahsyat. Angkot yang udah gue naikin itu gak kunjung gerak. Biasa, nungguin penumpang banyak. Setelah sang abang merasa cukup dengan penumpang yang ada, dia langsung memacu mobilnya. Suaranya mantap, terdengar sangat gagah. Dada bisa bergetar seketika mendengarnya. Saat kecepatan tinggi dan sang abang berasa keren, tiba-tiba mobilnya ngeden. Bunyinya, "NGUNGGGGG...." diikuti dengan matinya mesin secara mendadak. Angkot itu langsung minggir seketika. Selanjutnya, starter selama apapun mobil itu gak bisa nyala. Aki-nya soak. Yang ada cuma bunyi "NGIKK.. NGIKKK.. NGIKK..." aja kayak kuda sakit asma. Bahkan saat kritis kayak gitu, sang abang tetep aja gak mau matiin TV sama Sound System dia. Gue gak tau apakah abangnya gak ngerti kalo aki-nya gak kuat atau dia ngerti tapi gak mau tau. Pokoknya harus denger Charly lagi SKJ!

Pelajaran moral : Nafsu - Tenaga = Semaput

Akhirnya gue diungsikan ke angkot lain dan melanjutkan perjalanan gue ke rumah. Saat udah deket tempat ngetemnya angkot terakhir gue yang bernomer 69 (sampe sekaran gue gak tau alesannya dinomerin ini), langit ngamuk, ujan turun deras banget. Kampret. Perjalanan gue tertunda sejam. Gue sampe disana jam 19.00 dan naek angkot baru jam 20.00. Untuk menunggu, gue ke Alfa Mart beli susu 1 liter. Pengganti makan malem untuk buka puasa.

Selama perjalanan terakhir menuju rumah gue, suasana sangat gelap gulita. Bukan cuma karena hari udah malem, tapi ditambah mati lampu di sepanjang jalan Pekapuran nan panjang itu. Saat gue turun dari angkot untuk melanjutkan perjalanan ke rumah gue pake kaki, gue disuguhi jalan yang gelap. Langit juga ikutan gelap, sinar bulan diumpetin awan mendung.

Korban pertama dari gelapnya suasana itu adalah telapak kaki. Baru jalan selangkah, kerikil tajem udah nuncep disana. Kalau gue pake sepatu yang alasnya tebel mungkin gak apa-apa. Kenyataannya gue pake sendal hotel yang tipis abis, biasa dipake buat pipis. Terpaksa gue jalan ditemenin sama perih di kaki.

Tertatihnya jalan gue menyebabkan lambatnya prosesi jalan gue menuju rumah. Melambatnya perjalanan gue, berakibat gue harus berlama-lama ngeliatin pemandangan mengerikan di samping kanan-kiri gue. Gak ada orang, gelap gulita, dan kebon-kebon gelap dengan banyak pohon pisang di dalamnya. Petir berbunyi keras dan menyambar-nyambar menambah kelamnya suasana. Cocok sekali untuk syuting film horror kayak KUNTILANAK PERAWAN DITUNCEP PAKU. Kalo gue tiba-tiba ngeliat penampakan mungkin gue bakal bilang, "Akhirnya datang jugaaaa...!!!" sambil pura-pura mati. Berharap sifat setan sama kayak beruang.

Suara hujan yang makin deras membuat gue paranoid. Berasa ada orang di samping kanan kiri gue. Bungkus buah pepaya yang ditaro di pohon sekilas keliatan kayak pocong. Ngeliat itu, jantung gue langsung berdegup kenceng. Angin membuat daun-daun bergesek, kayak ada yang manggil gue, "Pssstt...." gitu. Keadaan sungguh mencekam.

Untungnya, keberuntungan mulai berpihak pada gue. Sesaat sebelum gue sampe di jalanan yang paling ngeri, berisi kebon pisang dan kuburan tua, listrik nyala lagi dan jalan kembali terang. Gue serasa dikirimin bala bantuan untuk ngusir suasana mencekam itu. Langkah gue mulai berasa ringan, lanjut jalan ke rumah gue dan memencet bel untuk masuk dan istirahat. Hari ini sungguh liar.

NB : Apakah susu bikin mencret? Perut gendut gue bergejolak!

Ciaoo...
mari kita lanjut...