Selasa, Januari 10, 2012

Yellow New Year

Hutan rimba jalan Pantura tengah telah dilewati. Kita semua sepakat untuk berhenti di pom bensin untuk ngeregangin kaki dan buang muatan. Jam menunjukkan pukul 03.40, berarti udah hampir 8 jam gue nyetir. Mata udah kriyep-kriyep, tangan gemeteran, terpaksa terjadi pergantian supir, daripada nantinya gue khilaf nabrak kaki genderuwo. Pengalaman gue yang sekarang belum cukup untuk jadi supir AKAP. Oleh karena itu kendali mobil diserahkan kepada Heru, sang tuan rumah.

“30 menit lagi nyampe ini. Kita lewat jalan pintas,” kata dia sambil membelokkan mobil ke arah kanan, di suatu persimpangan jalan. Kita melewati sawah-sawah dan jalanan ½ kali lebih sempit, hanya muat untuk dua mobil saja. Berliku-liku kita menyusuri jalan itu. Keadaan gelap total dan di setiap tikungan gue berharap-harap cemas bakal ada tuyul ngagetin kayak di film Jelangkung yang pertama. Udah gitu di keadaan seperti ini Tatak, yang semobil dengan gue, tiba-tiba nafsu pengen cerita setan yang pernah ngikutin Gimbal dari Mekdi Salemba. Sialan. Ditambah lagi karena keadaan menjelang Subuh, terkadang ada Ibu-ibu yang mau sholat ke Musholla setempat, berjalan memakai mukenah. Untung aja kita gak bawa satpam. Kalau bawa, itu ibu-ibu udah ditendang pake sepatu boots.

“Nah, sampe!” sahut Heru begitu sampai di pemandian Air Panas Sankanurip, tempat persinggahan pertama kita. Tak terasa sudah 1 ½ jam sejak Heru bilang kalo perjalanan tinggal 30 menit lagi. Ternyata estimasi waktu dan jarak orang Sunda dan Jawa gak jauh berbeda. Dulu pas liburan ke Jogja gue pernah nanya arah museum Ullen Sentalu, “Oh, deket itu. Tinggal jalan lurus, 15 menit lagi” sembari nunjuk pake jempol. Begitu gue ikutin, hampir sejam jalan, itu museum gak ketemu-ketemu. Besokannya begitu kita balik kesana, dari titik tempat gue nanya ke museum itu ternyata emang cuma 15 menit. Bapak itu tidak salah. Hanya saja dia lupa menambahkan, “… kalo naik mobil.”

Pemandian air panas Sankanurip memiliki dua jenis kolam. Kolam pertama bebas dipakai publik, siapa saja boleh masuk asal membayar uang masuk sebesar 8.000. Kolam kedua adalah Kolam Executive, berupa ruangan tertutup yang hanya memuat 4-5 orang per kamar. Kita jelas memilih kolam umum. Untuk apa bayar 30 ribu cuma buat nikmatin air panas? Lagian kalo denger cerita tentang penggunaan ruangan itu, gue ngeri kepeleset karena lantainya licin terkena lendir.

Kolam umum ini terdiri dari tiga kolam. Kolam air dingin yang besar dan ada perosotannya, kolam air panas yang kecil, dan kolam air panas yang besar. Di kolam kecil, gue bisa menikmati nyamannya merendam kaki yang pegel-pegel karena nyetir di air panas. Asli, segernya luar biasa. Segala macam pegel seperti dihisap keluar. Nyaman sekali rasanya. Puas berendem di kolam kecil, gue menuju ke kolam besar yang baru selesai dikuras. Karena air belum terisi penuh, gue bisa memanfaatkan titik-titik pancuran untuk mijet punggung dan kepala. Benar-benar relaksasi yang menyenangkan.

yang item dipojok kanan atas itu sama sekali bukan penampakan

Selesai rendam merendam, kita sowan dulu ke rumah Heru untuk sarapan. Kita semua langsung kalap. 8 jam lebih di perjalanan membuat rasa lapar sangat memuncak. Kemudian seselesainya makan, kita turun ke kota Kuningan, kita turun ke rumah Heru lainnya (rumah Heru dimana-mana), tempat dimana kita menginap. Setelah itu molor. Perut kenyang, badan pun rileks.


Sekitar jam 2 siang kita balik ke rumah Heru yang pertama, mau ketemu nyokapnya. Basa basi ngalor ngidul sebentar, jam 4-an kita cabut ke gunung Ciremai. Di gunung Ciremai ini, sudah banyak orang yang berkemah. Sepertinya mereka ingin merayakan tahun baru di tengah hutan. Mau ikutan mereka, kita gak ada persiapan. Masak bangun tenda pake plastik Indomaret? Gak mungkin. Tujuan kita kemari bukan untuk ikut-ikutan kemah, tapi mau ke curug.
Di jalan menuju Curug, gue menemukan tenda yang mencurigakan. Dari dalam terdengar suara mendesah. Untung aja Ibu gue selalu mengajarkan untuk berpikir positif. Kalau enggak, tenda itu bakal gue tebalikin dan bikin 3GP berjudul ‘Birahi Ciremai’. Tapi tentu saja gue gak boleh suhudzon, mungkin aja mereka lagi pesta Maicih atau lagi nge-jus cabe rawit.


sudah jelas 'DILARANG MESUM', kenapa harus suhudzon?

Ternyata di Curug pun udah ada dua pasangan lagi foto-foto genit macam pre wed. Cowoknya meluk dari belakang, pala ceweknya mencong ke belakang sambil megang rambut. Berasa Anang - Ashanti, KD - Raul Lemos, Raffi - Yuni, atau bahkan Sarah Azhari - Pelatih Filipina. Yang satu duduk di pinggiran, saling menyender. Begitu ceweknya keilangan keseimbangan, cowoknya panik dan memegang tangan si cewek. Setelah itu mereka cekikikan. Dunia serasa milik ber empat, yang lain cuma numpang naik diatas atep.

Pada saat itu keadaan cuaca sedang mendung dan sisa-sisa rintik hujan masih cukup deras turun ke bumi. Udara disitu aja udah dingin, apalagi air curug. Pada awalnya kita semua gak mau masuk ke dalam air. Takut hypothermia. Setelah sampai disana, entah kenapa kita begitu tergoda melihat jernihnya air. Dimulai dari Aan, satu persatu dari kita masuk ke kolam dan mendekati air terjun. Persetan dengan hypothermia. Begitu masuk ke dalem air, kaki serasa membeku. Masuk setengah badan, dinginnya makin gak keruan. Apalagi saat mendekati air terjun, badan serasa ditusuk-tusuk jarum. Menggigil kedinginan.



Lama kelamaan, badan mulai menyesuaikan diri dengan suhu air. Gue bisa pelan-pelan keliling kolam walaupun hanya setengah badan. Dari pinggiran kolam, datang serombongan alay sekitar, dengan rambut seperti Neymar salah cat, yang pengen ikutan nyemplung. Ngeliat kita yang jalan di kolam seperti biasa saja, mereka sok-sokan loncat indah ke dalem kolam dengan hanya memakai celana pendek. Seperti kucing ditendang ke comberan, mereka langsung panik begitu ngerasain dinginnya air. Walhasil mereka jongkok di pinggiran sambil menggigil kedinginan. Selepas berenang, kita kembali ke Kota untuk istirahat sebentar, nyimpen tenaga untuk begadang nanti malem.


***

Pukul 20:00 kita cabut lagi dari rumah. Mau makan malem di RM Ulah Lali. Menu malam itu adalah : Sate kambing, tunjang sapi, gulai, dan sop kambing. Tinggal tambah duren, panadol, dan bir bintang, niscaya kepala kita akan meledak. Malam itu bener-bener pesta kolesterol. Sekitar 60 sate kambing dan 20 sate ayam ludes termakan. Sate-nya empuk dan gurih. Apalagi ditambah kuah gulai dan sop, makan malam itu terasa begitu sedap di lidah. Perut sudah kenyang, saatnya tahun baruan!

Pada awalnya Heru ngajakin kita ke lapangan Mas’ud karena ada panggung disana. Harapan gue, panggung dangdut cengdoleng-doleng. Ada penyanyi semok dengan bapak-bapak mabok yang jogetnya kayak gak punya tulang. Taunya yang ada disana Semut Band yang bawain lagu Metallica. Bah. Giliran ngarepin lagu metal, munculnya dangdut. Giliran ngarep dangdut, munculnya metal. Yang mengherankan, begitu lagu berubah menjadi Wali, penonton malah lebih gencar ber-moshing, sampai-sampai harus disemprotin air melalui mobil pemadam kebakaran.

KRONOLOGIS PER LIRIK :

[Ibu bapak punya anak] Mereka loncat-loncatan
[Siapa yang punya anak] Penonton merangsek ke bibir panggung
[Bilang aku aku yang telah malu] Mulai moshing dan banyak alay digendong sambil joget-joget
[Sama teman-temanku] Blangwir mulai nyemprotin muatannya
[Karena cuma diriku yang tak laku laku] Mereka terlihat semakin senang. Mungkin karena emang jarang mandi.

Susasana sangat ramai sekali. Motor dimana-mana. Di jalanan, trotoar, pot kembang, dan lapangan. Cuma di langit aja yang steril dari motor. Semoga aja gak ada varian motor terbang dalam waktu dekat ini. Dandanan mereka pun bermacam-macam. Ada yang pake kaos yang sobek-sobek punggungnya, celana hot pants yang nyaris seperti kolor pants, dan dempul yang tebalnya bisa menutupi lubang idung. Kita sendiri merasa gak nyaman di tempat itu. Terlalu ramai. Oleh karena itu kita cabut ke alun-alun yang letaknya sangat dekat dari rumah Heru. Jauh-jauh ke Mas’ud, nyampenya di deket rumah juga. Mending sih, daripada masuk angin disemprot blangwir.

Alun-alun juga ramai dikunjungi masyarakat sekitar. Di pinggir jalan terlihat abang martabak yang sedang diintimidasi oleh pembelinya, saking bingungnya dia menghadapi pembeli yang begitu banyaknya. Di ujung alun-alun terdapat satu tempat yang bentuknya seperti Colloseum Roma. Di pinggirnya ada semacam ruangan berlampu pijar warna kuning dengan meja di dalamnya. Gue kira itu DJ, soalnya abang-abang di balik meja itu make topi dan kacamata item dengan tangan yang terlihat sibuk melakukan sesuatu di meja dengan kepala agak miring ke samping. Eh, taunya cuma tukang kopi dan ‘Naget’ yang lagi nyeduh Wedang Jahe.

Sebenarnya tidak ada acara apapun di tempat ini. Cuma ada orang-orang yang duduk berkeliling sambil ngobrol, pacaran, nyanyi-nyanyi, dan sesekali nyalain kembang api. Dan bagi orang-orang yang nyalain petasan, mereka bisa jadi selebritis selama 3 menit atau lebih, tergantung kembang api tersebut. Begitu petasan dinyalain, masyarakat sekitar langsung heboh teriak-teriak dan begitu habis, mereka sontak tepuk tangan. Seperti nonton Cirque du Soleil saja.

artis 3 menit


Kita sendiri nyanyi-nyanyi sambil main gitar Karolina kesayangan gue. Dari lagu Rock sampe lagu galau pungkas kita bawakan. Sesekali bartender yang berbentuk mas-mas bertopi hitam lewat mengantarkan Kopi Luwak, campuran biji kopi sama boker luwak. Yang pacaran terlihat asik berpelukan menatap langit, sambil sesekali cekikikan asik sendiri. Gue gak ngerti mereka liat apa. Ada juga yang cuma duduk bengong sendirian sambil lempar-lemparin petasan korek. Mungkin petasan korek itu dia analogikan sebagai masalah dia di tahun 2011, "Utang belom lunas, cewek selingkuh, jemuran diembat maling, pantat panuan, meledak lo semua!!"



Heboh. Itulah yang gue rasakan saat merayakan tahun baru di daerah yang sangat jauh dari rumah, dibawah mandian hujan mesiu, dikelilingi teman-teman, dan berada ditengah lingkungan yang benar-benar baru. Perjalanan kali ini menawarkan suatu hal yang baru dalam hidup gue. Akhirnya gue bisa merasakan jalur pantura dan perjalanan kali ini adalah yang terpanjang selama gue bisa bawa mobil.

Tahun baru, pengalaman baru, dan semoga segala macam hal baru lainnya akan muncul di tahun 2012 ini.


NB:
Berkaca dari film 2012. John Cusack menginspirasi gue untuk belajar nerbangin pesawat tahun ini. Let’s play Flight Simulator.



HAPPY NEW YEAR!
mari kita lanjut...

Kamis, Januari 05, 2012

Pantura Tengah

Jalan gelap yang berliku-liku, tak tampak apapun di samping kiri dan kanan jalan. Satu-satunya sumber penerangan jalan hanyalah lampu depan mobil yang terangnya tak seberapa. Sesekali gue menyalakan lampu jauh dan terkejut karena tiba-tiba jalanan membelok tajam, jembatan, komplek kuburan, atau motor bernyawa tujuh belas yang tidak memakai lampu di daerah yang sangat gelap seperti itu. Jalan yang disebut jalan tengah Pantura.

Kira-kira selama 3 tahun ke belakang, gue selalu menghabiskan malam tahun baru bersama teman-teman kuliah. Dua kali di rumah Jihan dan satu kali di Taman Menteng. Untuk tahun ini, kita mengalami kebingungan untuk pergi kemana. Rencana tahun kemarin sih, kita berniat mau ke Monas atau Ancol. Namun membayangkan kerumunan orang yang bergumul disana membuat kami malas. Apalagi setelah ngeliat berita bahwa diperkirakan bakal ada 300.000 orang menuju dua tempat itu. Apa enaknya ngerayain tahun baru sambil rebutan tempat dan napas kayak begitu? Sudah cukup lah sehari-hari di busway.

Seminggu sebelum tahun baru, seorang pria arab bernama Ojan melontarkan wacana untuk tahun baruan di Kuningan, kampung halamannya Heru. Ternyata usul itu disambut baik oleh warga ADM 2005 dan setelah dikumpul-kumpul, ada 16 orang yang berminat ikut dengan 3 mobil yang ada.

Manusia berencana, Tuhan yang memutuskan. Dari 3 mobil itu, 2 mobil mendadak labil. Livina item kebanggaan gue bonyok kena tabrak batu oleh abang gue dan asuransinya belum diperpanjang. Mobil Baleno punya Heru mesinnya bermasalah. Untuk anggotanya, satu persatu bertumbangan. Ada yang kecapekan, ada yang kompak nemenin pacarnya yang kecapekan, ada yang ikut pelantikan pencinta alam, dan berbagai macam alasan lainnya.

Setelah dilakukan rekapitulasi ulang pada H-1 sebelum keberangkatan, akhirnya terbentuklah satu rombongan yang terdiri dari 10 orang dengan memakai mobil gue dan Gimbal. Ternyata bonyok yang dialami mobil gue gak seberapa parah dan perpanjangan asuransi-nya sudah dalam proses, sehingga saat gue berada di perjalanan asuransi udah meng-kover semua kejadian yang (jangan sampai) terjadi. Kuningan, kami datang!

Seperti biasa, janjian udah dibikin secepat mungkin di Mekdi Salemba, 19:00 WIB. Tetep aja makenya WITA. Walhasil, jam 9 malem baru berangkat. Itu pun kita masih berhenti di rest area tol Cikampek untuk nunggu rombongan mobil Gimbal yang ngejemput Heru di Bekasi. Ditambah ngobrol-ngobrol dan nonton Transformers di Torabika Café, jam setengah 11 kita baru bener-bener berangkat ke Kuningan.

Sesampainya di gerbang tol Cikampek, keadaan udah sangat macet. Bahkan 3 dari 4 jalur yang ada dipakai untuk kendaraan yang menuju gerbang tol Cikampek. Udah gitu masih ada aja orang yang nekat make jalur ke-4. Edun. Karena orang-orang sableng macam itulah kemacetan terjadi, masing-masing orang sibuk rebutan jalur. Jarak yang seharusnya dapat ditempuh dalam waktu 5 menit bertambah menjadi 30 menit, imbas dari kemacetan panjang.

Pada perjalanan ke Kuningan sebelumnya, begitu keluar dari gerbang tol Cikampek gue belok ke kiri, lewat jalur Pantura yang terkenal akan karaoke Nur Hasanah 1, 2, dan 3. Sebuah tempat karaoke dengan nama pesantren. Kali ini gue diarahkan Heru ke kanan, “Lewat jalur tengah Pantura kan, hutan. Pantura pasti macet panjang. Gue pernah 8 jam nyampe Kuningan pas keadaan kayak gini” sahut Haru dengan logat Sunda-Kuningan kental yang memakai qolqolah untuk huruf ‘H’ dan ‘K’. Begitu belok kanan, hanyalah gelap yang terlihat. Gelap, gelap, dan gelap. Seperti kata Efek Rumah Kaca : Gelap adalah teman setia dari waktu-waktu yang hilang (ERK-Sebelah Mata).

Jalan tengah Pantura semakin lama semakin absurd. Ditambah dengan banyaknya bis yang sliweran dari arah sebaliknya, jalanan ini jadi semakin menantang dan berbahaya. Dari yang tadinya gue ngantuk di jalan tol, mendadak jadi seger begitu masuk jalan ini. Konsentrasi penuh agar tidak nyemplung ke pinggir jalan. Jalannya naik turun. Begitu turun dan nyalain lampu jauh, tiba-tiba jalanan mendadak belok 90 derajat. Bikin gue kelimpungan nyetir.

Karena jalan sudah semakin gelap dan sunyi. Gue memutuskan untuk nyari siaran radio. Siaran apapun lah yang masih bisa ditangkap, berhubung tempat CD gue hilang entah kemana. Muter-muter channel, radio malah ngangkep satu siaran yang isinya orang ngomel-ngomel pake bahasa Sunda dengan intonasi seperti lagi merapal mantra pemanggil setan. Kampret. Adalagi macam radio lawak dengan bahasa Sunda. Kayaknya sih kocak, penontonnya terdengar kayak lagi ketawa sampe usus dua belas jarinya keluar lewat idung. Tapi tetep aja, gak ngarti.

Muter-muter lagi, berhenti di 94.1 FM, siaran lagu dangdut. Cocok. Apalah artinya lewat Pantura tanpa denger radio dangdut. Nama radionya Lazuardi FM Karawang. Saat itu lagi ada acara Café Dangdut. Siarannya itu sangat asal-asalan. DJ-nya entah satu atau dua orang. Yang satu suaranya normal, satu lagi terdengar seperti Doraemon dan kerjaannya cuma nyeletuk gak penting make bahasa Sunda. Yang lebih ngeselin pada saat lagu dimulai tiba-tiba seenaknya aja dia motong, “HE HE HEE.. AU URANG BLA BLA BLA BLA” dengan nada bicara kayak orang mabok. Abis itu dia diem. Kemudian muncul satu intro yang berbeda dengan lagu sebelumnya. Kalau lagu sebelumnya dimulai dengan dentuman murahan, kali ini lagu dimulai dengan suara piano gothic yang terkesan kolosal. Cocok buat soundtrack Tutur Tinular Versi 2011.

Gue berharap akan muncul geraman kasar ala vokalis band Metalcore yang nyanyinya kayak orang buang tahak, menyanyikan lirik semacam, ”Munafik dusta ingkar arogan sombong angkuh takabur riya bakhil kikir iri dengki sirik curang hasad hasud fitnah khianat keparat !!!”. Kenyataannya muncul vokal wanita yang terdengar seperti diambang bunuh diri, “Sayaaaangg… Aku gak bisa booboo…Mata ini tak bisa kupejamkan.”

Sungguh keren. Seakan-akan mengucapkan, “Selamat datang di Karawang.”



mari kita lanjut...