Jumat, Desember 06, 2013

Seorang Anak Band

Rutinitas pekerjaan membuat gue melupakan nikmatnya hobi. Post terakhir gue di blog ini terbit entah beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya beberapa kali ada niatan untuk menulis kembali. Namun seringkali terjadi kesalah pahaman (seperti kata komentator sepakbola) antara otak dan kelopak mata yang menyebabkan tumbangnya gue diatas bantal yang empuk. Tidur sampai pagi.

Menulis menurut gue merupakan metode escaping yang murah dan meriah. Hanya bermodal koneksi internet, secangkir kopi hangat, dan diskusi dengan imajinasi. Sebuah metode relaksasi untuk kabur sejenak dari penatnya rutinitas yang seperti penjara. Cuma gue, komputer, dan fantasi.

Selain menulis, sebenarnya ada hobi lain lebih tidak tersalurkan sejak lulus kuliah. Hobi itu adalah nge-band. Sebuah hobi yang dimulai saat SMP dahulu. Posisi gue waktu itu gitaris-vokalis di dalam band yang bernama JFO. Kependekan dari Jungle F*ck Off. Emang. Gue akui nama itu sok asik cenderung norak. Sebuah nama yang berangkat dari filosofi bahwa anggota band tersebut ada yang dipanggil 'Babi' dan 'Monkey', jadi ibaratnya band itu seperti sebuah hutan. Tempat bernaungnya hewan-hewan.

JFO pada saat itu membawakan lagu-lagu rock termutakhir (pada jamannya). Mulai dari Padi - Semua Tak Sama , Blink 182 - All The Small Things , Limp Bizkit - Take A Look Around, sampai Rage Againts The Machine - Bulls On Parade. Efek DJ pada lagu Bulls On Parade yang seyogyanya dimainkan Tom Morello dengan cara menggosokkan tremolo di senar, kita ganti secara brutal oleh penggaris Butterfly. Yang penting bunyinya mirip. Walaupun dengan konsekuensi keritingnya sumbu X & Y pada saat ujian Matematika.

JFO pernah manggung di pensi acara ulang tahun sekolah dan membawakan Rage Againts The Machine - Killing In The Name. Pada saat itu koneksi internet masih minim (cenderung tidak ada) dan sumber data lirik hanya bisa mengandalkan majalah dwi mingguan bernama MBS. Berhubung Rage Againts The Machine tidak begitu populer di khalayak ramai, gue tidak bisa menemukan lirik lagu tersebut di MBS edisi manapun. Sehingga gue sebagai vokalis yang bertanggung jawab berinisiatif untuk mengarang liri dengan alasan profesionalitas. Daripada tengsin di panggung? Lirik karangan yang paling gue inget adalah mengganti lirik 'And now you do what they told ya' menjadi 'Dagadu buatan Jogja'. Lirik bertema kritisi berhasil gue rubah jadi promosi.

Beranjak SMA, JFO bubar secara otomatis. Anggotanya mencar-mencar ke berbagai sekolah. Sehingga gue mengumpulkan teman-temab baru dan mendirikan band bernama Supersonic. Nama yang diambil dari salah satu hit single-nya Oasis. Lagu-lagu yang dibawakan juga gak jauh dari British Pop / Rock n' Roll seperti Oasis, Blur, The Beatles, atau The Strokes.

Selain Supersonic yang membawakan genre Rock n' Roll, gue juga punya band 1 lagi yang dinamakan Portgas. Bedanya dari Supersonic, Portgas membawakan lagu-lagu Emo dan Screamo yang lagi ngetren di jamannya. Pokoknya lagu yang penyanyi-nya kayak lagi bersusah payah buang reak. Tapi tentu aja bukan gue vokalisnya, karena teriakan gue terkesan lebih mirip kucing kawin ketimbang gahar. Pada masa SMA, gue jadi gitaris dan backing vocal. Pengalaman manggung pun cukup banyak. Beberapa kali di acara pensi sekolah, ikutan audisi, atau menggunakan band sebagai alasan untuk cabut sekolah.

Satu pengalaman manggung yang gue inget pas SMA adalah di UNJ. Gue jadi satu-satunya band SMA yang manggung di acara tersebut. Lagu yang gue bawain Hell Is For Heroes - I Can Climb Mountain. Berbekal gitar Epiphone pinjeman, gue merasakan ekstasi berdiri di atas panggung yang cukup besar. Mata-mata asing memandang gue dan kawan-kawan, sorotan lampu memanaskan badan, dan jantung berdegup cepat. Kita menggila.

Kelar SMA, lagi-lagi Supersonic dan Portgas bubar. Para anggotanya terpisah-pisah ke berbagai macam daerah. Hobi gue bermusik pun terkubur pelan-pelan. Pada saat kuliah, gue gak pernah mendirikan band secara resmi. Konsep bermusik gue saat kuliah adalah seperti organ tunggal. Dimana ada acara, disitu gue ada. Begitu kelar acara, band bubar.

Kampanye calon ketua BEM, ospek, seminar, awards, sampe wisuda pernah merasakan konsep bermusik yang gue tawarkan. Genre musik yang gue tawarkan adalah 'Pop Destruktif', dimana segala macam musik pop gue hancur leburkan dengan kunci yang salah dan sound pas-pasan. Kenapa musik pop? Karena jenis lagu itulah yang diketahui banyak orang. Kenapa destruktif? Karena pengetahuan gue tentang teknik bermusik yang pas-pasan.

Panitia acara biasanya memberikan kita waktu untuk check sound beberapa jam sebelum acara. Kalau band lain, kesempatan check sound biasanya dipakai semaksimal mungkin. Mulai dari ketok-ketok microphone sambil bilang,"Low... Loww...," setting entah-apa-itu-puteran-yang-di-ampli, sampai gebuk-gebuk bass drum. Minimal 15 menit abis dipakai sama mereka.

Melihat keseriusan band sebelumnya, kita gak mau kalah. Anggota band gue biasanya 3 orang, 2 gitar dan 1 vokalis beatbox. Yang megang gitar colokin gitar ke ampli, terus belagak nyetem. Untuk ngecek microphone kita bilang,"Haloo... Haloo..." sambil getok-getok.

"Bunyi coi?"

"Bunyi"

"Oke," kemudian kita turun dari panggung dan ritual checksound selesai sudah. Rampung dalam waktu 5 menit. Gak ngerti juga mau nyetting apa. Yang penting itu alat bunyi. LO kita sampai kesel karena kita sempet bawel minta checksound sebelum manggung. Untuk alasan profesionalitas tentunya.

Pernah gue manggung di acara wisuda yang uniknya ditujukan untuk angkatan gue sendiri. Bingung? Gini. Jadi normalnya itu mahasiswa lulus 4 tahun. Untuk kasus gue dan kawan-kawan, kita berprinsip bahwa masuk UI susah, masak lulus mau cepet-cepet. Sehingga pada saat temen-temen gue lulus, gue masih di kampus. Dan gue Alhamdulillah ditugaskan untuk melepas mereka secara sukarela.

Karena ada kewajiban dari panitia untuk menamai band kita dan nama tersebut harus earcatching, jadilah gue ciptakan band sehari jadi bernama Amir & The Earcatching. Sesaat sebelum naik panggung sepasang MC mengumumkan kedatangan kita.


"Band berikut ini ingin memberikan persembahan kepada kakak-kakak sekalian yang telah lulus," kata MC sambil mempersilahkan kita masuk. Bermain di depan teman-teman gue yang pada cekikikan karena kita dikira junior. Padahal dulu kita masuk, ikut paduan suara, dan di-ospek bareng.  Damn. Parahnya, saat manggung bawain Slank - Terlalu Manis, kita salah kunci. Saling celingukan satu sama lain, kemudian cuek. Yang penting nyanyi-nya kenceng. Kunci salah-salah dikit bisa ditutupin.

Pengalaman manggung di depan orang banyak masih menjadi sensasi yang sangat unik dan adiktif. Saat nonton konser pasti gue membayangkan ada di atas panggung seperti band yang gue tonton. Ribuan orang bernyanyi, mengelu-elukan lagu yang kita ciptakan sendiri. Mimpi. Semoga dapat terlaksana. Untuk saat ini, cukuplah berkaraoke di Inul Vizta saja.



mari kita lanjut...

Rabu, Agustus 07, 2013

Ulang Tahun Kemenangan

Tak terasa udah tanggal 7 Agustus aja. Tak terasa juga, usia semakin bertambah.

Baru-baru ini gue sempet nganterin sepupu ke TK Hikmah di dekat pasar Palmeriam. Tempat dimana Mirzal kecil bernanung dan membocorkan kepalanya di lantai batu. Dan hey, perosotan itu masih ada. Yang sudah tidak ada adalah  sudut lantai yang berhasil mencipta empat jahitan di kepala. Mungkin sejak kejadian itu sudut lantai tersebut ditipiskan.

Ya, semua memori dari masa kecil masih bisa teringat sedikit walaupun sudah agak kabur. Tak terasa semua fase itu sudah gue lewati dan disinilah tempat gue berada sekarang. Sekarang, disaat umur semakin banyak, gue harus bisa menjadi manfaat bagi orang lain. Di tahap inilah, gue berusaha untuk menjadi lebih baik. Untuk menjadi Super Saiya.

Ulang tahun kali ini sangat unik. Hari ulang tahun gue bertepatan dengan malam Takbiran, malam kemenangan umat Islam setelah sebulan penuh berperang melawan hawa nafsu. Jadi, lilin ulang tahun gue adalah petasan yang sepanjang malam berbunyi riang dan nyanyian ulang tahunnya adalah gema takbir berkumandang. Indah. Sangat indah.

Ramadhan tahun ini lebih banyak gue habiskan di kantor. Terkait dengan pindahnya gue ke kantor baru yang bukan saja suasana dan kerjaannya yang baru, tapi juga perusahaannya baru benar-benar berdiri. Segala macam hal gue temui dan pelajari di tempat baru ini.

Beda rasanya dengan Ramadhan tahun kemarin, dimana gue lebih banyak menghabiskan waktu dirumah. Kerjaan yang cenderung monoton menyempatkan gue untuk pulang lebih awal karena mayoritas pegawai yang non-muslim sehingga ada sedikit suasana Ramadhan yang hilang disana. Sisi positifnya, gue jadi lebih sering tarawih di mesjid.

Walaupun Ramadhan tahun ini gue lebih banyak menghabiskan waktu di kantor, tapi gue masih menyempatkan diri untuk buka bersama dengan teman-teman terdekat. Seenggaknya kehidupan sosial tidaklah menjadi anak tiri seutuhnya. Bersama dengan anak-anak jurusan Ilmu Administrasi tahun 2005, gue diberi kesempatan untuk berbagi dengan sesama. Menyisihkan sebagian rezeki untuk mengunjungi 2 panti asuhan yang ada di Mampang dan Depok.

Panti asuhan yang di Mampang tidaklah susah untuk menjangkaunya. Tempatnya tidak jauh dari 711 Mampang. Yang susah adalah panti asuhan yang di Depok. Tepatnya di dekat Studio Alam TVRI. Saking jauhnya dari jalan utama, kita bahkan berasa sampai Balaraja. Kalau imajinasi gue lebih ekstrim, gue berkeyakinan bahwa jalan tersebut menuju ke Narnia dan begitu sampai gue bakal disambut oleh manusia setengah kambing.

Ternyata tidak. Itu semua hanyalah imajinasi belaka. Panti asuhan yang di Depok memancarkan kebahagiaan didalamnya. Segala capek yang gue rasakan sebelumnya luluh lantak saat melihat dan mendengar celoteh dan tingkah laku para penghuni panti asuhan. Ditambah lagi Ibu pengurus yang hebring membuat suasanya didalamnya hangat dan bersahabat. Semoga apa-apa yang diberikan oleh kami bermanfaat. Aaamiin.

Saat selesai buka puasa bareng anak-anak di panti asuhan Mampang. Gue menyusuri jalan Mampang dan melihat beberapa tren baru yang menurut gue cukup mengganggu. Beberapa kendaraan bermotor, baik itu mobil ataupun motor, berkumpul di pinggir jalan hingga memakan dua sampai tiga jalur. Mereka membawa bendera bertulisan SAHUR ON THE ROAD .... (Isi sendiri titik-titik dengan nama kelompok penyelenggara).

Bermodalkan lampu hazard, mereka konvoi keliling jalanan. Niat awal adanya SOTR ini sih untuk berbagi dengan orang-orang kurang beruntung yang menggelandang di jalan. Tapi semakin hari niatan itu terdistorsi. Mereka cenderung hanya ingin kumpul dan berfoya-foya dengan dalih religi. Hal ini menurut gue cukup mengganggu dan mencoreng makna Ramadhan secara keseluruhan.

Hanya dengan lampu hazard itu, mereka bebas menghalangi orang, menerobos lampu merah, dan bahkan meneriaki orang yang dianggap berada di jalur mereka. Yang cewek pantatnya nangkring di pinggir jendela mobil. Yang cowok nyetir sambil tangannya nangkring di pinggir jendela memegang sebatang rokok. Egoisme yang paling dirasakan adalah kemacetan yang timbul akibat mereka kumpul dan menutup sebagian jalan. Well, di negeri kita tercinta ini kepentingan kelompok jauh lebih penting ketimbang kepentingan orang banyak. Semoga tahun depan hal-hal mengganggu seperti ini dapat dikurangi.

Ramadhan tahun ini telah berakhir bertepatan dengan ulang tahun. Semoga ini dapat menjadi pertanda baik untuk kemudian hari.

Akhir kata, Minal Aidin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Batin. Semoga ibadah kita di bulan Ramadhan dapat bermanfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain. Aaamiinn.




mari kita lanjut...

Jumat, Agustus 02, 2013

Masyarakat Gadget

Gadget. Suatu hal yang sangat lumrah didengar pada tahun 2013 ini. Sebuah barang yang seperti menjelma jadi indra keenam manusia. Wajar rasanya melihat orang yang panik dan gelisah apabila gadget nya ketinggalan di rumah. Biasanya mereka takut akan datangnya panggilan penting disaat mereka tidak berdaya menjawabnya, walaupun pada kenyataannya cuma ada 3 SMS dari operator, 1 Missed Call dari Telemarketing kartu kredit, dan 5 Broadcast Message downlink MLM.

Teknologi telah memudahkan kita untuk berkomunikasi. Masih jelas di ingatan gue beberapa tahun yang lalu saat komunikasi antar sesama sangat lah sulit. LDR menjadi sesuatu yang mahal pada saat itu. Mau telfon pulsanya mahal, interlokal. Apalagi kalau sambungan langsung internasional pake 001, dijamin setelah bayar tagihan telfon gak punya rumah lagi. Habis tergadai.

Update foto pacar pun prosesnya panjang sekali. Pertama dia harus foto pake kamera Fuji Film yang kalau udah selesai foto harus dielus-elus dulu biar filmnya ganti dan bagus atau enggaknya foto hanya bisa diketahui oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mengingat  harga roll film yang cukup mahal dan ada kemungkinan film terbakar apabila kovernya dibuka sebelum roll terisi penuh, maka harus ada +/- 30 foto lagi yang harus diambil sebelum satu roll film penuh dan siap dicetak. Jadilah itu film dibawa jalan-jalan dulu untuk foto-foto rekreasi keluarga di Taman Mini. Proses ini kira-kira memakan waktu sekitar 1-2 minggu.

Roll film yang sudah penuh itu kemudian dibawa ke tukang foto. Setelah melalui negosiasi yang alot mengenai harga dan ukuran foto, kita harus menunggu (lagi) untuk proses cetak selama +/- 1 minggu. Sukur-sukur foto-foto di dalamnya bagus dan terlihat jelas. Andaikata fotonya jelek, mau gak mau proses diulang dari awal.

Selesai cetak dan hasilnya dianggap memuaskan, foto itu dikirimkan melalui pos beserta surat cinta yang berisi kata-kata mesra ala pujangga. Tertulis di atas kertas yang disemprot parfum wangi bunga kamboja. Air mata jatuh menetes membasahi dan tak lupa air liur membentuk pola sungai amazon akibat ketiduran karena capek nyuci foto dan beli kertas eagle di Gramedia.

Oiya, dikarenakan proses pengiriman yang cukup kompleks. Maka tahap ini memakan waktu sekitar 1 minggu. Sehingga kalau ditotal-total, butuh waktu 1 bulan untuk berkomunikasi dengan pacar. Maka dari itu gak heran Dewa 19 menciptakan lagu Kangen pada pertengahan 90-an.

Seperti yang dijelaskan diatas, dulu pacaran LDR hampir menjadi sesuatu yang mustahil dan Pak Pos merupakan idola di kalangan remaja. Kalau jaman sekarang, semua hal dipermudah. Teknologi berhasil mendekatkan yang jauh. Mau update foto pacar tinggal liat halaman Facebook atau minta kirim melalui YM, Twitter, BBM, Whatsapp, atau apapun. Kalau kurang puas ngeliat gambarnya doang, ada Skype yang siap membantu kita melihat gambar dan mendengarkan suaranya. Kalau dulu ada fenomena dulu-duluan nutup telfon. Sekarang muncul fenomena "Liat Pacar Tidur".

"Sayang kamu jangan matiin kamera-nya ya. Diarahin ke tempat tidur aja biar aku bisa ngeliat kamu tidur gimana"

Fenomena ini menurut gue cukup beresiko. Mungkin kalau cewek tidurnya fine-fine aja. Tidur manis dari balik selimut, kadang muter kanan atau muter kiri sambil rambutnya menutup setengah mukanya yang terlihat innocent saat tidur. Ingat. Hanya. Saat. Tidur.

Bandingkan dengan cara tidur cowok yang cenderung hiperaktif. Kaki bisa ke utara, tangan ke tenggara, dan kepala menghadap barat daya. Belum lagi kalo cowok mengeluarkan ritual wajib Galer. Kosek-kosek dengan raut muka mesum keenakan. Niscaya akan menimbulkan mimpi buruk saat diliat pacarnya di ujung sana.

Selain mendekatkan yang jauh, gadget juga memiliki andil menjauhkan yang dekat. Sering gue liat 8 orang kumpul di satu meja panjang dengan makanan yang masih utuh. Kepala mereka semua tertunduk ke gadget di tangan masing-masing. Makanan tak tersentuh dan mereka diam satu sama lain. Beda cerita di media social masing-masing. 8 orang itu terlihat berkumpul ramai dan meriah karena masing-masing check in pake 4square, posting foto makanan pake Path, Twitter, dan sebangsanya, tak lupa update status di Twitter :

Kumpul bareng temen kuliah. KANGEEN KALIAN! @bejo4cool @belalaimerah @ntonGanteng @inahCuteZ @inemOKZ @sumijah @kartoMarz

Tak lupa posting foto lagi di Instagram :

Pecel Ayam! OMG ENAK BANGET #warungnasiIbuParjo #enak #makananIndonesia #kumpul #temen #kuliah #ayam #goreng #kremes #pake #lalapan #sama #nasi #uduk #sambel #dan #minum #aer #kobokan #pulangnya #sakit #perut #diare #1minggu #full

Hashtag demi hashtag rapi berbaris dalam satu posting macam pager SDN Inpres.

Selesai posting mereka tidak langsung meletakkan gadgetnya masing-masing di meja dan mulai berinteraksi dengan orang-orang nyata di sekitarnya. Mereka lebih memilih menunggu. Dan menunggu. Dan menunggu. Dan menunggu ada yang comment di status mereka. Biasanya kalau sudah putus asa, mereka akan menyukai posting mereka sendiri atau mengambil foto dari sudut pandang lain, update lagi, dan mengulang eksploitasi hashtag.

Logika jaman sekarang terkadang kebolak-balik. Saat kumpul di meja yang sama mereka cenderung diam tak bertegur sapa dan sibuk berbicara dengan orang yang absen di hadapannya. Saat di atas motor, mereka jalan beriring dan berinteraksi dengan teman di sebelahnya. Tereak-tereak sambil menjaga motornya yang limbung agar tidak menghantam pot kembang atau banci nyebrang.

Nonton konser juga gak perlu repot lagi. Kalau dulu kita harus keliling Glodok, Mangga Dua, atau toko-toko CD bajakan terdekat demi mencari video konser artis-artis kesayangan. Sekarang video konser bisa didapat dengan mudah melalui Youtube yang bisa diakses melalui gadget-gadget canggih nan mahal. Tidak usah kita bertanya-tanya bagaimana rasanya nonton konser artis yang belum pernah datang ke Indonesia. Tinggal search dan klik, video dapat dinikmati dengan mudahnya.

Namun seperti pedang bermata dua, kemudahan ini juga menimbulkan kesulitan di lapangan. Jauh-jauh dan mahal-mahal kita nonton konser langsung demi merasakan sensasi bulu kuduk berdiri saat mendengar musik-musik yang ciamik dan melihat aksi panggung yang energik, malah dirusak dengan ratusan tempayan yang menjulang sombong menghalang pandang. Bahkan ada beberapa yang memakai blitz dan merusak tata cahaya yang telah diatur sedemikian rupa. Orang-orang ini mungkin tidak mengerti sensasi yang terjadi saat mendengar musik yang menjalar sampai ke urat nadi.

Gue jadi ingat berita dimana baru-baru ini Beyonce memarahi salah satu penggemar yang asyik merekam dirinya disaat dia ingin mereka bernyanyi bersama, "Shut that thing up already!" kata dia. Kejadian ini mungkin bisa menggambarkan ketidaknyamanan sang artis apabila melihat konser yang ditonton ratusan kameramen. Mungkin mereka ingin karyanya diapresiasi dengan koor, dansa dansi, dan hentakan kaki.

Gadget hanyalah alat yang sifatnya netral. Baik dan buruknya manfaat sangat tergantung pada pemakainya. Jika pemakainya kurang pintar, jadilah video-video 3GP yang menjamur di seantero dunia maya. Jika pemakainya pintar, gadget bisa bermanfaat sebagai jendela kita untuk mengintip dunia.

So, be as smart as your gadget are.




mari kita lanjut...

Jumat, Juni 28, 2013

Petarung Jalanan

Mayoritas orang Jakarta memiliki dua kepribadian yang berbeda. Gak percaya? Coba liat perbedaan sifat orang Jakarta pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, bersosialisasi, dengan sifatnya saat sedang berkendara di jalan. Lumrah rasanya ngeliat orang yang sehari-harinya berututur kata lembut, santun, ramah tamah, gotong royong, tenggang rasa, dan mengadopsi nilai-nilai Pancasila seperti yang diajarkan pelajaran PPkn dalam kurikulum yang berbasis kompetensi menjadi beringas dan suka memaki apabila turun ke jalan.

Jalanan Jakarta seperti hutan belantara. Hukum rimba berlaku disana. Bis-bis sialan berbadan besar bisa dengan seenaknya belok kiri-kanan tanpa peduli keadaan sekitar. Apalagi kalau dia ketemu saingannya. Mereka bisa kebut-kebutan dan bahkan ada kejadian dimana tetangga gue meninggal karena jatuh dari Metromini karena dia langsung tancap gas sebelum almarhum menjejakkan kaki dengan sempurna.

Walaupun berbadan besar, sesungguhnya raja jalanan di Jakarta bukanlah bis. Raja jalanan sesungguhnya adalah kendaraan beroda dua dengan kemampuan mengemudi seadanya. Berkendara di jalan raya Jakarta menuntut kita untuk memiliki kemampuan mentalist untuk membaca pikiran masing-masing orang yang ada di depan, kanan, kiri, belakang, atas, dan bawah.

Pengendara motor di Jakarta, khususnya, dan Indonesia, umumnya, terdiri dari orang-orang yang bisa nyalain mesinnya, jalanin motornya, tapi gak ngerti rambu lalu lintas nya. Contohnya pengendara-pengendara yang belum cukup umur. Bocah-bocah baru lahir yang bahkan belum kering luka bekas sunatnya. Heran. Sebegitu berlebihnya kah penduduk Indonesia sehingga banyak orangtua rela melepas anaknya yang masih curut turun ke jalan. Entah ini teknik aborsi diluar kandungan atau gimana, saya tidak mengerti.

Yang namanya anak ABG, atau bahkan ABK (Anak Baru Kecil; Kategori baru untuk anak-anak yang baru bisa moved on dari empeng ), emosinya masih labil. Bawaanya pengen ngebut, ngeliuk sana ngeliuk sini. Apalagi kalau hari sebelumnya abis nonton Moto GP, imajinasi mereka pasti berharap teknik nyetirnya mirip Valentino Rossi. Walaupun pada akhirnya lebih mirip topeng monyet naik sepeda kayu. Pake topeng bayi, Topeng bayi nya dikasih iketan plastik. Jadinya bentuk mohawk.

Perilaku kebut-kebutan itu biasanya berlaku untuk anak-anak cowok. Kalo cewek, biasanya teknik nyetir mereka mengadopsi dari iklan Kijang jaman dulu. Beberapa orang bersatu padu di satu motor yang sama. Dandanan mereka biasanya homogen : Pake kaos, rambut pirang terjemur matahari, dan celana pendek yang lebih cocok masuk kategori kolor. Imbas dari banyaknya orang yang naik dan celana hot pants yang membuat kaki terjuntai, apalagi ditambah kulit mereka yang hitam eksotis, mereka terlihat seperti kecoak naik motor. Item, larinya kenceng, kakinya banyak.

Bukan bermaksud diskriminasi, tapi ada satu style mengemudi alami cewek (baik ABG, dewasa, atau emak-emak sekalipun). Mereka nyetir dengan menggunakan perasaan. Seperti pendapat yang beredar di khalayak ramai, pria adalah mahluk logika dan perempuan adalah makhluk perasa. Sifat dasar ini dibawa terus ke jalan sehingga mereka bisa saja nyetir di kiri tapi secara bertahap mencong ke kanan karena dia galau. Abis diputusin pacarnya yang selingkuh dengan pembantunya sendiri. Kalau misalnya dia nabrak, pasti dia bakal bilang, "Lo tuh gak ngerti perasaan gue!!!" sambil nangis jejeritan. Tak terasa dia lari ke tengah jalan dan tertabrak mobil. Akhirnya dia amnesia dan lupa kalo pacarnya selingkuh dengan pembantunya. Pacarnya senyum-senyum licik sambil kameranya di zoom in sampe 2,52 cm menjelang pori-pori muka. Oh, sinetron.

Pria, yang biasanya didominasi tukang ojek, jauh lebih logika saat turun ke jalan. Logika mereka adalah : Setiap jalan kosong bisa dimanfaatkan sebaik mungkin. Gak kosong pun bisa dimanfaatkan dengan alasan yang kuat yaitu : Puterannya jauh. Logika ini menyebabkan banyaknya contra flow di jalan raya Jakarta. Setiap jalan kosong, ada motor. Melawan arus? Sudah biasa. Beberapa ada yang suka menantang maut dengan melawan arus malam-malam tanpa menyalakan lampu. Mungkin dia terlalu menuruti kata-kata Mario Teguh untuk tidak melawan arus. Out of the box!

Iring-iringan motor juga memperkeruh suasana jalan yang memang terlanjur riuh. Bermodalkan spanduk vinyl dan tongkat lampu kerlap kerlip ala Giring Nidji mereka menguasai 3/4 jalanan. Berjalan lambat tanpa memperdulikan kemacetan di belakangnya. Aneh. BBM naik mereka ngomel. Gak naek malah diabisin buat keliling-keliling.

Motor-motor tersebut seakan imun hukum. Polisi lebih suka menangkap mobil mewah tanpa alasan yang jelas. Motor mau ngebut, ngelawan arus, jumpalitan, nyetir satu kaki, dan lain sebagainya dibiarkan saja. Mobil, selalu jadi anak tiri. Gue pernah kena cegat polisi karena masuk jalur 3 in 1 pada saat jam 'Blackberry' menunjukkan waktu 18:58. 2 menit yang menentukan rupanya. Sesungguhnya ada dua golongan orang yang imun hukum di jalan raya. Pertama golongan si kaya yang berjalan sombong dengan diiringi pasukan voreeder yang sibuk menghalau orang-orang dengan cara seakan-akan mau menabrak mereka. Kedua golongan si miskin yang berdalih mencari makan tanpa peduli hukum yang ada. Siapa yang jadi korban? Kaum menengah yang hanya manyun terpana.

Karena alasan itu lah warga Jakarta memiliki kepribadian ganda di jalan raya, hukum rimba berlaku disana, memangsa atau dimangsa. Sebuah hukum yang seharusnya tidak perlu berlaku apabila masing-masing orang sadar dan mau saling mengalah. Namun sayang, beberapa orang merasa waktunya lebih berharga ketimbang waktu orang lain. Atau waktunya di masa yang akan datang pantas untuk dipertaruhkan demi menghemat 60 detik di lampu merah. Menerjang gagah berani, seakan berani mati. Tetapi apabila kalah taruhan, tidak ada yang repot selain keluarga. Mereka lah yang tertegun berbalut duka.

Think.


mari kita lanjut...

Sabtu, Mei 11, 2013

Hopippola

Saat memulai minggu, kehidupan gue nomaden. Tempat tinggal gue yang biasanya di Cimanggis, Depok ujung (yang daerahnya diarsir tipis apabila diliat di Atlas) berpindah ke daerah ke Kramat Raya. Rumah penampungan keluarga yang dimiliki oleh kakek. Di rumah itu, segala perantauan dari keluarga besar berkumpul. Di rumah itu juga, 14 tahun kehidupan gue tertuang.

Dikarenakan kondisi jalan raya dari Depok yang macet luar biasa. Gue berangkat dari pagi-pagi buta. Sekitar jam setengah 5 subuh dari Depok. Badan gue yang terbiasa bangun jam 7 pagi tentu aja protes. Saat gue berangkat kerja jam 8 pagi, gue berjalan sempoyongan. Mata terasa berat dan keinginan untuk tidur di tengah jalan meningkat 500%. Hal ini berlanjut sampai gue naik angkot Metromini P17 dan Kopaja P66.

Gue memiliki kebiasaan untuk masang MP3 Player Sandisk Sansa gue untuk menemani perjalanan gue menuju kantor. Pada hari itu, disaat kondisi ngantuk yang amat sangat, gue memilih mendengarkan album Valtari -nya Sigur Ros. Suara falsetto Jonsi membuai angan gue yang berada di antara dunia mimpi dan nyata. Terantuk-antuk kepala gue terhempas ke jendela angkot. Menikmati harmonisasi bebunyian Sigur Ros.

Sampai suatu saat bus Kopaja tiba-tiba ngebut tanpa alasan jelas. Belok kiri-kanan, ugal-ugalan, rusuh sendiri di jalanan yang pada saat itu sedang sepi. Sandisk Sansa memutar lagu Ekki Mukk yang berhasil mengantarkan pikiran gue melayang di udara. Pada saat itu gue jadi bingung, "Ini apa-apaan sopir gila ngebut sendiri?"

Begitu mendekati kantor, gue beranjak turun. Ketok-ketok plafon angkot dan sang sopir pun melambatkan kendaraannya. Tiba-tiba ada satu orang Bapak-bapak memegangi tangan gue yang sedang berpegangan di tiang atas kopaja, "Mau turun Pak, hati-hati Pak. Pelan-pelan, nanti jatuh" sembari menggoyangkan tangan tersebut. Lagi-lagi, gue kebingungan. Ngapain Bapak-bapak ini belagak sok simpatik mau bantuin gue, sedangkan gue sendiri biasa aja. Lagian mau bantuin orang biar gak jatuh malah tangan gue digoyang-goyangin. Apa memang lagi ada musik dangdut di luar dan gue sengaja diajak ikutan goyang?

Selain Bapak-bapak sok simpatik, adalagi Bapak-bapak lainnya yang membawa botol Aqua kosong, lewat disamping gue dengan motif yang gak jelas. Oalah. Gue dikeroyok Bapak-bapak! Lagi, gue gak ngerti apa yang terjadi. Ekki Mukk yang mengambil alih indra pendengaran gue membuat adegan-adegan tersebut seakan berlangsung secara slow motion dan entah mengapa gue hanya sempat membatin tanpa cepat menarik kesimpulan.

Saat gue turun dari Kopaja P66, gue baru sadar kalau telah menjadi korban pencopetan. Benar saja,  begitu gue cek kantong celana, hape gue raib. Hilang tak berbekas. Bapak-bapak yang memegang tangan bertugas untuk menciptakan distraction sedangkan yang memegang botol Aqua bertindak sebagai eksekutor. Botol Aqua itu dipergunakan untuk menekan kantong celana sehingga seakan-akan hape gue masih ada disana. Dengan gerakan tangan terlatih, wuss! Hape gue lenyap seketika. Sebuah awareness yang biasanya sudah gue sadari seperti saat sebelumnya. Namun sayang, keadaan ngantuk ditambah buaian Sigur Ros - Ekki Mukk menghilangkan awareness tersebut. Jadi, untuk yang di contact-nya masih ada Pin BB 280E2B03, titip salam aja. Semoga bisa cepet masuk sorga. Besok subuh lebih bagus lagi.


***

10 Mei 2013. Sebuah mimpi menjadi nyata. Sigur Ros (akhirnya) datang ke Jakarta, tepatnya di Istora. Sebuah konser yang sangat ditunggu-tunggu. Seenggaknya gue nunggu. Karena saat gue ajak temen-temen lainnya, ada berbagai macam tanggapan.

"Heh, band apaan itu?"

"Sumpah gue baru denger namanya sekarang"

Begitu gue dengerin lagunya, "Nyanyi-nya kayak ayam kecekek Jal." 

Oke. Gue memutuskan untuk nonton Sigur Ros sendirian. Daripada gue susah payah ngejelasin musik apa yang mereka sajikan dan makhluk sejenis apa mereka.

Sekitar jam 5 sore gue udah nyampe di venue. Keadaan masih sepi. Sangat kontras dengan pelataran Istora yang luas. Keliling-keliling, duduk-duduk, sekitar jam 6 gue udah ngantri di pintu masuk. Duduk manis bersila sambil mendengarkan sayup-sayup lagu Brennistein bermain di dalam Istora. Oh, tak sabar rasanya.

Satu setengah jam menunggu, 19.30 penonton baru boleh masuk ke dalam venue. Di dalam, gue disambut panggung yang ditutup oleh kain putih. Tidak terlalu mewah dan megah tapi terasa intim dan dekat. 



Menit demi menit berlalu. Konser tidak kunjung dimulai. Cuma ada suara denting piano dari speaker yang menemani, tapi Sigur Ros tak kunjung keluar. Sebagian besar penonton mulai jengah karena sampai jam 20.30 konser tak ada tanda-tanda akan dimulai.










Jam 21.00, lampu dimatikan. Penonton langsung dihajar oleh hentakan bass drum yang memukau dan gesekan gitar Jonsi yang liar. Kain putih yang menutupi panggung menunjukkan fungsinya. Jonsi, Goggi, dan Orri bermain di balik kain putih yang menyajikan video mapping indah. Seakan menyambut dahaga para penonton yang sedari tadi menanti Sigur Ros dari sore hari. Dari balik kain, Jonsi disorot oleh spotlight berwarna merah sehingga memunculkan siluet provokatif dia menggesek gitar-nya bak violinist kesetanan.









Seusai lagu pertama (yang gue gak tau judulnya apa), Sigur Ros langsung memainkan Ny Batteri, sebuah lagu yang dimulai oleh iringan falsetto Jonsi yang membuai dan diakhiri oleh distorsi megah yang menggugah. Menjelang akhir lagu, disaat klimaks lagu tersebut, kain putih tersebut diturunkan. Terlihat deretan pemain Sigur Ros beserta additional players dan tata panggung yang terdiri dari LED Screen besar di belakang dan bohlam lampu yang berjejer di seputar panggung. Megah.







Saeglopur, salah satu lagu hits Sigur Ros, berhasil menciptakan koor penonton, meninggikan bulu kuduk, dan menerbangkan angan ke udara. Menghadapkan kepala ke langit adalah cara gue menikmati harmonisasi audio dan visual yang menjadi kendaraan pikiran untuk kembali mengingat mimpi. Mewakili perasaan yang tidak terdefinisi.



Pada Svenfn-G-Englar, Jonsi mengeluarkan teknik bernyanyi yang tidak biasa. Sebuah teknik bernyanyi menggunakan microphone di gitar listrik. Menghasilkan suara falsetto magis yang misterius. Seakan Jonsi bernyanyi di balik gunung yang bergema.




Hoppipola + Meo Bloanasir adalah lagu Sigur Ros yang paling populer dan sering digunakan berbagai macam scoring atau soundtrack iklan. Dentingan piano yang nyaman mengawali lagu yang mengingatkan kita untuk kembali bersenang-senang seperti di saat kecil dahulu. Lagu tersebut menggetarkan venue dan membuat seluruh penonton meloncat dan bernyanyi. Video LED di belakang Jonsi semakin menambah kemegahan lagu tersebut.






Resiko dari lagu yang paling populer, semua orang seakan ingin mengabadikan momen tersebut di smartphone mereka masing-masing. Lampu flash yang mereka pakai mengganggu tata cahaya yang telah diatur sedemikian rupa untuk mengikuti suasana yang dibangun lagu. Yang lebih mengganggu, tempayan-tempayan smartphone yang sangat mengganggu pandangan orang di belakangnya. Mereka seharusnya sadar kalau orang ingin menonton langsung konser Sigur Ros, bukan melalui layar smartphone tempayan mereka.



Olsen-Olsen menjadi menu selanjutnya. Suara gitar bass menghantarkan penonton ke dalam episode konser selanjutnya. Hingga sampai pada akhir lagu suara flute bermain dengan melodi unik yang memanjakan telinga. Koor penonton dimulai tanpa aba-aba, mengikuti melodi flute tersebut. It's a very beautiful night indeed.


Selanjutnya Sigur Ros memperkenalkan lagu barunya, Kveikur dan Brennistein. Dari dua lagu tersebut, sepertinya Sigur Ros ingin menjadi lebih keras dan megah pada album baru mereka yang akan keluar Juni nanti. Sebuah abum yang layak ditunggu kedatangannya.





Pada satu kesempatan, Jonsi menunjukkan kemampuan vokal luar biasa melalui suara falsetto tipis yang panjang (+/- 1 menit) yang (mungkin) apabila dilakukan orang biasa dapat membuat kepala mereka pecah. Lengkingan suara tipis dipadu dengan LED yang menampilkan lautan bintang bersinkronisasi dengan deretan bolham kuning yang bernyala redup. Suasana yang sangat syahdu.



Overall, konser Sigur Ros di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2013 berhasil mengantarkan angan para penonton melalui harmonisasi musik dan keindahan visual melalui video mapping dan lighting yang memukau. Jika kita bisa mendengarkan mimpi, mungkin seperti ini lah mimpi berbunyi.

Sigur Ros berhasil menyihir seisi Istora Senayan dan membuat mereka tertegun karena pada akhirnya mimpi tersebut berakhir. Teriakan, "We want more!" dari penonton tidak mereka gubris dan konser tersebut berakhir setelah lagu Popplagio yang kolosal. Dimana pada lagu penutup tersebut para personil Sigur Ros bermain kesetanan, seakan ingin memberikan salam perpisahan yang tak terlupa.




Mimpi indah itu berakhir, semoga saja mereka akan kembali dalam waktu dekat ini.

Hoppipola!


mari kita lanjut...

Sabtu, Maret 23, 2013

Generasi 90 an


Minggu lalu gue beli sebuah buku yang bikin masa lalu gue terkuak. Akhirnya gue harus menyerah dengan keadaan dimana hal-hal yang gue suka dulu udah masuk dalam kategori nostalgia. Buku itu adalah buku Generasi 90-an, berisi hal-hal yang menjadi tren pada periode tersebut dan bahkan menjadi kewajiban Fardhu Ain bagi anak-anak yang terdapat di dalamnya.

Sebagai salah satu anak yang dibesarkan dalam periode tersebut, memori gue terbongkar ke masa itu. Jaman SD dahulu, belum ada yang namanya 711, Lawson, atau bahkan Alfa/Indomaret sekalipun. Jajanan yang gue makan dijual oleh abang-abang atau Ibu-ibu yang nangkring di depan gerbang SD. Duit jajan gue pada saat itu 500 perak sehari, disaat temen-temen lain dibekali uang jajan 2.000 oleh orang tua nya. 

Mengingat minimnya duit jajan, gue harus belajar financial planning sedari kecil. 500 itu harus gue manfaatkan se-efektif mungkin agar dapat kepuasan maksimal. Kalau gue lagi pengen ngemil yang manis, 300 perak gue pake buat beli gulali. Gulali yang dimaksud bukan yang bentuknya kapas dan kalo digulung bentuknya menyerupai rambut Lady Gaga. Bukan. Bukan itu yang dimaksud. Gulali disini adalah gulali yang (kayaknya) dibikin dari campuran antara tepung kanji, gula merah, dan ludah abangnya. Bentuknya bisa dipilih sesuai dengan keinginan kita, tergantung dari kreatifitas si penjual. Ada yang bentuk pestol, orang-orangan, macan, kelinci, dll. Pembetukannya menggunakan alat yang menyerupai canting yang dikombinasikan dengan telapak tangan abangnya yang terkadang terlihat hitam dan kasar. Pada proses inilah secret ingredients utama mulai ditambahkan. Kalau kita mau bentuk pistol, bunga, atau apapun yang bentuknya bangun ruang, abangnya akan meniup gulali tersebut dan membentuknya sesuai dengan pesanan kita. Garis bawahi kata meniup. 

Menurut EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), meniup adalah :

  • Mengembus; source: kbbi3 
  • Membunyikan dng mengembus (suling, peluit, dsb); source: kbbi3
  • Cak menyemburi; memantrai; menjampi: dukun itu diminta ~ anak yg kerasukan; source: kbbi3
  • Mengobarkan (perselisihan, semangat bertanding, dsb): jika tidak ada yg ~ , perselisihan itu sudah dapat diselesaikan;
  • Menyemprotkan ludah ; source : (Mirzal, 2013)
Terbayang bagaimana joroknya itu jajanan anak jaman 90 an, dimana sakarin menjadi makanan pokok dan bakteri adalah lumrah. Selisih 200 perak biasanya gue pake buat beli minuman es dingin menyegarkan yang diciduk menggunakan ember kecil bertungkai. Minumannya bervariatif, ada es teh manis, es jeruk, atau es ... (isi sendiri, karena terkadang rasa-nya emang absurd). In case gue cuma mau minum doang, 500 perak bisa gue pake buat beli minuman dingin dengan ukuran plastik yang lebih gede. Ya, itulah Slurpy ala Generasi 90 an.

Kalau lagi males makan atau minum, gue bisa ke game center. Game center nya bukan seperti saat ini, Warnet yang berisik-nya macam Perang Vietnam dengan ocehan anak kecil yang terdengar seperti ribuan Tweety berceloteh bersamaan. Game center pada tahun 90 an adalah tukang Game Boy. Bermodalkan 250 perak gue udah bisa menikmati Game Boy selama +/- 15 menit. Curangnya 15 menit itu udah termasuk pemilihan kaset, sehingga terkadang waktu efektif main Game Boy itu cuma 10 menit karena kebingunan milih kaset yang mau dimainkan. Sistem billing yang dipake oleh abang Game Boy adalah dengan menggunakan hardware yang bernama Rope (tali). Saat waktu habis, abang itu akan menarik tali yang terikat pada Game Boy sambil mengeluarkan kalimat sakti, "Udah woi. Abangnya mau pulang."

Itu dari segi jajanan dan permainan. Generasi 90 an juga mengenal beberapa mitos menjadi tren. Mitos yang paling populer adalah fenomena Mister Gepeng. Sosok ini sangat ditakuti oleh seantero anak SD se-Jakarta karena diceritakan bahwa Mister Gepeng ini adalah orang yang kejepit di lift pada saat kerusuhan '98. Agar lebih dramatis lagi, TKP disebutkan di gedung deket SD yang kebetulan memang terbakar habis pada saat kerusuhan.

Mister Gepeng ini juga mencari anaknya yang hilang untuk dibawa ke alam baka. Persis kayak cerita Mama gitu. Tapi, dia lupa nama anaknya. Maklum lah, kepentok aja bisa ada resiko amnesia apalagi gepeng kegencet lift? Dia cuma inget kalo di dalam nama anaknya ada huruf A-I-R-E-S, niscaya kalo ada anak kecil yang minimal punya 3 huruf tersebut di dalam namanya akan dibawa ke alam baka Pernah ada temen yang gak masuk 3 hari. Dia langsung divonis dijemput Mister Gepeng. Sadis. Padahal kalo bener itu kejadian, Mister Gepeng bakal sangat sibuk sekali karena menjemput banyak anak. Coba itung, ongkosnya berapa. Kalau memang benar itu terjadi, maka sejatinya Mister Gepeng adalah orang kaya.

Itu mitos regional Jakarta. Adalagi mitos lokal di SD. Alkisah ada WC yang dipercaya pernah dipakai jadi tempat bunuh diri. WC itu terdapat di ujung lantai 2. Tempatnya memang gelap dan terpencil sehingga memang pantas rasanya dipake orang buat bunuh diri. Di plafon WC itu ada sebuah lubang yang katanya bisa menghisap apa saja yang dilempar kesana. Sebagai anak kecil dengan tingkat curiosity yang tinggi, gue dan seorang teman berniat melakukan eksperimen. Semacam Myth Buster gitu deh. Gayung WC gue ambil dan melemparnya ke atas. Percobaan pertama, gayung kembali jatuh kebawah. Percobaan kedua, gayung tetap jatuh ke bawah. Kita berdua ketawa-tawa, menertawakan orang-orang yang percaya mitos. Percobaan ketiga, gayung hilang gak balik-balik lagi. Kita berdua sukses kabur. Padahal jawaban atas fenomena itu simple, gayungnya NYANGKUT di dalam plafon.

Aneh, unik, norak, dan heboh. Itu lah yang terjadi pada masa 90 an. 90 is the new 80's and we're proud to be the part of it. Nanti kita lanjut lagi berceloteh tentang tahun 90 an. Terima kasih untuk @generasi90an yang sukses memboyong kita semua ke masa lalu.



mari kita lanjut...