Kamis, Juni 10, 2021

Catatan Pandemi : Ramadhan

Tanggal sebelas bulan Mei tahun dua ribu dua puluh satu. Sudah 2 kali Ramadhan kita jalani dalam kondisi keterbatasan akibat pandemi. Kondisi yang membuat kita semua beradaptasi dengan berbagai kebiasaan baru, termasuk dalam pelaksanaan ibadah pada bulan Ramadhan.

Pada tahun 2021, mesjid sudah mulai dibuka dengan catatan harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jamaah pada saat masuk mesjid ditembak jidatnya pake thermo gun, sholat wajib pake masker, peralatan sholat bawa sendiri, dan kita mengenal cara sholat berjamaah yang  berjarak antar satu jamaah dengan lainnya.

Jika dilihat dari keadaan tahun lalu, keadaan seperti ini sebenarnya jauh lebih baik ketimbang Ramadhan sebelumnya. Seluruh mesjid ditutup total bahkan untuk sholat 5 waktu sekalipun. Yang boleh masuk ke mesjid hanya muadzin untuk sekedar mengumandangkan adzan. Akibatnya suasana Ramadhan yang tadinya meriah menjadi sunyi senyap.

Tidak ada tukang peci yang selalu menggelar ratusan peci dagangannya di pelataran mesjid. Tidak ada suara ramai anak kecil yang perang sarung hingga membuat gaduh di dalam mesjid. Tidak ada teriakan Bapak-bapak yang jengkel akibat terganggu gaduhnya para bocah, "KALO MAU BERISIK DI LUAR!" sehingga membuat mereka takut sejenak sampai saat sholat dimulai dan mereka kembali ke dalam untuk melanjutkan kembali perang sarung.

Silaturahim yang sering digelar pada bulan Ramadhan seketika bubar jalan. Mall, cafe, restoran, sampai warung-warung pinggir jalan juga tutup total dan makanan hanya boleh dibeli dengan cara take away. Tidak ada reuni TK, SD, SMP, ataupun SMA dengan korban satu orang rajin yang datang 2 jam sebelum maghrib untuk booking 20 tempat duduk di restoran favorit. Tidak ada kumpul-kumpul dengan keluarga besar bersama om, tante, dan sepupu yang mungkin gak kita tahu namanya. Mereka yang selalu berhasil membuat kita cengar-cengir awkward saat membahas isu terhangat atau terhoax di status grup WA keluarga.

Dikarenakan mesjid tutup total, maka shalat tarawih pada Ramadhan tahun 2020 gue kerjakan di rumah. Tepatnya di rumah mertua yang berlokasi di Bekasi.

Kondisi pandemi yang penuh ketidak jelasan menuntut seluruh keluarga untuk tinggal di satu atap yang sama. Permasalahannya, ada 9 keponakan kecil-kecil dengan umur yang tidak jauh berbeda  antar satu dengan lainnya. Implikasi dari keadaan tersebut, selalu terjadi keributan pada saat sholat tarawih kita di tahun 2020.

Saat berdiri, shaf taraweh selalu dianggap jogging track oleh mereka untuk berlari-larian sambil tertawa dan berteriak. Saat rukuk, mereka selalu mengadakan perlombaan copotin peci dan mukenah. Saat sujud, permainan kuda-kudaan adalah kegiatan favorit dan membuat kita yang menjadi kuda tidak bisa segera bangkit dari sujudnya. Itu semua adalah kegiatan yang dilakukan oleh keponakan dengan rentang umur 1-3 tahun.

Yang agak gede sekitar 3-6 tahun, mereka sholat sambil nyikut, jambak, dan ujungnya bisa dipastikan menggelar eksebisi Smackdown. Berantem. Namun berbeda dengan Smackdown yang diakhiri pemberian gelar juara, keponakan gue selalu mengakhiri tarung laga dengan tangis membahana. Pada akhirnya, malam Ramadhan tetap meriah di rumah saya.

Ramadhan berganti Syawal dan sejarah mencatat bahwa tahun 2020 adalah Idul Fitri pertama dengan kondisi seluruh mesjid ditutup total dan kerumunan tidak diperbolehkan. Tidak boleh ada sholat Idul Fitri di lapangan atau mesjid manapun.

Sholat Idul Fitri diadakan di rumah masing-masing dengan imam sesuai konsensus masing-masing keluarga. Bisa ditebak, gue ditunjuk sebagai imam pada sholat Idul Fitri tahun 2020. Sebuah pengalaman baru yang tidak pernah gue alami sebelumnya. Pengalaman yang menarik karena gue harus menjaga takbir supaya tidak lebih atau kurang pada masing-masing rakaat. Idul Fitri 2020 adalah pertama kalinya gue sholat sambil ngitung pake jari tangan yang terselip di balik siku. 

Ramadhan di tengah pandemi membuat kita beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru dan membuat ibadah kita lebih personal karena dijalani dalam kondisi prihatin. Di lain sisi, kita juga bisa merasakan harumnya semerbak aroma nafas surgawi yang terpantul pada masker saat kita melaksanakan kegiatan sehari-hari.


mari kita lanjut...