Jumat, Juni 12, 2020

Pandemi Normalisasi

Wabah Covid-19 memaksa kantor-kantor untuk membuat kebijakan baru. Pekerjaan yang biasanya dilakukan di kantor terpaksa harus kita kerjakan di rumah untuk mengurangi tingkat kerumunan orang di satu tempat dan waktu yang sama.

Teknologi di tahun 2020 untungnya bisa memfasilitasi kebutuhan darurat seperti ini. Akses internet tanpa batas dengan dibantu aplikasi video call atau conference call seperti WhatsApp, Google Meet, dan Zoom bisa membantu para pekerja untuk melakukan meeting dari rumah masing-masing.

Status Work From Home (WFH) membuat kita harus berkomitmen untuk selalu siap sedia seakan di kantor padahal mungkin kita sedang santai di rumah aja. Jika ada calling dadakan, kita yang lagi tidur-tiduran dengan muka penuh guratan sprei dituntut harus bisa langsung gerak cepat ganti baju yang rapi demi meeting dengan atasan, klien, atau rekan sejawat. Cara mudah dan praktis yang sering dipakai adalah dengan cosplay musuh Batman : Two-Face. Bedanya yang kebagi dua bukan muka, tapi outfit. Atasan pake kemeja bawahan pake kolor.

Anak-anak yang juga sedang dirumah karena sekolah sedang menerapkan belajar dirumah tentu tidak akan tinggal diam pada saat melihat kita sedang meeting. Karena dicuekin, mereka sering teriak cari perhatian, pencet-pencet layar, dan bahkan ada yang sampai bawa kabur handphone orangtua nya. Tercipta lah adegan perburuan antara orangtua dengan anaknya yang berlarian mengelilingi rumah.

Status WFH juga menyebabkan banyak komputer hantu di kantor, yaitu komputer yang bisa gerak-gerak sendiri buka program tanpa ada user di depannya. Program remote komputer memiliki andil besar dalam fenomena ini. Dengan bermodal baju tidur seluruh pekerjaan bisa selesai dengan baik. Bos hepi, kita hepi, gaji naik. Aaamiin.

Seluruh kegiatan tersebut sangat bergantung pada kualitas koneksi jaringan internet. Apabila koneksi mandeg niscaya muka kita akan terdiam dengan pose mulut ternganga dan muncul lingkaran muter-muter di depan kepala bagaikan Tom abis digebuk Jerry pakai tongkat bisbol. Atau minimal suara kita bakal terdengar seperti sambungan koneksi dial up Telkomnet Instan 0809-8-9999 di Windows 95.

Bayangkan apabila pandemi terjadi di era 90an di masa koneksi internet belum cukup kuat. Tagihan telepon rumah bakal jebol akibat banyak telpon ke kantor atau dipake pacaran oleh para kawula muda pejuang cinta. Artis-artis akan sibuk menyediakan konten teks bagi provider SMS Premium, "Setiap SMS yang kamu terima langsung dari handphone artisnya loh!"

Sebagai hiburan sehari-hari, televisi hanya mampu menyediakan siaran ulang kuis Piramida, Kata Berkait, dan Famili 100 sehingga orang-orang akan dibuat bosan oleh wajah Soni Tulung.

Selain para pekerja kantoran, para artis juga menghadapi hambatan yang sama. Jika biasanya mereka selalu manggung di depan ribuan orang, sekarang mereka dipaksa untuk kerja dan produktif di rumah aja.

Saat kita membuka Instagram, banyak muncul notifikasi live dari berbagai macam akun artis yang mungkin sama bosannya seperti kebanyakan orang. Chris Martin, John Legend, sampai dengan artis lokal seperti David Naif atau Sore mencoba menghibur para followers nya dengan mengadakan mini concert. Suatu kebaikan yang semoga akan merekatkan mereka dengan para penggemarnya.

Acara televisi juga mengalami penyesuaian di masa pandemi ini. Jika sebelumnya acara variety show seperti Dahsyat, Ini Talkshow, atau Tonight Show menghadirkan banyak penonton, sekarang ditiadakan. Kamera tidak lagi bisa menyorot pemuda pemudi hiperaktif dengan gaya psychadelic sedang mendendangkan lagu tanpa memperhatikan lirik.

Di beberapa acara talk show, artis-artis yang hadir bahkan wajib mengenakan Face Guard saat shooting. Sehingga dengan dipakainya Face Guard tersebut maka istilah cupika cupiki akan berubah menjadi cutika cutiki (Cium Plastik Kanan Cium Plastik Kiri). Semua jenis pekerjaan dituntut adaptif dalam menghadapi perubahan yang gencar disebut "New Normal".

Istilah New Normal ini, setelah dijalankan, ternyata memiliki bumerang tersendiri. Sesuai dengan definisinya, New Normal adalah kondisi dimana kita kembali ke kegiatan sehari-hari dengan tambahan protokol kesehatan yang lebih ketat. Hand sanitizer wajib dibawa sebagai teman setia, masker selalu siap sedia, dan jidat kita akan selalu rela ditembak alat pengukur suhu dalam berbagai macam wujud dan rupa.

Negara Indonesia memiliki budaya gotong royong serta kebutuhan bersosialisasi yang tinggi. "Makan gak makan asal kumpul," adalah jargon yang mahsyur di masyarakat dan sempat dijadikan lagu oleh Slank.

Sebelum pandemi Covid-19 kita terbiasa kumpul-kumpul di berbagai macam tempat sesuai dengan kapasitas dompet masing-masing. Anak-anak muda gemar ngumpul di kafe mahal beralaskan sofa empuk sambil minum kopi seharga 5 kg beras Sentra Ramos. Ramai-ramai mereka berkumpul mengelilingi meja sembari kepala tertunduk menatap layar handphone masing-masing dan saling berinteraksi melalui fitur chat Mobile Legends atau berbincang melalui fitur bicara PUBG. Saling berdialog di balik avatar. 

Bapak-bapak komplek gemar ngumpul di meja depan toko kelontong beralaskan bangku plastik sambil minum kopi ABC dengan mekanisme pembayaran melalui dua kali cicilan. Gaplek, catur, atau domino adalah permainan yang biasa mereka mainkan sembari bercanda ria melepas penat.

Ibu-ibu perumahan biasanya suka kumpul di depan, tengah, atau tiap-tiap bagian gang yang memiliki jarak pandang luas sehingga bisa memantau para tetangga yang lewat sembari saling bertukar informasi paling up to date mengenai tetangga tersebut.

"Eh masak Ibu Broto kemarin beli kulkas 4 pintu dari Electronic City, dianterin pake mobil gede! Deilah. Padahal  biasanya juga beli sayur kangkung di warung Cici Meng aja ngutang! Mentang-mentang suaminya baru dapet proyek tol langit Jakarta-Papua begayaan bener. Bayar utang dulu oi!" cerita mereka sambil pura-pura berteriak padahal tentu saja resonansi suara mereka tidak akan sampai ke telinga Ibu Broto.

Setelah diberlakukannya New Normal, maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mengembalikan kegiatan sehari-hari mereka seperti sebelumnya. Tongkrongan dan kumpul-kumpul tetap ada namun ditambah masker dan sanitizer. Bapak-bapak komplek tetap duduk di tetap sama, dempet-dempet berhadapan sambil main gaplek, karena permainan tersebut tidak akan asyik apabila dilakukan dengan menerapkan protokol physical distancing.

"Masak ngomong jauh-jauhan tong!? Yang bener aje. Tereak-reak bikin aus! Lagian yang kumpul orang sini doang. Make ribet segala lo ah!" kata Bapak Jumadilaki yang sedang serius bermain gaplek sambil mengambil dan menyulut rokok Dji Sam Soe milik Bapak Ma'mun yang duduk di sebelahnya. Raut muka Bapak Ma'mun terlihat tak suka.

Anak-anak muda di media sosial berteriak gelisah dan bertanya kapan mall buka. Mereka sudah terlalu lama di rumah karena status sekolah yang masih tutup. Saat pemimpin kita meninjau salah satu mall di Indonesia, muncul antrian mengular di depan wastafel yang disediakan manajemen mall pada pintu masuk. Berdekat-dekatan tak apa demi kembali normal di dalam mall.

Ibu-ibu, terutama menjelang lebaran, bersatu padu kembali ke pasar. Baik pasar yang besar seperti Tanah Abang atau sampai pasar kaget di pinggir jalan. "Ya kan besok Lebaran. Kesian anak-anak gak punya baju baru," begitu kata Ibu Jumadiperem, istri dari Bapak Jumadilaki, saat ditanya alasan kenapa nekat berdesak-desakan di pasar pada saat Covid-19 merebak luas. Seakan tanggul air yang jebol, masyarakat membanjir keluar rumah setelah sebelumnya diminta di rumah aja selama kurang lebih tiga bulan.

Padahal sesungguhnya penyebaran virus Covid-19, khususnya di Indonesia, belum mereda. Sampai saat tulisan ini dikerjakan, sudah ada 35.000 kasus positif COVID-19 dengan tingkat kematian tembus di angka 2.000 orang tanpa ada tanda-tanda melambat atau berhenti.

Walaupun Indonesia bangsa yang damai dan setiap insan di bumi selalu berlomba mencari kedamaian, namun untuk saat ini sesungguhnya kita belum bisa berdamai dengan Covid-19. Mau dipaksa bagaimanapun dengan menggunakan jubir secantik apapun, kita tetap belum bisa berdamai. Karena sesungguhnya damai pada saat musuh tanpa ampun menyerang adalah bunuh diri. Karena sesungguhnya propaganda normalisasi tanpa melihat situasi adalah pandemi.

Sementara vaksin belum ditemukan maka kondisi yang kita alami saat ini belumlah normal sehingga alangkah bijaknya bila kita menghindari kerumunan untuk sementara waktu. Entah itu 1, 3, 6, atau bahkan 12 bulan ke depan sampai kondisi sudah dinyatakan stabil dan kehidupan kita kembali normal. Apa itu kehidupan normal? Kehidupan dimana kita bisa berinteraksi dengan sesama tanpa was-was, berpergian ke suatu tempat dengan bebas, dan orangtua bisa melepas anaknya menuntut ilmu di sekolah tanpa cemas.

Kurangi kegiatan kumpul-kumpul tanpa faedah dan biarkan pikiran kita berbicara dengan diri sendiri atau dengan orang-orang terdekat kita di rumah. Karena sesungguhnya seringkali kita belum mengenal dengan baik orang-orang yang secara fisik ada di sekitar kita atau bahkan belum mengenal dengan baik siapa kita. "Siapa kita? Siapa Kita? Siapa kita...!?" (Seorang Ketua Parpol, 2019).

Kurangi mobilisasi yang bisa ditunda atau tidak diperlukan. Bagi yang terpaksa bergerak karena harus mencari nafkah, maka proteksi kegiatan kalian dengan menggunakan masker, hand sanitizer, dan berhati-hati saat interaksi dengan orang lain. Bagi yang tinggal di wilayah zona merah, usahakan tetap berada di tempat masing-masing. Ikuti lirik nyanyian para menteri walau terdengar menyayat di telinga dan terasa pedih di hati. Gue yakin Indonesia adalah bangsa yang kuat dan apabila kita bersatu maka cobaan ini Insya Allah akan segera berlalu.


[INSERT DRAMATIC THEME SONG HERE]


mari kita lanjut...

Rabu, Juni 03, 2020

#DiRumahAja

Wuhan, sebuah kota yang barangkali belum pernah terdengar di seantero dunia. Dia tak seterkenal Beijing yang memiliki Kota Terlarang, Shanghai yang merupakan pusat bisnis, atau kota tak bernama di film Kungfu Hustle yang dikelola oleh emak-emak bermahkota roll rambut. Kota yang terletak di negara China itu sekarang menjadi sorotan negatif dunia karena disinyalir sebagai episentrum atau tempat lahirnya virus Corona jenis Covid 19 (Corona Virus Disease 2019).
Apelu ngomongin gue!?
Jenis virus ini belum pernah ditemukan sebelumnya. Menyebabkan manusia yang terinfeksi mengalami gejala umum seperti demam tinggi dan sesak napas, penurunan imunitas tubuh sehingga memperparah kondisi fisik seseorang yang memiliki penyakit bawaan. Bahkan di beberapa kondisi virus ini dapat menyebabkan kematian mendadak tanpa ada gejala apapun. Dunia dibuat gempar oleh makhluk tak kasat mata.

Wuhan berjarak 4.167 km dari Indonesia (Bekasi, khususnya. Lebih khusus lagi, Kampung Siluman - Tambun). Jauhnya jarak antara lokasi kita dengan episentrum bencana membuat kita sempet abai pada awal kemunculan virus di sekitaran Desember 2019.


Naek pesawat aja 13 jam Bor

Ada yang bilang virus tidak dapat masuk ke Indonesia karena kita biasa makan nasi pecel ayam di pinggir jalan pake piring yang dicuci dengan air bekas cucian 500 piring sebelumnya. Sehingga virus tersebut akan berantem rebutan kavling dengan bakteri E.Coli apabila masuk ke dalam tubuh masyarakat +62.

Ada yang bilang virus tidak dapat masuk ke Indonesia karena kita rajin minum jamu sehingga badan kita imun dari berbagai jenis virus.

Ada yang bilang virus dari luar negeri gak akan masuk ke Indonesia karena ketahan di Bea Cukai.

Ada, ada, dan ada.

Semua canda dan tawa renyah itu tersapu habis pada bulan Maret 2020. Ditandai dengan pengumuman Presiden tentang adanya kasus 2 pasien positif Covid-19 di Indonesia.

Setelah pengumuman itu, keadaan berbalik 180 derajat.

2 pasien bertambah jadi 10, kemudian menjadi 100, kemudian 200, sampai kemudian menyentuh angka 4.000 penderita virus Covid-19 dengan tingkat kematian mencapai 400 orang dan terus bertambah. Demi mengurangi tingkat penyebaran wabah Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO, pemerintah berusaha mengurangi kerumunan orang.

Hal yang pertama dilakukan pemerintah adalah meliburkan sekolah dan anak-anak diminta belajar dari rumah. Kemudian dilanjutkan dengan kantor-kantor yang perlahan mengurangi jumlah karyawan yang masuk melalui mekanisme bekerja dari rumah, atau nama keren nya Work From Home.

Mobilitas peradaban manusia yang sedang melaju kencang tiba-tiba menginjak pedal rem. Jalan raya yang biasanya penuh sesak dengan kendaraan menjadi sepi. Orkestrasi klakson dari berbagai jenis kendaraan mulai dari telole-lolet bis Primajasa sampai terompet tukang roti Tan Ek Tjoan pun berhenti bergema, jalan raya hening seketika.

Pusat perbelanjaan yang biasanya setiap harinya tak pernah sepi mulai dari jam 10.00 sampai 22.00 serentak tutup. Restoran yang bangkunya selalu penuh terisi mendadak terlarang untuk diduduki. Orang-orang yang gemar duduk sendirian dan hobi memonopoli 10 tempat duduk kosong buat teman-teman lainnya di restoran atau food court ramai pasti kebingungan mencari pekerjaan baru.

Masker, hand sanitizer, dan tisu toilet, di beberapa negara, menjadi produk primadona yang selalu habis terjual. Manusia mulai berpikir detil mengenai kebersihan dan kita mulai mengetahui alat-alat serta istilah-istilah medis seperti APD, baju hazmat, ventilator, dan lain sebagainya. Saking prima

Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di negara-negara lain yang terinfeksi virus Covid-19. Manusia dipaksa diam di rumah dan daerah masing-masing tanpa tahun kapan pandemi ini akan berakhir.

Diam di rumah, untuk saat ini, adalah cara terbaik dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 agar para pahlawan medis bisa fokus menyelesaikan kasus yang ada tanpa terus bertambahnya kasus baru.

mari kita lanjut...