Senin, Januari 27, 2020

Masalah

Perkembangan dan perubahan merupakan hal yang tidak bisa dihindari oleh setiap insan yang hidup di planet ketiga dari matahari ini. "Dulu kita sahabat, berteman bagai ulat, berharap jadi kupu-kupu," kata Sind3ntosca yang sempat satu tahun terkenal dengan hit single Kepompong pada saat memberikan gambaran mengenai perkembangan dan perubahan.

Mudahnya, kita bisa lihat foto-foto kita di album foto keluarga atau memory card hape orang tua. Itupun jika foto nya belum dihapus karena low space data untuk memberikan tempat kepada auto-download gambar meme becandaan politik atau video ngakak dari WhatsApp Group.

Di album foto kita bisa melihat betapa mungil nya badan kita saat lahir, pake popok, dan bibir clemotan berantakan abis makan bubur biskuit Milna. Saat lembar album dibalik, kita bisa melihat gambar kita mau masuk SD, dianter bokap-nyokap, dan mungkin ada tawa bahagia kita semua pada saat diajak jalan-jalan ke Monas. Saat lembar album dibalik lagi, foto kita tetap ada namun pendampingnya berbeda, dari foto kita dengan keluarga menjadi foto-foto kita bersama teman-teman, gebetan, pacar, dan sampai pada foto-foto pernikahan kita. Momen permulaan kita membentuk dan membangun keluarga baru.

Lika liku berkeluarga merupakan petualangan memenuhi sandang, pangan, dan papan bersama pasangan tersayang. Kebutuhan kita telah berkembang dan bertumbuh dari pemenuhan hidup sendiri menjadi pemenuhan hidup keluarga. Proses pemenuhan kebutuhan hidup keluarga itu lah yang akan diwarnai, diiringi, dan diramaikan oleh berbagai macam masalah.

1 Januari 2020 merupakan awal gue memulai dekade baru. Malam pergantian tahun gue isi dengan nonton di Bella Terra bersama istri. Dua film yang berhasil membuat roller coaster emosi di dada kita berdua, Good Newwz dan Ashfall.

Sekitar pukul 23.30 kita sudah sampai di rumah dan tepat pukul 00.00 kuping kita dijejali puluhan, mungkin ratusan, suara petasan yang meledak di udara. Petasan-petasan tersebut meledak di tengah hujan deras yang sedang mengguyur kota Jakarta, membakar uang-uang orang dermawan yang rela membagi sedikit harta nya ke para pedagang petasan, dan menyelundupkan suara bising ke telinga orang-orang yang sedang mencoba tidur seperti kami. Walhasil, kita baru bisa tidur pukul 01.00.

Pukul 03.00 tiba-tiba gue dibangunkan oleh istri dengan suara panik, " Bangun sayaaang, plafon pada bocor!"

Kondisi badan yang dibangunkan saat sedang deep sleep membuat gue menjadi ling-lung. Hal pertama yang gue lakukan saat bangun adalah menatap mesra bocoran-bocoran yang tersebar di plafon kamar tidur sembari membatin, "Apa yang sedang terjadi? Bagaimana bisa itu air netes dari plafon? Kenapa Kekeyi putus dari Rio Ramadhan? Bagaimana bisa Nia Ramadhani seumur hidup gak pernah ngupas salak?" Segala macam pikiran berkecamuk di kepala.

"Ambil ember di belakang, cepetaaan! Jangan bengooongg!!" teriak istri gue membuyarkan lamunan.

Tersadar, gue langsung lari ke dapur yang terletak di bagian belakang rumah. Sembari jalan menuju dapur, gue cek kamar tamu dan ternyata keadaan nya lebih menyedihkan. Plafon kamar tamu udah jebol dan bau apek udah menyebar ke seantero ruangan. Melangkah sedikit ke kamar belakang, lampu nya udah mati, keadaan kamar gelap gulita. Di pojok kamar ada puing plafon yang (juga) jebol. Bergeser sedikit ke dapur, udah banyak tetesan air menyelip di antara plafon. Sehingga bisa disimpulkan kalau dari seluruh ruangan yang ada di rumah, hanya dua ruangan yang aman dari bocor dan jebol plafon. Mantap.

"Beybiii.... cepetan kesini!" teriak istri gue dari kamar tidur utama.

Seketika gue langsung kembali ke kamar tidur utama dan merasa takjub serta terkesima. Gue menyaksikan fenomena alam yang belum pernah gue lihat sebelumnya : Terciptanya air terjun di kamar tidur. Rintikan air di sela-sela plafon berubah menjadi air terjun akibat semakin derasnya hujan yang turun dan semakin jebolnya plafon kamar. Yang lebih fenomenal nya lagi, air terjun tersebut jatuh tepat di atas lemari baju. Mantap.

Air terjun yang jatuh ke lemari pada akhirnya jatuh ke lantai sehingga seantero kamar sudah mulai digenangi air. Derasnya hujan belum ada tanda-tanda mereda dan bahkan intensitas nya semakin meninggi pada saat mendekati subuh. Air di dalam kamar bahkan sudah semata kaki dan air mulai menjalar ke ruang tamu.

Handuk, kemeja, selimut, dan segala macam hal yang bisa menyerap air telah kita terjunkan untuk mengurangi penyebaran air. Kita menjaga agar air gak sampai ke sumber listrik dan menimbulkan korsleting. Lama-lama kita merasa hal itu gak berguna, karena seberapa sering nya kita melakukan rutinitas serap, peres, dan buang air ke luar pake ember tetap aja gak berhasil mengurangi banjir lokal di kamar.

Bongkar-bongkar seantero rumah, akhirnya kita nemu sodetan. Alhamdulillah. Lebih efektif buat nyingkirin air ke luar ketimbang peres handuk ke ember. Jadi lah kita berdua kerja bakti sampe kira-kira jam 8 pagi, mencoba mengeringkan rumah apa ada nya sampai hujan mereda.

Seluruh kejadian yang menimpa kita di malam itu menimbulkan kebutuhan mendesak akan tukang renovasi. Problematika yang tentu belum pernah gue alami sebelum berkeluarga. Rumah masa kecil yang telah diamanahkan ke gue sekarang perlu operasi besar.

Masalah renovasi rumah memiliki beberapa elemen yang harus dipecahkan masing-masing. Persoalan pertama, nyari tukang. Secara garis besar, hanya ada dua hal yang membuat kita tidak menemukan tukang yang cocok : Biaya dan Jadwal. Sedangkan sistem deal tukang biasanya terbagi menjadi dua : Harian atau Borongan.

Tukang harian lebih baik kita pakai apabila sudah punya pengetahuan yang baik soal dasar-dasar pertukangan sehingga kita bisa menghitung dengan tepat waktu pengerjaan untuk suatu proyek. Namun apabila pengetahuan kita mengenai dasar-dasar pertukangan hanya sebatas membangun istana pasir di Ancol pada waktu kecil dahulu, lebih baik kita pakai sistem borongan ketimbang stres dan suhudzon karena kerjaan berasa gak beres-beres.. Karena istana pasir yang kita bangun aja ancur pas ketendang badut lewat, apalagi bangun rumah. 

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka gue sempat beberapa kali ketemu dengan tukang agar dapat tukang dan biaya yang cocok dengan kantong. Kemudian pada saat sudah menemukan tukang yang cocok dan memilih sistem borongan, maka mandor tukang akan menawarkan harga borongan untuk pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan dengan kesepakatan mengenai bahan-bahan apa saja yang termasuk dalam harga borongan tersebut. Kita memutuskan untuk untuk memborong pekerjaan ganti plafon dan bagian-bagian lain rumah yang sudah rusak.

Harga borongan yang kita pilih mencakup biaya upah dan bahan dasar seperti semen, pasir, gypsum, dan rangka plafon. Sedangkan untuk bahan-bahan yang membutuhkan model dan selera seperti keramik, pintu, jendela, atau cat dibeli sendiri. Takutnya kalo dipilihin tukang, tau-tau keramik gambar ikan koi udah rapi kepasang di lantai dengan maksud agar kita bisa merasakan sensasi jalan di atas danau.

Setelah harga borongan sudah deal, petualangan kita mencari material pun dimulai.

Petualangan dimulai di Mitra 10 Percetakan Negara yang berlokasi dekat dengan rumah. Sesampainya di sana, kita malah kebingungan sendiri dengan banyak nya varian keramik yang tersedia, berbagai macam cat yang ada, sampai ragam model pintu dari harga yang terjangkau atau bikin terpana. Awalnya kita excited untuk milih-milih model yang disuka, tapi sayang terkadang terbentur dinding bernama budget. Tetapi ada juga yang sesuai budget, warna cocok, model oke, namun stok barang gak ada. Pada saat itu terjadi, ingin rasa nya keramas pake Semen Tiga Roda.

Departemen pemilihan warna gue tanggung jawabkan ke istri, mengingat ke tidak estetika an gue dalam bidang padu padan warna. Jika diukur dari fashion gue sehari-hari, maka pengetahuan gue akan padu padan warna hanya terbatas pada kaus hitam dan jeans biru. Plus sepatu biru. Plus pemakaian lima tahun ke depan. Sehingga dapat disimpulkan apabila padu padan warna diserahkan ke gue, niscaya kombinasi warna yang gue pilih akan membuat rumah terlihat seperti Kubus Rubik.

Petualangan kita berlanjut ke toko-toko keramik di sekitar Rawasari. Ada beberapa warna keramik yang cocok tapi ternyata stok nya tidak ada di Mitra 10, sehingga kita harus mencari ke toko-toko lain. Sesampainya di toko, kita disambut oleh cici-cici yang mungkin berumur sekitar 50 tahun.

"Permisi Ci, punya keramik Platinum seri Salvatore?" kata istri gue ke cici penjaga toko.

"Bentar yak, saya telepon gudang dulu. Apa tadi namanya, seri Master?" balas cici.

"Salvatore Ci."

"Apa? Silver?" kata si cici belum mudeng juga

"SAL... VA.. TORE Ci," istri gue udah hilang batas kesabaran nya.

"Salpatore yah, ada katanya. 75 rebu. Mau berapa dus, jadi yeh?"

Harga yang ditawarkan ternyata cukup jauh beda nya dengan di Mitra 10. Namun ini lah keuntungan belanja di toko biasa, kita bisa melakukan tawar menawar harga dan ini adalah saat yang tepat untuk mengasah skill negosiasi kita. Perkiraan waktu yang kita habiskan untuk negosiasi harga kurang lebih satu jam. Segala macem kita bahas, mulai dari keadaan penjualan toko keramik sampai ke siapa penerus toko ini.

Cici penjaga toko sedikit mengeluh karena anak dia tidak mau meneruskan usaha toko keramik. Anaknya lebih memilih untuk jualan pomade di platform online, "Panas ah, kalo jaga toko" begitu kata Cici menirukan alasan anaknya tidak mau meneruskan usaha toko keramik.

Keterangan Cici memberikan penjelasan mengenai pomade-pomade yang berjejer rapi di etalase. Gue sempat berpikir keras tentang apa hubungan antara pomade dengan keramik. Gue sempat curiga kalau bahan dasar Keramik adalah tanah lumpur yang dicampur pomade  dengan sedemikian rupa sehingga bisa keras pas kering.

Usaha kita ngobrol ngalor ngidul pada akhirnya membuahkan hasil manis, harga keramik yang kita pengen berhasil turun 9 ribu per dus. Pantes aja dulu pas kecil kalo diajak Bokap main ke toko material dia selalu lebih lama ngobrol ketimbang milih bahan. Gue udah korek-korek pasir, bengkok-bengkokin kawat, dan main kendang pake ember cat tetap aja Bokap belom beres ngobrol. Begitu kelar ngobrol, eh ternyata Bokap cuma beli cat dan thinner sekaleng kecil.

Setelah menjalani seluruh kegiatan belanja, tawar menawar, dan permandoran, akhirnya proses renovasi rumah Alhamdulillah selesai dalam jangka waktu tiga minggu. Apakah masalah selesai? Tentu tidak. Karena rumah masih ancur lebur diselimuti debu konstruksi, barang-barang tersebar acak di seantero sudut rumah, serta berbagai varian sampah konstruksi menumpuk untuk dibuang. Saatnya kita menyingsingkan lengan baju dan kerja, kerja, kerja!

Tapi gak deh, lengan baju gue pendek. Takut nyembul bulu ketek nya.







mari kita lanjut...