Sabtu, Maret 23, 2013

Generasi 90 an


Minggu lalu gue beli sebuah buku yang bikin masa lalu gue terkuak. Akhirnya gue harus menyerah dengan keadaan dimana hal-hal yang gue suka dulu udah masuk dalam kategori nostalgia. Buku itu adalah buku Generasi 90-an, berisi hal-hal yang menjadi tren pada periode tersebut dan bahkan menjadi kewajiban Fardhu Ain bagi anak-anak yang terdapat di dalamnya.

Sebagai salah satu anak yang dibesarkan dalam periode tersebut, memori gue terbongkar ke masa itu. Jaman SD dahulu, belum ada yang namanya 711, Lawson, atau bahkan Alfa/Indomaret sekalipun. Jajanan yang gue makan dijual oleh abang-abang atau Ibu-ibu yang nangkring di depan gerbang SD. Duit jajan gue pada saat itu 500 perak sehari, disaat temen-temen lain dibekali uang jajan 2.000 oleh orang tua nya. 

Mengingat minimnya duit jajan, gue harus belajar financial planning sedari kecil. 500 itu harus gue manfaatkan se-efektif mungkin agar dapat kepuasan maksimal. Kalau gue lagi pengen ngemil yang manis, 300 perak gue pake buat beli gulali. Gulali yang dimaksud bukan yang bentuknya kapas dan kalo digulung bentuknya menyerupai rambut Lady Gaga. Bukan. Bukan itu yang dimaksud. Gulali disini adalah gulali yang (kayaknya) dibikin dari campuran antara tepung kanji, gula merah, dan ludah abangnya. Bentuknya bisa dipilih sesuai dengan keinginan kita, tergantung dari kreatifitas si penjual. Ada yang bentuk pestol, orang-orangan, macan, kelinci, dll. Pembetukannya menggunakan alat yang menyerupai canting yang dikombinasikan dengan telapak tangan abangnya yang terkadang terlihat hitam dan kasar. Pada proses inilah secret ingredients utama mulai ditambahkan. Kalau kita mau bentuk pistol, bunga, atau apapun yang bentuknya bangun ruang, abangnya akan meniup gulali tersebut dan membentuknya sesuai dengan pesanan kita. Garis bawahi kata meniup. 

Menurut EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), meniup adalah :

  • Mengembus; source: kbbi3 
  • Membunyikan dng mengembus (suling, peluit, dsb); source: kbbi3
  • Cak menyemburi; memantrai; menjampi: dukun itu diminta ~ anak yg kerasukan; source: kbbi3
  • Mengobarkan (perselisihan, semangat bertanding, dsb): jika tidak ada yg ~ , perselisihan itu sudah dapat diselesaikan;
  • Menyemprotkan ludah ; source : (Mirzal, 2013)
Terbayang bagaimana joroknya itu jajanan anak jaman 90 an, dimana sakarin menjadi makanan pokok dan bakteri adalah lumrah. Selisih 200 perak biasanya gue pake buat beli minuman es dingin menyegarkan yang diciduk menggunakan ember kecil bertungkai. Minumannya bervariatif, ada es teh manis, es jeruk, atau es ... (isi sendiri, karena terkadang rasa-nya emang absurd). In case gue cuma mau minum doang, 500 perak bisa gue pake buat beli minuman dingin dengan ukuran plastik yang lebih gede. Ya, itulah Slurpy ala Generasi 90 an.

Kalau lagi males makan atau minum, gue bisa ke game center. Game center nya bukan seperti saat ini, Warnet yang berisik-nya macam Perang Vietnam dengan ocehan anak kecil yang terdengar seperti ribuan Tweety berceloteh bersamaan. Game center pada tahun 90 an adalah tukang Game Boy. Bermodalkan 250 perak gue udah bisa menikmati Game Boy selama +/- 15 menit. Curangnya 15 menit itu udah termasuk pemilihan kaset, sehingga terkadang waktu efektif main Game Boy itu cuma 10 menit karena kebingunan milih kaset yang mau dimainkan. Sistem billing yang dipake oleh abang Game Boy adalah dengan menggunakan hardware yang bernama Rope (tali). Saat waktu habis, abang itu akan menarik tali yang terikat pada Game Boy sambil mengeluarkan kalimat sakti, "Udah woi. Abangnya mau pulang."

Itu dari segi jajanan dan permainan. Generasi 90 an juga mengenal beberapa mitos menjadi tren. Mitos yang paling populer adalah fenomena Mister Gepeng. Sosok ini sangat ditakuti oleh seantero anak SD se-Jakarta karena diceritakan bahwa Mister Gepeng ini adalah orang yang kejepit di lift pada saat kerusuhan '98. Agar lebih dramatis lagi, TKP disebutkan di gedung deket SD yang kebetulan memang terbakar habis pada saat kerusuhan.

Mister Gepeng ini juga mencari anaknya yang hilang untuk dibawa ke alam baka. Persis kayak cerita Mama gitu. Tapi, dia lupa nama anaknya. Maklum lah, kepentok aja bisa ada resiko amnesia apalagi gepeng kegencet lift? Dia cuma inget kalo di dalam nama anaknya ada huruf A-I-R-E-S, niscaya kalo ada anak kecil yang minimal punya 3 huruf tersebut di dalam namanya akan dibawa ke alam baka Pernah ada temen yang gak masuk 3 hari. Dia langsung divonis dijemput Mister Gepeng. Sadis. Padahal kalo bener itu kejadian, Mister Gepeng bakal sangat sibuk sekali karena menjemput banyak anak. Coba itung, ongkosnya berapa. Kalau memang benar itu terjadi, maka sejatinya Mister Gepeng adalah orang kaya.

Itu mitos regional Jakarta. Adalagi mitos lokal di SD. Alkisah ada WC yang dipercaya pernah dipakai jadi tempat bunuh diri. WC itu terdapat di ujung lantai 2. Tempatnya memang gelap dan terpencil sehingga memang pantas rasanya dipake orang buat bunuh diri. Di plafon WC itu ada sebuah lubang yang katanya bisa menghisap apa saja yang dilempar kesana. Sebagai anak kecil dengan tingkat curiosity yang tinggi, gue dan seorang teman berniat melakukan eksperimen. Semacam Myth Buster gitu deh. Gayung WC gue ambil dan melemparnya ke atas. Percobaan pertama, gayung kembali jatuh kebawah. Percobaan kedua, gayung tetap jatuh ke bawah. Kita berdua ketawa-tawa, menertawakan orang-orang yang percaya mitos. Percobaan ketiga, gayung hilang gak balik-balik lagi. Kita berdua sukses kabur. Padahal jawaban atas fenomena itu simple, gayungnya NYANGKUT di dalam plafon.

Aneh, unik, norak, dan heboh. Itu lah yang terjadi pada masa 90 an. 90 is the new 80's and we're proud to be the part of it. Nanti kita lanjut lagi berceloteh tentang tahun 90 an. Terima kasih untuk @generasi90an yang sukses memboyong kita semua ke masa lalu.



0 comments: