Sabtu, Mei 11, 2013

Hopippola

Saat memulai minggu, kehidupan gue nomaden. Tempat tinggal gue yang biasanya di Cimanggis, Depok ujung (yang daerahnya diarsir tipis apabila diliat di Atlas) berpindah ke daerah ke Kramat Raya. Rumah penampungan keluarga yang dimiliki oleh kakek. Di rumah itu, segala perantauan dari keluarga besar berkumpul. Di rumah itu juga, 14 tahun kehidupan gue tertuang.

Dikarenakan kondisi jalan raya dari Depok yang macet luar biasa. Gue berangkat dari pagi-pagi buta. Sekitar jam setengah 5 subuh dari Depok. Badan gue yang terbiasa bangun jam 7 pagi tentu aja protes. Saat gue berangkat kerja jam 8 pagi, gue berjalan sempoyongan. Mata terasa berat dan keinginan untuk tidur di tengah jalan meningkat 500%. Hal ini berlanjut sampai gue naik angkot Metromini P17 dan Kopaja P66.

Gue memiliki kebiasaan untuk masang MP3 Player Sandisk Sansa gue untuk menemani perjalanan gue menuju kantor. Pada hari itu, disaat kondisi ngantuk yang amat sangat, gue memilih mendengarkan album Valtari -nya Sigur Ros. Suara falsetto Jonsi membuai angan gue yang berada di antara dunia mimpi dan nyata. Terantuk-antuk kepala gue terhempas ke jendela angkot. Menikmati harmonisasi bebunyian Sigur Ros.

Sampai suatu saat bus Kopaja tiba-tiba ngebut tanpa alasan jelas. Belok kiri-kanan, ugal-ugalan, rusuh sendiri di jalanan yang pada saat itu sedang sepi. Sandisk Sansa memutar lagu Ekki Mukk yang berhasil mengantarkan pikiran gue melayang di udara. Pada saat itu gue jadi bingung, "Ini apa-apaan sopir gila ngebut sendiri?"

Begitu mendekati kantor, gue beranjak turun. Ketok-ketok plafon angkot dan sang sopir pun melambatkan kendaraannya. Tiba-tiba ada satu orang Bapak-bapak memegangi tangan gue yang sedang berpegangan di tiang atas kopaja, "Mau turun Pak, hati-hati Pak. Pelan-pelan, nanti jatuh" sembari menggoyangkan tangan tersebut. Lagi-lagi, gue kebingungan. Ngapain Bapak-bapak ini belagak sok simpatik mau bantuin gue, sedangkan gue sendiri biasa aja. Lagian mau bantuin orang biar gak jatuh malah tangan gue digoyang-goyangin. Apa memang lagi ada musik dangdut di luar dan gue sengaja diajak ikutan goyang?

Selain Bapak-bapak sok simpatik, adalagi Bapak-bapak lainnya yang membawa botol Aqua kosong, lewat disamping gue dengan motif yang gak jelas. Oalah. Gue dikeroyok Bapak-bapak! Lagi, gue gak ngerti apa yang terjadi. Ekki Mukk yang mengambil alih indra pendengaran gue membuat adegan-adegan tersebut seakan berlangsung secara slow motion dan entah mengapa gue hanya sempat membatin tanpa cepat menarik kesimpulan.

Saat gue turun dari Kopaja P66, gue baru sadar kalau telah menjadi korban pencopetan. Benar saja,  begitu gue cek kantong celana, hape gue raib. Hilang tak berbekas. Bapak-bapak yang memegang tangan bertugas untuk menciptakan distraction sedangkan yang memegang botol Aqua bertindak sebagai eksekutor. Botol Aqua itu dipergunakan untuk menekan kantong celana sehingga seakan-akan hape gue masih ada disana. Dengan gerakan tangan terlatih, wuss! Hape gue lenyap seketika. Sebuah awareness yang biasanya sudah gue sadari seperti saat sebelumnya. Namun sayang, keadaan ngantuk ditambah buaian Sigur Ros - Ekki Mukk menghilangkan awareness tersebut. Jadi, untuk yang di contact-nya masih ada Pin BB 280E2B03, titip salam aja. Semoga bisa cepet masuk sorga. Besok subuh lebih bagus lagi.


***

10 Mei 2013. Sebuah mimpi menjadi nyata. Sigur Ros (akhirnya) datang ke Jakarta, tepatnya di Istora. Sebuah konser yang sangat ditunggu-tunggu. Seenggaknya gue nunggu. Karena saat gue ajak temen-temen lainnya, ada berbagai macam tanggapan.

"Heh, band apaan itu?"

"Sumpah gue baru denger namanya sekarang"

Begitu gue dengerin lagunya, "Nyanyi-nya kayak ayam kecekek Jal." 

Oke. Gue memutuskan untuk nonton Sigur Ros sendirian. Daripada gue susah payah ngejelasin musik apa yang mereka sajikan dan makhluk sejenis apa mereka.

Sekitar jam 5 sore gue udah nyampe di venue. Keadaan masih sepi. Sangat kontras dengan pelataran Istora yang luas. Keliling-keliling, duduk-duduk, sekitar jam 6 gue udah ngantri di pintu masuk. Duduk manis bersila sambil mendengarkan sayup-sayup lagu Brennistein bermain di dalam Istora. Oh, tak sabar rasanya.

Satu setengah jam menunggu, 19.30 penonton baru boleh masuk ke dalam venue. Di dalam, gue disambut panggung yang ditutup oleh kain putih. Tidak terlalu mewah dan megah tapi terasa intim dan dekat. 



Menit demi menit berlalu. Konser tidak kunjung dimulai. Cuma ada suara denting piano dari speaker yang menemani, tapi Sigur Ros tak kunjung keluar. Sebagian besar penonton mulai jengah karena sampai jam 20.30 konser tak ada tanda-tanda akan dimulai.










Jam 21.00, lampu dimatikan. Penonton langsung dihajar oleh hentakan bass drum yang memukau dan gesekan gitar Jonsi yang liar. Kain putih yang menutupi panggung menunjukkan fungsinya. Jonsi, Goggi, dan Orri bermain di balik kain putih yang menyajikan video mapping indah. Seakan menyambut dahaga para penonton yang sedari tadi menanti Sigur Ros dari sore hari. Dari balik kain, Jonsi disorot oleh spotlight berwarna merah sehingga memunculkan siluet provokatif dia menggesek gitar-nya bak violinist kesetanan.









Seusai lagu pertama (yang gue gak tau judulnya apa), Sigur Ros langsung memainkan Ny Batteri, sebuah lagu yang dimulai oleh iringan falsetto Jonsi yang membuai dan diakhiri oleh distorsi megah yang menggugah. Menjelang akhir lagu, disaat klimaks lagu tersebut, kain putih tersebut diturunkan. Terlihat deretan pemain Sigur Ros beserta additional players dan tata panggung yang terdiri dari LED Screen besar di belakang dan bohlam lampu yang berjejer di seputar panggung. Megah.







Saeglopur, salah satu lagu hits Sigur Ros, berhasil menciptakan koor penonton, meninggikan bulu kuduk, dan menerbangkan angan ke udara. Menghadapkan kepala ke langit adalah cara gue menikmati harmonisasi audio dan visual yang menjadi kendaraan pikiran untuk kembali mengingat mimpi. Mewakili perasaan yang tidak terdefinisi.



Pada Svenfn-G-Englar, Jonsi mengeluarkan teknik bernyanyi yang tidak biasa. Sebuah teknik bernyanyi menggunakan microphone di gitar listrik. Menghasilkan suara falsetto magis yang misterius. Seakan Jonsi bernyanyi di balik gunung yang bergema.




Hoppipola + Meo Bloanasir adalah lagu Sigur Ros yang paling populer dan sering digunakan berbagai macam scoring atau soundtrack iklan. Dentingan piano yang nyaman mengawali lagu yang mengingatkan kita untuk kembali bersenang-senang seperti di saat kecil dahulu. Lagu tersebut menggetarkan venue dan membuat seluruh penonton meloncat dan bernyanyi. Video LED di belakang Jonsi semakin menambah kemegahan lagu tersebut.






Resiko dari lagu yang paling populer, semua orang seakan ingin mengabadikan momen tersebut di smartphone mereka masing-masing. Lampu flash yang mereka pakai mengganggu tata cahaya yang telah diatur sedemikian rupa untuk mengikuti suasana yang dibangun lagu. Yang lebih mengganggu, tempayan-tempayan smartphone yang sangat mengganggu pandangan orang di belakangnya. Mereka seharusnya sadar kalau orang ingin menonton langsung konser Sigur Ros, bukan melalui layar smartphone tempayan mereka.



Olsen-Olsen menjadi menu selanjutnya. Suara gitar bass menghantarkan penonton ke dalam episode konser selanjutnya. Hingga sampai pada akhir lagu suara flute bermain dengan melodi unik yang memanjakan telinga. Koor penonton dimulai tanpa aba-aba, mengikuti melodi flute tersebut. It's a very beautiful night indeed.


Selanjutnya Sigur Ros memperkenalkan lagu barunya, Kveikur dan Brennistein. Dari dua lagu tersebut, sepertinya Sigur Ros ingin menjadi lebih keras dan megah pada album baru mereka yang akan keluar Juni nanti. Sebuah abum yang layak ditunggu kedatangannya.





Pada satu kesempatan, Jonsi menunjukkan kemampuan vokal luar biasa melalui suara falsetto tipis yang panjang (+/- 1 menit) yang (mungkin) apabila dilakukan orang biasa dapat membuat kepala mereka pecah. Lengkingan suara tipis dipadu dengan LED yang menampilkan lautan bintang bersinkronisasi dengan deretan bolham kuning yang bernyala redup. Suasana yang sangat syahdu.



Overall, konser Sigur Ros di Jakarta pada tanggal 10 Mei 2013 berhasil mengantarkan angan para penonton melalui harmonisasi musik dan keindahan visual melalui video mapping dan lighting yang memukau. Jika kita bisa mendengarkan mimpi, mungkin seperti ini lah mimpi berbunyi.

Sigur Ros berhasil menyihir seisi Istora Senayan dan membuat mereka tertegun karena pada akhirnya mimpi tersebut berakhir. Teriakan, "We want more!" dari penonton tidak mereka gubris dan konser tersebut berakhir setelah lagu Popplagio yang kolosal. Dimana pada lagu penutup tersebut para personil Sigur Ros bermain kesetanan, seakan ingin memberikan salam perpisahan yang tak terlupa.




Mimpi indah itu berakhir, semoga saja mereka akan kembali dalam waktu dekat ini.

Hoppipola!


0 comments: