Jumat, Januari 07, 2022

Metaverse Dunia

Mark Zuckerberg memakai sweater hitam lengan panjang dengan latar belakang sofa hitam dan biru. Dia menjelaskan konsep baru yang akan dirilis oleh Facebook, sebuah situs media sosial yang nantinya akan berkembang pesat, membuat dunia baru di jaringan maya, dan berganti nama menjadi Metaverse.


Metaverse adalah sebuah dunia virtual yang dapat dimasuki siapapun tanpa harus menjadi dirinya sendiri. Mereka bisa merubah rupa tanpa harus operasi muka, menjadi langsing tanpa harus diet, dan memanjangkan rambut tanpa harus memakai shampo kuda. Para user Metaverse dapat membuat avatar sesuai dengan selera mereka masing-masing untuk berinteraksi di dunia tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti main anggar, nongkrong, bahkan beli property bisa dilakukan secara virtual pada dunia Metaverse.





Melalui Metaverse, teknologi semakin membuat manusia beranjak dari dunia nyata. Pada dunia Metaverse mereka bisa melakukan aktivitas selayaknya di dunia nyata tanpa harus menggerakkan badan sama sekali. Seperti dalam film Matrix, manusia bisa tembak-tembakan lawan pasukan khusus sambil tiduran di kursi malas dengan colokan di kepala.


Namun pernahkah terpikir bahwa kemajuan teknologi ini sebenarnya sudah teraplikasi pada dunia nyata?


Dunia Metaverse memiliki penyimpanan data raksasa yang tentu saja bisa mencatat setiap tindakan para manusia yang berkegiatan di dalamnya. Data adalah harta dan Mark Zuckerberg adalah orang yang sangat piawai memanfaatkannya. Metaverse dapat melihat kegiatan dan preferensi seseorang untuk kemudian mengolahnya dalam suatu algoritma yang pada akhirnya memprediksi selera seseorang. Saat kegiatannya baik maka Metaverse akan mendekatkan user dengan hal-hal baik, saat kegiatannya buruk maka user akan didekatkan dengan hal-hal buruk.


Kapasitas penyimpanan data raksasa tentu diperlukan untuk menyimpan setiap kegiatan user secara detil dan mungkin saja sampai ke kegiatan-kegiatan terkecil sekalipun. Ini sebenarnya sudah terjadi,  bahkan sebelum Metaverse dirilis, dengan adanya cancel culture. Seseorang bisa dianggap jahat, tidak bermoral, dan berbagai macam penghakiman lainnya apabila ternyata ditemukan jejak digital yang mungkin dipost bertahun-tahun sebelumnya

.

Seorang James Gunn yang telah sukses membuat The Guardian of Galaxy vol. 1 dan vol. 2 dari nol dan berhasil menghasilkan keuntungan besar bagi Marvel Studios aja sampai dicopot sebagai sutradara Guardians of Galaxy Vol. 3. Pemecatan tersebut hanya karena tweet lelucon yang dipost di Twitter beberapa tahun sebelumnya. Tweet tersebut ditemukan oleh netizen dan James Gunn dihakimi sebagai pendukung pedophilia dan perkosaan. Netizen dapat mencari secara detil setiap kesalahan kita di masa lalu dan menghakiminya di masa kini. Dalam hukum rimba virtual yang berlaku, netizen adalah hakim yang nyata di dalam dunia yang maya.





Eksistensi dunia maya seperti Metaverse sebenarnya identik dengan sesuatu yang tidak nyata. Gaib, kalau kata Harry Pantja saat membawakan acara Dunia Lain. Kita semakin sering menemui hal-hal yang tidak dapat kita sentuh ataupun lihat namun dapat kita rasakan.


"Love like a wind, I can't see it but I can feel it," kalo kata mas-mas pacarnya Mandy Moore di film A Walk to Remember.


Pada tahun 2022 bukan hanya cinta yang tidak bisa dilihat dan dirasa, melainkan sinyal Wi-Fi juga. Kita percaya sinyal Wi-Fi ada bukan dari eksistensi visualnya melainkan dari manfaat yang dirasakan. Manfaat sinyal Wi-Fi dapat dirasakan oleh anak-anak SD pada saat mereka terhubung dengan server game Mobile Legends sehingga membuat mereka bisa kuat duduk jongkok sambil main game selama 12 jam di sekitar colokan listrik. 


Handphone, umumnya, adalah yang kita pakai untuk mengarungi dunia virtual. Perangkat tersebut hanya bisa berfungsi apabila memiliki software OS (Operating System) di dalamnya. Dimana pada saat ini ada dua jenis OS yang menguasai pasar : Android dan Apple. Tanpa hadirnya OS, handphone hanya benda mati yang tidak berguna.  Hal ini sebenarnya sudah kita temui setiap hari bahkan sebelum handphone tercipta. Di dalam tubuh manusia terdapat satu OS bernama ruh yang menggerakkan tubuh, memfungsikan organ, dan mengaktifkan otak.


Oleh karena itu apabila ada suatu kejadian yang memerlukan pembuktian di persidangan, maka yang diambil bukan fisik handphone melainkan data-data yang terdapat di dalam OS. Data-data mulai dari aplikasi yang ter-install, lokasi, foto, video, pesan masuk/keluar, sampai transaksi keuangan dapat ditarik dari OS untuk kemudian ditampilkan di persidangan sebagai bahan pertimbangan hakim memutuskan suatu perkara atau kejadian.


Kita percaya bahwa sinyal Wi-Fi, program, Metaverse, dan algoritma ada pencipta dan pembuatnya. Mereka yang membuat aturan dan bisa memanfaatkan setiap data yang terdapat di dalamnya. Apabila para user tidak mau mengikuti aturan yang mereka buat atau menyalahgunakan data-data di dalam dunia yang mereka cipkatan, sudah pasti user itu akan dapat hukuman yang setimpal. Tentu saja hukuman tersebut juga sesuai dengan standar penghakiman, pertimbangan, serta berdasarkan data-data yang telah mereka susun sebelumnya. 


Melihat semua itu, sepertinya tidak sulit menyimpan data-data perbuatan yang telah kita lakukan selama 60 tahun (kurang-lebih), menimbang baik dan buruknya, dan pada akhirnya kita dimintai pertanggung jawaban oleh Sang Pencipta atas segala hal yang kita lakukan di dalam dunia nyata. Karena jika semua hal tersebut dapat dilakukan di dunia maya dengan segala keterbatasannya, apalagi di dunia nyata?



0 comments: