Jumat, November 06, 2009

Satu Setengah Hari

Kamis, 5 November 2009

Pagi hari sedang bermesraan dengan terik matahari, membuat udara terasa gerah dan keringat lengket menempel di kulit. Dua kelopak mata gue susah membuka, seolah-olah dilumurin sama lem aibon, kepala gue puyeng banget karena dibangunin dengan "Teriakan 7 Oktaf" ala nyokap gue. Kemungkinan dia dulu berguru sama Aretha Franklin.

Gue masih ngantuk. Efek bangun jam 2.30 untuk nonton Lyon VS Liverpool yang berjalan mengecawakan dengan kedudukan 1-1. Walaupun lapangan rumput hijau sering berubah menjadi hamparan awan putih dan pemain menjadi domba-domba lucu yang berlari saling mengejar satu sama lain, gue tetep menghitung ini sebagai kegiatan begadang. Setelah ngucek-ngucek mata untuk ngilangin belek campur aibon tersebut, mata gue menyisir kamar buat nyari jam.

06.45

Weh, ternyata udah cukup siang untuk bangun pagi. Masalahnya gue ada kuliah jam 8.00 dan seperti biasanya, perjalanan menuju kampus memerlukan waktu yang tidak bisa diprediksi. Kadang 15 menit, 30 menit, 45 menit, bahkan sejam. Ini disebabkan oleh abang angkot yang terlalu bersemangat mencari penumpang, sampai rela berhenti di tempat yang sama dengan waktu yang lama.

07.30

Gue baru brangkat dari rumah dengan bersimbah keringat segede baso kecil. Terlihat seperti tumor idup yang bergerak aktif di muka. Setengah berlari gue melalui rute demi rute. Rutinitas biasa menuju kampus. Kalo diliat dari jam-nya, gue gak mungkin bisa sampe ke kampus tepat waktu, kecuali angkotnya gue carter dan dipasang dua buah mesin jet. So, gue pasrah aja dengan keleletan angkot yang bergerak 1 km/jam itu.

Tiba-tiba terdengar intro lagu Ting Tings - Great DJ dari kantong celana gue. Ada panggilan masuk dari Harry, temen sekelas gue, orang Padang yang penuh perhitungan.

"Hoi! Kelasnya dimana nii?"

"G 402 cing!", kata gue dengan sedikit berteriak.

"Kosong !! Gak ada isinya!! Gimana nih?"

Setelah dia bilang itu, gue langsung nge-cek contact hape, nyari temen sekelas yang lain. Takut-takut kelasnya dipindah jauh. Ke bulan contohnya. Setelah menemukan pilihan yang cocok dan tepat, gue langsung bertanya gimana keadaan kelas gue. Ternyata kelas gue dibubarkan, ditiadakan, dan dientaskan. Perjuangan gue mengarungi pagi hari yang terik dan tengik menguap begitu aja. Tanggung udah setengah perjalanan, gue lanjut ke kampus. Mencari kegiatan dan teman bersuka cita riang tawa.

15.00

Gue berangkat dari kampus menuju daerah Kebon Kacang, belakang Grand Indonesia. Tujuan gue kesini adalah ngambil name ID Card untuk ngeliput acara Djakarta ARTmosphere, sebuah acara musik yang mengundang sejumlah artis masa kini dan legenda masa lalu. Setelah berjuang bersusah payah untuk mendapat helm , gue berangkat bareng Apis dari kampus.

16.00

Kebon Kacang, gue udah sampai di daerah yang terkenal dengan nasi uduk-nya ini. Alamat yang gue tuju adalah Kebon Kacang XXXIII, tapi entah bagaimana caranya kita malah nemuin plang dengan tulisan XL. Sampe sekarang, gue gak tau apa maksud XL di situ. Kemungkinan karena jalannya lebar. Yang lebih gue heran, tiba-tiba gue udah sampe di Grand Indonesia dengan waktu yang amat singkat. Padahal dari Depok, sama kayak waktu gue ngeliat SALE Nike. Setelah beranalisis dengan cermat, gue bisa menyimpulkan bahwa pada saat itu kita mengambil arahan yang sesat. Bergantung pada Aan yang nyetir berdasarkan intuisi. Hehee.

Setelah bertanya sana-sini akhirnya gue menemukan tempat yang gue tuju dan ngambil ID Card yang dicari tersebut. Pada saat ini, gue resmi menjadi seorang reporter.

17.00

Kita berdua gak tau mau kemana. Mau balik sekarang ke Cimanggis, gue males. Busway penuh sesak dengan manusia dan gue lagi males jadi rempeyek ikan asin. Setelah berdiskusi dan debat kusir, kita sepakat menuju Taman Menteng, duduk-duduk sembari bertukar pikiran. Sekalian juga wisata komentar kalau-kalau ada keanehan yang melintas di depan mata.

19.30

Perut udah menggelar konser Rock and Roll, protes untuk diisi kembali. Gue baru inget dari tadi siang belum makan sama sekali. Untk itu gue berjalan menyusuri taman untuk mencari makan. Saat gue berkeliling nyari makanan, ternyata tukang nasi goreng murah udah gak ada. Menghilang entah kemana. Adanya makanan lain yang harganya jauh lebih mahal. Dengan keadaan keuangan gue yang lagi sekarat, makanan itu sama sekali gak cocok. Bikin bolong kantong. Lebih baik gue memutuskan untuk mencari makanan di tempat lain.

Pilihan jatuh kepada taman Situ Lembang. Sebuah tempat kongkow klasik jaman gue SMA dahulu. Tempat gue bersantai ria disaat jam sekolah dan tempat syuting film Mana Tahan Warkop DKI. Setelah gue kelilingin, gue menyimpulkan bahwa masa jaya taman ini telah lewat. Sekarang, taman ini sepi pengunjung. Beda banget saat beberapa tahun yang lalu dimana bertebaran berbagai macam merk mobil lengkap dengan sound system dan lampu kerlap kerlipnya. Sekarang cuma terlihat beberapa motor diparkir seadanya dan sejumput mobil yang bisa diitung dengan jari babi.

Gue mesen Nasi Goreng Gila. Sebuah menu klasik yang umum dipesan di tempat ini. Entah karena pengunjungnya sedikit atau abangnya itu seorang nenek sihir yang mau ngegendutin badan gue untuk dipotong dijadiin campuran ramuan obat awet muda, porsi makanan yang disajikan amat sangat banyak. Menghabiskannya membuat gue hampir gila. Pantas lah nasi ini disebut Nasi Goreng Gila. Akhirnya gue menemukan arti dari nama nasi goreng tersebut. Ini membuat gue mencoret satu dari banyak poin daftar TUJUAN HIDUP gue.

Saat lagi asik makan nasi goreng gila. Saat rahang gue hampir gak bisa balik karena keseringan ngunyah, gue denger suara sirine kenceng. Apakah ini razia bencong atau razia sunat? Gue gak tau. Seenggaknya gue udah bersiap untuk terjun ke danau kalau-kalau emang bener itu razia. Walaupun gue gak tau itu razia apa, tapi keliatan seru aja kalo loncat ke danau tiba-tiba. Serasa David Hasselhoff lagi nyelametin cewek berbikini yang kelelep.

Saat gue bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi, terdengar suara yang dihasilkan dari mikrofon mobil, "PARA PENGUNJUNG TAMAN SITU LEMBANG, PERSIAPKAN BARANG-BARANG ANDA DAN SEGERA KOSONGKAN AREAL TAMAN SITU LEMBANG. TERIMA KASIH".

Weh, gue takjub. Lembang benar-benar udah berubah. Padahal dulu gue sampe larut malem di sini gak masalah. Sekarang, baru jam setengah sembilan udah ada suara peringatan yang intonasinya seperti polisi yang mau grebek sarang teroris atau rumah bordil. Untungnya gue gak diciduk dan digebukin. Atau dikasih ke Evan Brimob (Hehee. Lagi rame nih).

Setelah menghabiskan nasi gila, sarap, uedan, sinting itu, gue berangkat ke Cimanggis naek busway - bis - ojek. Pulang ke rumah untuk tidur, tanpa sadar tugas yang menunggu keesokan harinya.

Sabtu, 6 November 2009

Gue bangun pagi untuk sampe lebih cepet di kampus, dengan niat ngerjain tugas ngerangkum. Gue ngerangkum pokok bahasan berjudul "Pasar Monopoli", karena menurut keyakinan gue itu merupakan bahan kuliah hari ini. Saat gue ngerjain rangkuman dengan syahdu, dateng Aan dengan muka optimis karena udah ngerjain tugas. Waktu dia ngeliat apa yang gue tulis, dia mencak-mencak, "AH KAMPRET! Kata lo ngerangkum "Pasar Persaingan Monopolistik"!".

"Heh, emang beda ye?", kata gue. Ketauan gak pernah baca buku.

"Beda anjrit! Gue udah bela-belain ngerjain ini dari jam 2 sampe jam 3 pagi!"

"Ahahaa... Yaudah, biar impas, gue ngerjainnya setengah aja. Sekarang masuk kelas dah!", kata gue memberi solusi.

Kita berdua pun sepakat untuk masuk kelas dan mengumpulkan tugas apa adanya itu. Kelas udah dimulai dan dosen udah mulai memberikan materi. Di depan kelas ada White Board gede dan pancaran sinar In-Focus ke tembok. Di proyeksi komputer itu terlihat materi apa yang sedang diajarkan sekarang, materi yang harus kita rangkum sebelumnya. Terlihat dengan jelas tulisan :

"Pasar Persaingan Sempurna"

Gue bengong. Tugas yang gue bikin useless. Sekarang, gue bener-bener impas sama Aan. Tugas yang ada tak nyambung dengan apa yang diminta.

Ciaoo...

0 comments: