Hutan rimba jalan Pantura tengah telah dilewati. Kita semua sepakat untuk berhenti di pom bensin untuk ngeregangin kaki dan buang muatan. Jam menunjukkan pukul 03.40, berarti udah hampir 8 jam gue nyetir. Mata udah kriyep-kriyep, tangan gemeteran, terpaksa terjadi pergantian supir, daripada nantinya gue khilaf nabrak kaki genderuwo. Pengalaman gue yang sekarang belum cukup untuk jadi supir AKAP. Oleh karena itu kendali mobil diserahkan kepada Heru, sang tuan rumah.
“Nah, sampe!” sahut Heru begitu sampai di pemandian Air Panas Sankanurip, tempat persinggahan pertama kita. Tak terasa sudah 1 ½ jam sejak Heru bilang kalo perjalanan tinggal 30 menit lagi. Ternyata estimasi waktu dan jarak orang Sunda dan Jawa gak jauh berbeda. Dulu pas liburan ke Jogja gue pernah nanya arah museum Ullen Sentalu, “Oh, deket itu. Tinggal jalan lurus, 15 menit lagi” sembari nunjuk pake jempol. Begitu gue ikutin, hampir sejam jalan, itu museum gak ketemu-ketemu. Besokannya begitu kita balik kesana, dari titik tempat gue nanya ke museum itu ternyata emang cuma 15 menit. Bapak itu tidak salah. Hanya saja dia lupa menambahkan, “… kalo naik mobil.”
Pemandian air panas Sankanurip memiliki dua jenis kolam. Kolam pertama bebas dipakai publik, siapa saja boleh masuk asal membayar uang masuk sebesar 8.000. Kolam kedua adalah Kolam Executive, berupa ruangan tertutup yang hanya memuat 4-5 orang per kamar. Kita jelas memilih kolam umum. Untuk apa bayar 30 ribu cuma buat nikmatin air panas? Lagian kalo denger cerita tentang penggunaan ruangan itu, gue ngeri kepeleset karena lantainya licin terkena lendir.
yang item dipojok kanan atas itu sama sekali bukan penampakan
Selesai rendam merendam, kita sowan dulu ke rumah Heru untuk sarapan. Kita semua langsung kalap. 8 jam lebih di perjalanan membuat rasa lapar sangat memuncak. Kemudian seselesainya makan, kita turun ke kota Kuningan, kita turun ke rumah Heru lainnya (rumah Heru dimana-mana), tempat dimana kita menginap. Setelah itu molor. Perut kenyang, badan pun rileks.
Sekitar jam 2 siang kita balik ke rumah Heru yang pertama, mau ketemu nyokapnya. Basa basi ngalor ngidul sebentar, jam 4-an kita cabut ke gunung Ciremai. Di gunung Ciremai ini, sudah banyak orang yang berkemah. Sepertinya mereka ingin merayakan tahun baru di tengah hutan. Mau ikutan mereka, kita gak ada persiapan. Masak bangun tenda pake plastik Indomaret? Gak mungkin. Tujuan kita kemari bukan untuk ikut-ikutan kemah, tapi mau ke curug.
sudah jelas 'DILARANG MESUM', kenapa harus suhudzon?
Pada saat itu keadaan cuaca sedang mendung dan sisa-sisa rintik hujan masih cukup deras turun ke bumi. Udara disitu aja udah dingin, apalagi air curug. Pada awalnya kita semua gak mau masuk ke dalam air. Takut hypothermia. Setelah sampai disana, entah kenapa kita begitu tergoda melihat jernihnya air. Dimulai dari Aan, satu persatu dari kita masuk ke kolam dan mendekati air terjun. Persetan dengan hypothermia. Begitu masuk ke dalem air, kaki serasa membeku. Masuk setengah badan, dinginnya makin gak keruan. Apalagi saat mendekati air terjun, badan serasa ditusuk-tusuk jarum. Menggigil kedinginan.
Lama kelamaan, badan mulai menyesuaikan diri dengan suhu air. Gue bisa pelan-pelan keliling kolam walaupun hanya setengah badan. Dari pinggiran kolam, datang serombongan alay sekitar, dengan rambut seperti Neymar salah cat, yang pengen ikutan nyemplung. Ngeliat kita yang jalan di kolam seperti biasa saja, mereka sok-sokan loncat indah ke dalem kolam dengan hanya memakai celana pendek. Seperti kucing ditendang ke comberan, mereka langsung panik begitu ngerasain dinginnya air. Walhasil mereka jongkok di pinggiran sambil menggigil kedinginan. Selepas berenang, kita kembali ke Kota untuk istirahat sebentar, nyimpen tenaga untuk begadang nanti malem.
Pada awalnya Heru ngajakin kita ke lapangan Mas’ud karena ada panggung disana. Harapan gue, panggung dangdut cengdoleng-doleng. Ada penyanyi semok dengan bapak-bapak mabok yang jogetnya kayak gak punya tulang. Taunya yang ada disana Semut Band yang bawain lagu Metallica. Bah. Giliran ngarepin lagu metal, munculnya dangdut. Giliran ngarep dangdut, munculnya metal. Yang mengherankan, begitu lagu berubah menjadi Wali, penonton malah lebih gencar ber-moshing, sampai-sampai harus disemprotin air melalui mobil pemadam kebakaran.
KRONOLOGIS PER LIRIK :
[Ibu bapak punya anak] Mereka loncat-loncatan
[Siapa yang punya anak] Penonton merangsek ke bibir panggung
[Bilang aku aku yang telah malu] Mulai moshing dan banyak alay digendong sambil joget-joget
[Sama teman-temanku] Blangwir mulai nyemprotin muatannya
[Karena cuma diriku yang tak laku laku] Mereka terlihat semakin senang. Mungkin karena emang jarang mandi.
Alun-alun juga ramai dikunjungi masyarakat sekitar. Di pinggir jalan terlihat abang martabak yang sedang diintimidasi oleh pembelinya, saking bingungnya dia menghadapi pembeli yang begitu banyaknya. Di ujung alun-alun terdapat satu tempat yang bentuknya seperti Colloseum Roma. Di pinggirnya ada semacam ruangan berlampu pijar warna kuning dengan meja di dalamnya. Gue kira itu DJ, soalnya abang-abang di balik meja itu make topi dan kacamata item dengan tangan yang terlihat sibuk melakukan sesuatu di meja dengan kepala agak miring ke samping. Eh, taunya cuma tukang kopi dan ‘Naget’ yang lagi nyeduh Wedang Jahe.
Sebenarnya tidak ada acara apapun di tempat ini. Cuma ada orang-orang yang duduk berkeliling sambil ngobrol, pacaran, nyanyi-nyanyi, dan sesekali nyalain kembang api. Dan bagi orang-orang yang nyalain petasan, mereka bisa jadi selebritis selama 3 menit atau lebih, tergantung kembang api tersebut. Begitu petasan dinyalain, masyarakat sekitar langsung heboh teriak-teriak dan begitu habis, mereka sontak tepuk tangan. Seperti nonton Cirque du Soleil saja.
artis 3 menit
Kita sendiri nyanyi-nyanyi sambil main gitar Karolina kesayangan gue. Dari lagu Rock sampe lagu galau pungkas kita bawakan. Sesekali bartender yang berbentuk mas-mas bertopi hitam lewat mengantarkan Kopi Luwak, campuran biji kopi sama boker luwak. Yang pacaran terlihat asik berpelukan menatap langit, sambil sesekali cekikikan asik sendiri. Gue gak ngerti mereka liat apa. Ada juga yang cuma duduk bengong sendirian sambil lempar-lemparin petasan korek. Mungkin petasan korek itu dia analogikan sebagai masalah dia di tahun 2011, "Utang belom lunas, cewek selingkuh, jemuran diembat maling, pantat panuan, meledak lo semua!!"
Heboh. Itulah yang gue rasakan saat merayakan tahun baru di daerah yang sangat jauh dari rumah, dibawah mandian hujan mesiu, dikelilingi teman-teman, dan berada ditengah lingkungan yang benar-benar baru. Perjalanan kali ini menawarkan suatu hal yang baru dalam hidup gue. Akhirnya gue bisa merasakan jalur pantura dan perjalanan kali ini adalah yang terpanjang selama gue bisa bawa mobil.
Tahun baru, pengalaman baru, dan semoga segala macam hal baru lainnya akan muncul di tahun 2012 ini.
NB:
Berkaca dari film 2012. John Cusack menginspirasi gue untuk belajar nerbangin pesawat tahun ini. Let’s play Flight Simulator.
HAPPY NEW YEAR!
7 comments:
cek blog saya bung. hehe
Duhh ngakak pas baca soal 2 pasangan yg berfoto n soal si tukang kopi yg kyk DJ. Nice post! :-)
Thankss :D
artikel menarik ..terus bikin postingan ya.
artikel menarik ..terus bikin postingan ya.
artikel menarik ..terus bikin postingan ya.
seru banget tahun baruannya...
salam kenal ya...
Posting Komentar