Kamis, Januari 21, 2010

Antara Mimpi dan Angan-Angan

Fungsi dari mimpi adalah untuk memetakan masa depan. Arungi mimpi dengan kendaraan bernama usaha. Pada saat ini, dunia penuh dengan mimpi yang menjadi kenyataan. Bagaimana kita bisa terbang dengan pesawat seperti saat ini jika Wright bersaudara tidak bermimpi untuk bisa terbang di angkasa? Untuk gue, mimpi gue saat ini adalah bisa menciptakan usaha sendiri dan hidup dari usaha itu. Karena sejujurnya gue agak malas dengan kerja kantoran yang terlihat seperti robot. Setiap hari duduk di meja, lingkungan, dan rutinitas yang sama bakal membuat gue depresi.

Tahun lalu, tepatnya 4 bulan terakhir tahun 2009, gue dengan 2 orang sobat kentel gue di kampus, Aan dan Apis, mempunyai mimpi yang sama. Well, mungkin bukan mimpi. Lebih tepatnya angan-angan gila, atau pikiran si bodoh. Dimulai dari isu yang dilemparkan oleh junior gue saat kita bertiga lagi duduk manis di Takor, kantin kampus.

"Oi! Lo punya tokek gak!?", kata junior gue itu ke kita bertiga.

Tentu aja itu bikin kita bertiga kaget. Bukannya gak ada, tapi gue bingung, buat apaan hewan kayak begituan dicari? Bentuknya aneh kayak panah cupid, mukanya jelek, dan kalo gigit gak bakal dilepas kalo gak denger geledek dulu (Gue gak pernah ngebuktiin teori ini, Alhamdulillah gue belum pernah digigit hewan kayak gini).

"Buat apaan? Ada sih temen gue yang ternakin", kata Aan.

"Sekarang lagi mahal!! Harganya bisa sampe 500 juta!! Katanya bisa jadi obat AIDS!!"

Walah. Kita langsung mangap. Kadal busuk yang gak jelas gimana beranaknya bisa seharga tiga mobil Avanza, dengan sedikit tambahan uang. Walhasil, tanpa pikir panjang, kita semua langsung cabut dari takor. Semangat kita jadi menggebu-gebu untuk nyari kadal busuk yang berwangi uang itu. Tujuan kita adalah pasar-binatang-segala di Jatinegara.

Sampe di Jatinegara, keliatan banyak binatang-binatang normal sampe yang aneh-aneh. Mulai dari ikan cere, jangkrik, ayam disko (yang bulunya berwarna), dan jangkrik, sampe celepuk, landak, dan... tokek. Disana ada dua abang-abang yang jualan tokek. Yang pertama kandangnya butek, kayak septik tank kering berisi feses idup yang bergerak liar. Yang kedua kandangnya bersih dan kita melihat sebuah makhluk yang sangat elegan.

Berbeda dengan makhluk sejenis pada umumnya yang warnanya coklat, butek, dan kumuh, kita melihat sebuah tokek berwarna putih, bersih, dan bertotol-totol merah. Seperti kena campak, tapi dalam artian keren. Tokek itu ukurannya gede, kalo dibandingin sama tokek lain di sebelahnya, tapi lebih kecil kalo dibandingin sama Pretty Asmara. Pada saat itu, intuisi kita berkata "She's the one". Mmm... Sebenarnya sih kita juga gak tau makhluk itu jantan, betina, atau tidak berkelamin. Kita gak nemu kelaminnya dimana. Tapi anggep aja lah dia itu betina.

Setelah melalui proses negosiasi yang cukup alot dengan abang tukang tokek, dia langsung ngambil tokek itu untuk dimasukkin ke kantong kertas bungkusan kertas yang udah dibolongin. Abang tokek ngambil makhluk dagangannya pake tangan yang udah dilapisin sama sarung tangan. Secepat kilat, disaat si tokek gak menyadari bahaya apa yang mengintai dirinya, dia langsung menyergap badan tokek itu. Aan, yang notabene amat sangat takut akan tokek, udah ngumpet di belakang abang-abang burung kakatua. Sedangkan gue dan Apis, yang menyaksikan prosesi penangkapan tokek itu, disosorin mulut tokek yang udah mangap.

"Liat mas... mulutnya bagus, nanti kalo ngasih makannya begini.. abis itu disuapin jangkrik!!"

Gue dan Apis langsung liat-liatan. Trus gue bilang, "Lo yang kasih makan!".

"Udeh mas.. udeh... masukinn...", kata Apis malah gak kuat. Ketakutan ngeliat tokek yang terlihat seperti mau nerkam kita berdua. Matanya melotot dan mulutnya mangap. Jadi inget temen gue waktu SD yang dipanggil Ma'il Ayan karena sukanya mangap dan ileran.

Gila amat. Tokek udah kayak anak bayi, harus disuapin. Gimana caranya coba, megangnya aja gak ada yang berani, berhubung saat itu lagi musim panas. Tapi inilah yang dinamakan risiko untuk menuju uang melimpah. No pain no gain, no money no dong.

Dengan senang hati, tokek yang udah dibungkus itu kita bawa pulang ke rumah Apis. Dia mendapat kehormatan untuk merawat tokek itu dengan baik. Seperti dia merawat bulu kaki-nya yang panjang-panjang itu. Sesampenya di rumah dia, hal pertama kita lakukan adalah nimbang dulu berat tokeknya berapa. Soalnya usut punya usut sampe kusut, tokek yang beratnya 4-5 ons itu yang harganya mahal. Apalagi yang 1 kg, bisa sampe 1 milyar! (gue gak tau, itu tokek apa buaya yang bisa segitu). Diubek-ubek lah itu seisi rumah untuk nyari timbangan. Akhirnya ditemukan juga timbangan yang bisa dipake. Timbangan kue nyokapnya Apis. Gue gak tau deh kalo selanjutnya ada kue rasa tokek. Setelah nemuin timbangan, gak ada yang mau ngeluarin tokek dari bungkusan. "Takut 500 juta-nya kabur", kita bersepakat. Padahal intinya karena kita takut dicengkram pake cangkem.

Ide selanjutnya adalah mencari kandang, ditemukanlah kandang kecil yang ngepas sama badan si tokek. Kita tuang lah itu tokek ke dalem kandang. Yak, dituang, karena kita sangat takut megang. Abis itu, kita timbang bungkusan kertasnya. Kalau aja ada kamera, pose kita cocok untuk siaran pendidikan jaman dulu di TPI. Wajah kita penuh rasa ingin tahu dan penasaran... nimbangin kertas. Kalo dipikir-pikir... kita terlihat seperti tiga anak idiot yang kekurangan mainan.

Setelah dapet berat kertasnya, kita pindahin lagi tokeknya ke dalem bungkusan dan menimbang berat tokek + bungkusan kertas. Kemudian, kurangi berat kertas yang sudah lebih dulu didapat dan... kita mendapat berat tokeknya, yaitu 2,5 Ons. Wow, kita menjadi amat sangat optimis. 1,5 ons lagi, kita bisa dapet 3 Avanza. Kita bahkan udah berencana untuk mengurutkan plat nomernya : B 175 TKK, B 176 TKK, dan B 177 TKK. Sumpah, ini terjadi.

Saat kita masukkin lagi tokeknya ke kandang sempit itu, tiba-tiba dateng om-nya Apis.

"Apaan tuh pis!!??"

"Tokek om..."

"Kesian amat itu sempit kandangnya. Pindahin napa, khan ada kandang burung gak kepake tuh di belakang. Biar dia gembira..."

Oke, sekarang kita harus memikirkan kebahagiaan seekor tokek. Sekarang bukan kayak bayi lagi, udah kayak istri. Pengen rasanya gue ngajak dia ke Dufan, biar sekalian gembira tralala... trilili... senang bersuka hati di tengah canda di suasana ceriaa.... Sayangnya, gue gak punya duit untuk ajak dia ke Dufan.

Kita pun nurut sama kata-kata om-nya Apis. Ada benernya juga dia, soalnya warna tokek berubah, dari putih jadi coklat-coklat aneh gitu. Pucet. Bikin kita pucet juga, soalnya tokek itu adalah aset buat kita. Kemungkinan dia stress dan kelaperan. Setelah dipindahin ke kandang gede, bener aja dia kegirangan. Langsung nemplok gitu di jeruji kandang, ngelawan hukum gravitasi. Selanjutnya, kita pengen ngasih dia makan.

Cara yang diajarin sama abangnya, tentu aja gak kita turutin. Baru diliatin aja dia udah mangap dengan pose mengancam dan ngeluarin bunyi mendesis, apalagi mau dipegang? Bisa disontok tangan kita. Apalagi Aan yang sedari tadi kerjaannya cuma tereak-tereak kayak gadis lugu berambut kepang dua yang mau diperkosa. Mau di masukkin aja jangkriknya ke kandang, jangkriknya malah kabur-kaburan, kandang burung khan sela jerujinya gede-gede. Puter-puter otak, gimana caranya biar dia makan, akhirnya gue menemukan ide.

  • Gue tusuk badan jangrik pake lidi (prosesi penusukan dilakukan oleh Aan, karena gue gak tega, sekaligus geli sama suara "krenyes-krenyes" yang keluar saat lidi ditusuk ke badan jangkrik).
  • Dekatkan sate jangkrik itu ke kepala tokek.
  • Mulailah komunikasi dua arah dengan menggerak-gerakkan jangkrik seakan-akan dia hidup. Jangan lupa dialog-dialog persuasif seperti, "Haloo... saya jangkrikk... ayo makan akuu.. aku enak lhoo..".
  • Kepala gue dikeplak.
Metode "Wayang Jangkrik" gue dinilai kental mengandung nilai-nilai pembodohan, oleh karena itu sudah pantas dihentikan. Kita pun narik kesepakatan untuk esokan harinya aja ngasih makannya, kandangnya dibungkus dulu pake kaen kasa biar jangkrik yang bakal ditebar di kandang gak bakal kabur. Abis itu, kita kasih dia nama. Awalnya karena dia putih, kita namain Gandalf yang berjulukan "White Wizard" di Lord Of The Rings. Lambat laun, nama itu dipikin imut jadi Daffi. Kita bertiga setengah langkah menuju gila, namain seekor tokek.

Setelah semuanya selesai, kita duduk ngelilingin itu tokek. Seperti tersadar dari hipnotis, di depan kita cuma ada seekor kadal nemplok yang palanya berbentuk lambang kartu sekop berwarna putih bertotol merah. Kadal itu diem, perutnya kembang kempis. Panjangnya sekitar 15 cm dan dikasih makan jangkrik 5 rb/ 3 hari (Jadwal makannya Senen-Kemis, biar berkah). Kalo ada istilah "Modal Jangkrik", inilah kita. Dengan modal ngasih makan jangkrik yang banyak, kita berharap 3 mobil Avanza. 3 orang mahasiswa UI tingkat akhir, berharap kadal bisa berubah jadi setumpuk duit.

Apakah ini mimpi?

Atau sekedar angan-angan?

Dua pertanyaan itu bisa dijawab pada saat gue di kelas Teknik-teknik Kuantitatif. Di saat gue sedang berusaha masukkin apa aja yang didongengin sama Kak Seto di depan kelas, gue nerima SMS :

Innalillahi Wa Innalillahi Rojiun
Telah meninggal Daffi karena gak dikasih makan 2 hari

dia sedang pucat, tidak gembira

Gimana mau dipegang coba kalo posenya begini?


R.I.P Daffi

Baik, gue akuin. Itu angan-angan. Lagian gimana kita bisa berhasil kalo dari awal kita gak yakin kalo mimpi itu ada? Untuk kali ini, peta yang gue buat digambar pake tinta yang seret, jadinya burem. Gak jelas. Well, let's find another (visible) dream.

NB :
Untuk Daffi, semoga dikelilingi bidadari atau bidadara tokek dan masuk ke surga tokek yang isinya jangkrik semua.
Amin.





4 comments:

- mengatakan...

ih sumpah jahat main2 sama mahluk hidup. untung gw ngasihin tokek dirumah buat lo bertiga. huh!

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

kalo gue main2, gak bakal gue kasih nama dan memikirkan kebahagiaan dia smit!
gue serius sama dia!
serius!!
*nangis ala sinetron

ahahhahaaaa

Awe mengatakan...

gw turut berduka cita jal..
tapi temennya Aan punya ternak tokek khan.. Lu borong aja gan, jangankan avanza, Alphard juga bisa kau dapat haha..

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@mas awe :
Itu dia, temennya udah ngarti harga. Maen masang harga mahal ajah. Gak kuat. hahaa.