Jumat, Juli 23, 2010

Perubahan

5 tahun hidup gue di kampus tak akan lekang oleh apapun. Bab kehidupan ini akan resmi ketutup saat 26 Agustus nanti, saat gue pake toga tanpa pakaian di dalamnya. Nanti pas salaman sama Rektor sambil nunduk, bagian depan dan belakang gue akan sama-sama tersenyum. Mungkin kalau itu gue lakukan, video gue yang berjudul Wisuda Mesum akan menggeser popularitasnya Peterporn. Tapi enggak ah, pantat gue buluan. Malu.

Kampus yang gue datengin ini -FISIP UI DEPOK-, pada awalnya rindang dan banyak space untuk bernapas. Ada ruang besar bernama plaza di tengah kampus dengan pohon yang tak kalah besarnya. Pohon beringin, itu jenisnya. Kata anak-anak yang bisa ngeliat setan, pohon itu digelantungin oleh banyak makhluk halus. Tapi selama gue gak bisa ngeliat mereka dan meraka juga ogah diliatin gue, peduli amat. Gue dan kawan-kawan tetap senang duduk di sekitarnya.

Di plaza itu, terdapat 2 buah bangku yang terbuat dari kayu. Kita senang duduk disana sambil menunggu jam pertama dimulai. Bangku itu pada awalnya kokoh, namun terpaan hujan, angin, dan koloni rayap sukses mengubah bangku kokoh itu menjadi kopong dan lapuk. Pernah gue bermain kungfu dengan berlagak mematahkan kayu lapuk itu dengan teriakan ala Bruce Lee. Bangku itu patah sebagian dan gue merasa kuat. Dari dalam kayu itu muncul ratusan rayap bergerak panik, muter-muter tak jelas dan berhamburan keluar. Kalau saja gue bisa denger suara mereka, mungkin gue bisa denger mereka memaki, "Manusia bangsat! Udah keriting, gendut lagi! Gue sumpahin lulusnya lama!".

Oh, akhirnya gue tau kenapa gue lama di kampus.

Selain di plaza, kita juga punya tempat tongkrongan bernama Batang (Bawah Tangga). Batang itu terletak di lantai 1 MBRC, di sebelah warnet bernama M-WEB (dulunya). Warnet ini masih ada dan berfungsi saat gue masuk, dimana belum ada tren nyetrika celana pake leptop. Satu komputer dapet satu cubicle dan harga per jam nya 4.000 rupiah. Detik pertama diitung seribu, culas sekali, padahal kalo di warnet pada umumnya, detik pertama diitung 500 perak. Selain tarif internet yang kapitalis, M-WEB juga menerapkan tarif eksekutif untuk print. Print item-putih disitu harganya 1.000, kalo warna 2.500. Pasti prinsip hidup warnet itu Gold, Glory, dan Gospel.

Warnet itu ramai pada awalnya. Namun seiring adanya fasilitas hotspot dan semakin umumnya kepemilikan atas leptop, warnet itu ditutup.

Kembali ke Batang. Tempat ini biasa jadi tempat gue tidur siang dan berkumpul sama teman-teman. Lantai ubin itu bikin siang jadi sejuk walaupun banyak debu berterbangan dimana-mana. Di depan gue, banyak orang yang mau naik-turun tangga sliweran tak henti, tak peduli. Gue seperti kerikil, terlihat nyata dianggap tak ada.

Kalau Batang penuh sesak, biasanya gue ke Gazebo, tempat yang sekarang udah luluh lantak menjadi jalan setapak. Gazebo adalah sejenis rumah kecil yang didalamnya ada tukang somay, bakso, dan koperasi FISIP. Pada saat itu koperasi FISIP bentuknya seperti toko kelontong yang tak terurus. Barang-barang berserakan tak tertata dengan penjaga yang culas. Tapi menurut gue itu lebih baik ketimbang sekarang. Bentuk itu terasa lebih 'ngampus'. Kalo sekarang bentuknya kayak toko souvenir di Dufan. Tolong diluruskan lagi yah, ini kampus apa taman hiburan?

Perubahan-perubahan itu mengiringi kisah gue selama di kampus. Termasuk perubahan di kantin bernama Takor. Pada awalnya, kantin itu bertingkat dua. Jauh sebelum Skywalk di Plaza Semanggi, FISIP UI udah punya Skywalk sendiri. Walaupun gak tinggi-tinggi amat, yang penting tetep bisa jalan di langit. Atau mungkin lebih tepatnya Headwalk, karena gue bisa jalan di atas kepala orang yang lagi makan.

Pada saat ini, kantin atas itu udah berubah jadi ruang Sekber (Sekretariat Bersama). Semacam ruang rapat yang bisa dipake oleh siapa aja, organisasi apapun, dan bahkan jadi tempat buka puasa bersama oleh angkatan gue. Bilangnya sih kebersamaan, aslinya pengiritan. Kalau ada tempat gratis, kenapa musti bayar?

Ngomongin kantin, tentu saja gak bisa lepas dari es teh manis, minuman sejuta umat, dimana fluktuasi harganya juga gue ikuti. Saat gue masuk, harganya 1.000 perak. Masih murah. Abis itu naik jadi 1.500. Sekarang 2.000. Fenomena ini seharusnya dijadikan skripik yang berjudul : Fluktuasi Harga Es Teh Manis Ditinjau Dari Resesi Global Yang Dipicu Oleh Runtuhnya Ekonomi Amerika Serikat. Kalau ada yang mau ngambil judul ini, hubungin saya. Dengan senang hati saya akan jadi narasumber. Tapi perlu diingat, nama saya harus disamarkan dan muka saya dibikin mozaik. Terima kasih.

Bergerak ke depan gedung G. Tempat ini dulunya hanya lapangan kosong yang berisi pasir dan tanah keras. Persis seperti setting-an film koboy. Luasnya kira-kira sebesar lapangan futsal. Di pinggir-pinggirnya masih ada bangku tempat tongkrongan dan kantin kecil yang bernama Takoru. Kantin yang menyediakan minuman dengan rasa sabun yang kental. Motto kantin ini adalah : "Apapun minumannya, rasa sabun ada disana!".

Kantin sabun itu udah gak ada lagi sekarang, dirombak lebih bagus dengan tukang jualan yang lebih bermoral. Salah satunya diurus sama junior gue bernama U.N.I Coffe, kalau sempet cobain aja kesana, enak lho *sambil tagih upah promosi*. Kalau lapangannya udah jadi ruang dosen, koperasi, IT Center, toko souvenir, Bloc, dan Restoran korea. Dua nama yang gue sebutin terakhir adalah nama tempat makan di kampus yang harganya kantoran. Untuk Bloc, gue kesana kalo ada yang nraktir atau nebeng ngadem sama yang pesen makanan. Untuk restoran Korea, terus terang gue gak pernah makan disana. Lagian gue gak rela kalo disuruh makan Indomie rebus yang dihias pake kol dan sumpit dengan kuah dimerah-merahin, dipakein nama Korea, dan dihargain 25 rebu. Sungguh, gue sama sekali gak rela.

Agak masuk ke dalam kampus, ada selasar gedung E. Semacam tempat sakral untuk anak ADM dari tahun ke tahun. Disaat semua tempat tongkrongan udah diberangus, dibongkar paksa, dan digusur, tempat itu tetap berdiri kokoh tanpa ada yang mengganggu. Tempatnya luas dan asik, udah gitu adem, betah lama-lama disini.

Tempat ini serasa Catwalk di sore hari. Banyak mahasiswa dan mahasiswi bolak-balik dengan pakaian unik. Ada yang pake dress panjang macam baliho, ada yang pake bando pita segede bayi merah di kepala, dan bahkan ada cowok yang pake mini shirt, flat shoes, dan -mungkin- BH. Siapa namanya? Angkatan 05 pasti tau siapa yang gue maksud.

Oiya, gue lupa. Di belakang FISIP, dibalik pohon-pohon kurus, jalan setapak, dan rumput hijau, ada sebuah taman bernama taman Teletubbies. Itu nama umumnya. Kalo buat gue -dan angkatan gue-, tempatitu bernama Taman Penyiksaaan. Di tempat itu -pada awal masuk- kita sering dikumpulin untuk evaluasi buku angkatan -buku yang isinya tanda tangan senior-, latihan salam angkatan, mentoring, dan dimarahin kalo hasil evaluasinya jelek. Selain ada senior yang senang marah, tempat ini juga punya semut galak, dan matahari terik yang bisa melelehkan kulit. Percampuran tiga elemen itu lah yang membuat taman ini lebih tepat disebut Taman Penyiksaan. Sebuah tradisi yang gue turunkan ke angkatan ganjil di bawah gue. Hehee. Taman ini sampe sekarang masih ada, gak ada yang berubah, tetap menyiksa seperti biasa. Tapi gak afdol rasanya membahas tempat di FISIP tanpa membahas tempatyang satu ini.

Wah. Ternyata banyak juga yah yang berubah sejak gue masuk sampai sekarang. Dari FISIP yang lowong menjadi FISIP yang penuh sesak dengan orang. Seperti pasar. Gue curiga FISIP nerima murid baru setiap bulan, karena semakin hari semakin ramai saja kampus ini. Tapi gue yakin, saat gue melangkah nanti, tempat ini akan selalu ada di hati. Suasana ini gak bakal ada di lain tempat. Kenangan yang kuat memberi warna lekat di suatu tempat. Warna itulah yang akan selalu terngiang di kepala.




3 comments:

Anonim mengatakan...

WAH..ternyata bnyk yg dah berubah y
gmn pas gw lulus nanti
-rafli-

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@rafli : Udah gak ada fisipnya, jadi lo gak bisa lulus. Hahhaa.

@aris : Thanks!! Salam kenal juga =)

Anonim mengatakan...

kangen kampus :((