Selasa, Oktober 06, 2009

Togel dan Air Hujan

"Yak, mas yang di belakang, yang pake baju biru dan kacamata, tolong pilih dua nomor", kata seorang dosen dari garis depan kelas sambil mengarahkan matanya gue. Keadaan gue saat itu lagi becanda sama Mo membuat gue terdiam seribu kata, bengong. Maksudnya apa dua nomor? Perasaan gue gak lagi di bandar togel. Kalaupun dosen itu bandar togel, gue belum bayar apa-apa. Apa ini salah satu hal yang disebut togel gratisan?

"Ehhh.....", itulah kata-kata yang gue keluarkan saat ditodong masang nomer. Persis kayak logat Bugs Bunny kalo bilang "Errr.. What's Up Doc?". Gue ngeliat di papan tulis ada 8 nomer dengan tulisannya masing-masing. Ada sistem peradilan, kodifikasi, konvensi, konsinyasi, komunikasi, komputerisasi, sampe konyol. Gue gak tau juga ada apa aja dan tujuan gue memilih itu apa. Setelah belagak mikir sebentar, diiringi tatapan mata satu kelas, akhirnya gue menjawab mantap.

"3 & 4 pak", suara gue penuh keyakinan bagai seorang peserta cerdas cermat.

"Alasan kamu milih itu apa? Tolong jelaskan", timpal sang dosen.

Problematika muncul kembali. Nomer 3 dan 4 itu adalah kodifikasi dan konvensi. Gue gak ngerti dua kata itu, gue memilih hanya karena dua kata itu terdengar keren dan gue bakal terlihat pintar kalo milih itu. Apa yang harus gue jelasin kalo kata "Kodifikasi" aja gue gak ngarti? Gue taunya kodi, satuan jumlah. Mungkin kodifikasi itu mengumpulkan beberapa orang atau barang menjadi satu kodi. Karena gue tau jawaban itu ngaco kuadrat dan bisa dipastikan 10000% salah, gue kembali mengeluarkan logat Bugs Bunny.

"Errr... mungkin... karena... ", setelah itu kelas hening.

Putus asa menunggu jawaban gue, dosen itu akhirnya angkat bicara juga. Gue gak tau apa yang dia bicarakan. Yang pasti dia langsung meminta seorang mahasiswi untuk maju dan maen game mencocokkan tulisan Civil Law dan Common Law yang ada di kiri dengan 8 tulisan di kanan yang gue harus pilih sebelumnya dengan cara menggambar panah untuk mencocokkan antara yang kiri dengan yang kanan. Persis kayak di majalah Bobo. Selain permainan "Cocok Kata", dosen itu juga mengajak mahasiswa/i -nya untuk maen Hangman, dengan menuliskan :

D_ _ K R _ _ I

Gak sampai 5 detik, tanpa petunjuk apapun. Muncul satu suara wanita berteriak keras, "Diskresi!". Membuat sang dosen jadi bengong sejenak, entah kaget atau bingung mau ngapain lagi. Sampai pada akhirnya bilang, "Ya benar itu" tanpa menggubris permainan itu lagi. Sama sekali.

Setelah itu kuliah kembali dilanjutkan. Pembahasan di kelas sangat beragam, mulai dari menjelaskan perangkat aktor-aktor pengadilan seperti hakim, lawyer, jaksa, dll. sampai cerita di Papua kalo seseorang nyerempet orang sampe mati, harus membayar ganti rugi berupa nilai biaya yang dipakai orang tersebut dari lahir sampe mati. Pembayarannya menggunakan banyak gentong yang diisi duit, seakan-akan gentong tersebut adalah kotak sumbangan. Selain itu dibayar juga pake Babi, yang harus diimpor dari Singapura dengan ongkos 12 juta. Penjelasan ini membuat gue menjadi mahasiswa yang kritis. Gue jadi berpikir, " Kenapa juga musti BABI SINGAPURA!!??". Pertanyaan yang sampai saat ini tak terjawab. Karena gue malas bertanya pada dosennya.

***

Sore hari, ditemani rintikan deras hujan yang membuat rambut kriting gue lepek, gue sama Aan menuju ke jalan Margonda menuju bengkel motor temen gue, Dyka, disana. Tujuan gue kesini bukan untuk membeli atau memperbaiki motor, punya juga enggak. Gue kesini untuk ngasih lagu yang akan dibawain saat gue manggung hari Kamis nanti. Gue mengajukan konsep band THE ALAYZ dengan membawakan Wali - Cari Jodoh, The Virgin - Cinta Terlarang, dan The Potters - Cinderella. Menurut gue alay itu bukan berarti tidak keren, itu salah satu bentuk kebebasan berekspresi. Walaupun kebanyakan terlalu bebas sampai menjadi tidak keren. Sayangnya, konsep gue ditolak mentah-mentah. Alasan paling mendasar adalah : Tengsin.

Pilihan jatuh pada 4 lagu :

- Jikustik : Samudra Mengering
- Dramagods : Something About You
- Daughtry : Over You
- Maroon 5 : Nothing Last Forever

Setelah selesai milih lagu dan sepakat untuk latihan besoknya, kita bubar. Saat keluar, ternyata ujan masih deres dan belum berhenti. Untuk itu gue nunggu disana sambil ngobrol-ngobrol. Sambil ngobrol, Aan beli batagor yang mangkal di depan bengkel. Terlihat sangat menggoda. Godaan untuk membeli makin bertambah saat gue mencoba batagornya. Rasanya enak, membuat gue jalan ke abang batagornya untuk memesan satu piring. Gak beberapa lama, pesenan gue dateng dan gue menghabiskan sepiring batagor dengan nikmat.

Hari udah masuk ke waktu Maghrib, ujan masih tetep deras. Gue, Aan, dan Dyka masih di depan bengkel sambil ngobrol dan duduk-duduk.

"Lo liat dah tu orang", kata Dyka ke gue dan Aan.

Ada dua orang yang lagi berdiri di atas kubangan aer ujan yang warnanya udah coklat bercampur tanah dan pasir. Celananya digulung ke atas layaknya orang banjir. Bedanya orang banjir gak mengharapkan adanya aer dateng menyentuh kakinya. Gak beberapa lama orang itu menunduk dan menciduk aer dengan tangannya. Pose yang sangat familiar, pose orang kalau lagi berwudhu. Kita pun langsung berdebat tentang sah atau enggaknya wudhu yang dilakukan oleh dua orang itu.

Saat gue lagi berdebat sengit, seperti debat antar parpol mengumbar janji manis, gue ngeliat abang-abang batagor jalan ke dua ember item yang ditaro di pinggir jalan sambil bawa piring-piring kotor. Tadinya gue kira ember itu bukan punya dia karena letaknya jauh dari gerobak. Ternyata salah. Ember itu punya dia dan dia sekarang lagi nyuci piring make bekas aer ujan. Irit sih, tapi dia gak tau prinsip ujan mengandung zat-zat kotor. Mirisnya lagi, setelah mencuci piring yang bekas gue pake itu, aernya gak dibuang. Tetep aja dibiarin seperti semula.

Dari penelitian yang telah gue paparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa piring yang gue pake makan itu dicuci dengan AER UJAN bekas RENDEMAN PULUHAN PIRING KOTOR sebelumnya. Mungkin rasanya kayak makan soto mie yang dibikin sama abang-abang cacing. Bedanya, gue gak pernah nyobain soto mie itu lagi sejak saat gue menjadi saksi mata kejadian menjijikkan itu.

Batagor itu tidak berasa enak lagi.

Ciaoo...

9 comments:

Samuel Yudhistira mengatakan...

wahh gila juga ntuhh tukang batagor :)

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@samuel : mungkin itu salah satu bahan penyebab batagornya enak yah. Hehee

Samuel Yudhistira mengatakan...

wkwkwkw, gw jadi ogah mo makan batagor :)

Mita mengatakan...

hueheheh itu dia tuh resiko makan di pinggir jalan yang jual di gerobakan keknya rata-rata semuanya pake prinsip irit aer wkwkwkwk

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@mita :mungkin mreka ngerti sama k0nsep krisis aer..hahaha

Awe mengatakan...

gw rasa bakteri dari batagor itu udah menjalar ke otak lo, dan membuatmu semakin sableng hahaa..

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@awe : siapa tau bakterinya malah bikin pinter!? bisa aja khan? hahaaa

miwwa mengatakan...

muahaha..gw suka lagu wali. dan gw dihina habis2an gara2 itu. apasih yg salah dgn wali??

Mirzal Dharmaputra mengatakan...

@mira : yang salah bukan walinya, tapi salah mayoritas penggemarnya yang terlalu bebas mengespresikan diri sehingga jadi gak keren lg.. Hahaaaa