Jumat, Juli 31, 2009

Perjalanan Ke Dunia Hitam

"Jal, lo mau nonton konser temen gue gak?", kata Aan, temen seperjuangan gue di tempat magang yang sama, pada siang hari bolong dengan diwarnai AC yang hanya bisa menyemburkan angin kosong. Itu AC apa kipas angin?

"Bawain lagu apa?", lanjut gue menimpali tawaran menarik itu.

"Mr. Big"

Wew. Sangat menggoda iman dan syahwat. Sebuah band cover version dari Mr. Big. Mengingat keabnormalan Mr. Big dalam membawakan dan menciptakan lagu-lagu yang ada, tentu harus seorang yang abnormal juga yang berani membawakan lagu mereka. Dan gue suka sesuatu yang abnormal. Makanya gue suka tidur dengan posisi lilin.

Jam 6 sore, setelah selesai jam kantor, kita berangkat ke venue acara. Tempatnya di Mario's Place Cikini. Tentu saja setelah mengisi perut terlebih dahulu, karena harga makanan di sana setara dengan jajan gue sebulan. Gue gak kuat. Sampai disana, udah banyak orang-orang memakai baju hitam, gede-gede, dan gondrong. Tampaknya gue salah kostum, gue memakai kemeja putih dengan celana bahan. Cocok jadi sales panci pemotong buah (Emang ada?).

Acara itu sendiri bernama Battle Of Giants. Diisi oleh para band yang meng-cover lagu dari Nirvana, Mr. Big, Dream Theatre, Metallica, dan Guns N' Roses. Mantaps, gue semakin bersemangat untuk nonton konser ini. Jam setengah 8 malem, mulai lah acara itu.

Penampilan pertama adalah Nirvana, yang diwakilkan oleh sebuah band dengan vokalis gondrong, kriting, bernama Besok Bubar. Vokalis itu sering sekali memakan rambutnya, efek dari terlalu panjangnya rambut sehingga sering masuk ke mulut. Atau mungkin dia emang suka ngemil kutu? Klimaksnya saat dimainkan Smeels Like Teen Spirits, banyak orang setengah sadar maju ke depan panggung, ber- headbanging ria.

Penampilan kedua Mr. Big yang diwakili AskobarRocks, band temennya Aan bernama Iwan, seorang bassis, yang pada akhirnya jadi temen gue juga karena dikenalin. Iwan adalah seorang yang perawakannya santun dan pendiam saat tidak di panggung. Kesan pertama gue, apa bener orang pendiam macam ini cocok maen musik metal?

Pertanyaan itu seketika terjawab saat dia naik panggung bareng abangnya yang bernama Irvan, yang berposisi sebagai gitaris. Lagu pertama yang dibawain adalah Daddy, Brother, Lover, Little Boy. Gue mangap sampe mentok. Permainan Iwan dengan abangnya adalah permainan paling abnormal yang pernah gue liat sampe saat ini. Teknik shredding gitar Irvan yang amat sangat cepet bisa diimbangi oleh Iwan yang memegang bass, padahal senar bass jauh lebih tebel daripada gitar dan fret bass jauh lebih lebar. Itu membuat teknik "genjreng-genjreng" asal-asalan bermain gitar ala Mirzal terlihat bodoh.

Lagu-lagu selanjutnya makin membuat gue semakin terpana. Gue jadi bertanya-tanya, apakah mereka berdua manusia? Bass Iwan yang dinamakan Zulfikar, pedang syaidinah Ali, dicabik-cabik dan dibantai sedemikian rupa sehingga menghasilkan bebunyian yang indah. Ngeliat jari dia menari di leher bass membuat jari gue berasa patah. Apalagi ngeliat abangnya bermain gitar, membuat jari gue berasa kriting dan kelibet gara-gara maen gitar secepet itu. Collorado Bulldog menutup penampilan mereka yang fantastik, diiringi dengan standing ovation dari seantero venue.

Saat Iwan turun panggung gue langsung ngasih selamet ke dia, "Gila!! Keren banget!!".

"Iya ya? Gue tadi takut banget. Soalnya gue baru dijemput tadi sore, dibawain bass sama baju. Trus gue baru dengerin musiknya tadi di mobil", kata dia.

Anjrit. Ternyata itu gak sempurna. Tapi udah bisa bikin gue ternganga. Penampilan dia yang gak pake latihan sama sekali sama dengan penampilan gue pake latihan seumur idup. Kembali ke acara, panggung udah diisi oleh Dream Theatre yang diwakili oleh Miracle. Well, at first gue amazed, banget. Tapi yang namanya Dream Theatre, terlalu bermain instrumentalia tanpa vokalis. Jadi kesannya seperti ajang pamer skill terus menerus. Tentu aja gue bosen. Atau mungkin karena gue gak ngerti Dream Theatre kali ya. Karena gue liat yang lain enjoy-enjoy aja tuh. Hehee.

Selesai Dream Theatre, tampillah Metallica yang dipersembahkan oleh Oracle. Oracle adalah sebuah band yang digawangi oleh empat pria bertubuh besar dan gondrong, tapi berwajah ganteng. Sialan. Dengan vokalis kharismatik bersuara keras dan gahar dan ditonton-tonton groupies-groupies cantik di bawah panggung. Membuat gue pengen berada di atas panggung. Ternyata penampilan mereka bukan hanya groupies cantik dan wajah ganteng. Penampilan mereka amat sangat bertenaga dan menggugah semangat. Itu ditandai dengan banyaknya orang yang moshing di depan panggung, saling menabrakkan badan menikmati lagu. Penampilan mereka seperti suara mesin tempur yang menderu-deru kencang, siap melibas siapa saja dan sangat memicu adrenalin.

Penampilan terakhir, Guns N' Roses, diwakilkan oleh band Locomotive. Band ini tidak seperti 4 band sebelumnya yang didominasi warna hitam pada kostum panggungnya, mereka lebih fleksibel dalam berpakaian. Terutama vokalisnya, mungkin kalau gue ketemu di jalan gue gak bakal mengira dia adalah vokalis band yang biasa menyanyikan Guns N' Roses. Gue bakal mengira dia adalah seorang sekuriti atau satpam mall. Badannya tinggi dan gede, perutnya buncit, dan mukanya serem. Suaranya? Gila, Axl Rose banget. Mirip abis.

"Lo tau gak kenapa suara gue bisa mirip Axl Rose?", kata dia di atas panggung.

"Ini pake efek, jadi sebelom nyanyi ada yang pencetin efek dulu di belakang. Kalo efek Axl Rose mah murah, yang mahal sekarang efek suara mirip Ariel Peterpan, banyak yang make tuh sekarang", lanjut sang vokalis sekuriti.

Kemudian dia langsung nyanyi Knockin' On Heaven's Door, lagu balada apik dari Guns N' Roses. Vokalis itu juga merupakan seseorang yang kharismatik, terbukti dari terbungkamnya satu venue saat dia berbicara di jeda antar lagu. Semua fokus dengerin apa yang dia omongin. Walaupun apa yang dia omongin kebanyakat curhat-nya aja.

"Kita sebenernya udah ada lagu, tapi blom laku-laku. Sekalinya naik, eh, Mbah Surip naik. Kalah deh", begitu salah satu contoh curhat-nya.

Kesian juga, beginilah nasib jadi musisi metal. Lagunya susah masuk ke pasaran. Masyarakat Indonesia masih lebih suka liukan suara sengau ala Hijau Daun ketimbang lengkingan metal. Lebih suka suara ngeden Ian Kasella dibandingkan suara tinggi ala Eric Martin. Gue ngeliat konser ini sambil miris, ternyata banyak musisi handal Indonesia yang belum ter-ekspos. Tertutup dengan musisi yang "berlagak" handal. Tertutup dengan demand yang itu-itu aja.

Setelah Locomotive selesai, gue pulang, dan langsung terbang ke Pantai Kapuk.

Keesokan harinya, gue ngeliat Inbox, The Potters, liat sebentar.

PETTT!!

Tipi langsung gue matiin.

Ciaoo...

0 comments: